Sebagai seorang utusan, nabi Muhammad saw datang dengan menghadirkan bukti kenabiannya melalui risalah Al-Qur’an. Sehingga dapat dikatakan bahwa Al-Qur’an merupakan hasil riyadhah nabi saw selama proses spiritualnya menjadi insan kamil. Akan tetapi, Al-Qur’an sendiri bukan hasil riyadhah semata, bahkan lebih dari itu. Sebab Al-Qur’an sebagai wahyu Allah swt guna membimbing umat.
Turunnya Al-Qur’an tentunya tidak luput dari konteks penerimanya, hal tersebut terlihat dari beberapa ayat yang berbicara tentang nabi saw. Dalam Al-Qur’an, kata Muhammad terulang sebanyak empat kali dalam empat ayat (Q.S Ali Imran: 144, Q.S al-Ahdzab: 40, Q.S Muhammad: 2, Q.S al-Fath: 29.). Sementara kata Ahmad hanya disebutkan sekali saja pada Q.S ash-Shaf: 6.
Namun sebagai hamba pilihan, Allah Swt tidak berbicara pada Rasulullah hanya dengan memanggil namanya saja. Tetapi Allah memiliki panggilan khusus dengan seruan yaa ayyuha an-nabi, yaa ayyuha ar-rasul, dan panggilan lain seperti Thaha dan Yasiin. Hal tersebut menunjukan keistemewaan nabi Muhammad Saw dihadapan Allah Swt. Lantas seperti apakah Al-Qur’an mengisahkan kehidupan nabi Muhammad saw?
Kelahiran yang Dijanjikan
Nabi Muhammad merupakan nabi terakhir. Kelahirannya telah dijanjikan oleh Tuhan dalam kitab-kitab sebelum Al-Qur’an, bahkan setiap nabi yang diutus sebelum nabi Muhammad saw juga menyampaikan kabar tersebut. Bahkan Bani Israil rela pindah dari Palestina menuju Arab guna menantikan kelahiran nabi terakhir. Dengan harapan akan lahir dari keturunan Yahudi pula.
Kelahirannya didahului oleh serangkaian peristiwa besar. Pertama, beliau lahir sebagai anak yatim, sebab ayahnya Abdullah ibn Abdul Muthalib meninggal di Madinah pada saat perjalanan pulang dari Syiria. Kedua, adanya peristiwa al-fiil. Yaitu penyerangan ka’bah oleh pasukan bergajah yang dipimpin Abrahah. Hal itu direkam oleh Al-Qur’an dalam satu surah utuh yaitu al-Fiil.
Kepribadian nabi Muhammad Saw
Semenjak kecilnya, nabi saw hidup sebagaimana anak pada umumnya. Hanya saja, dalam hal akhlak nabi Muhammad sangat berbeda dengan watak masyarakat Arab. Bahkan, dalam Al-Qur’an, Allah memujinya sebagai orang yang berakhlak agung.
Yang artinya: “dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”
Ayat di atas menunjukan kemuliaan nabi Muhammad. Penggunaan lam taukid pada ayat tersebut sebagai pengukuhan bahwa nabi benar-benar seseorang yang memiliki keagungan akhlak. Selain itu, Allah juga memuliakan nabi Muhammad saw dengan menggelari dua sifat-Nya, yaitu raufun dan rahimun (belas kasih dan penyayang) dalam surat At-Taubah ayat 128. Hal itu dikarenakan sifat belas kasih dan penyayang yang melekat pada diri nabi saw.
Nabi saw tidak sekadar penyayang terhadap umat, bahkan pada musuh sekalipun beliau tetap memberikan belas kasih dan sayang. Yang demikian dapat terlihat dari sikap dan tindakan nabi terhadap penduduk Tha’if, kafir Quraisy saat kejadian fath al-Makkah, ataupun Yahudi Madinah. Kehadirannya di bumi ini bukan lain sebagai rahmatan lil alamiin, dalam surat Al-Anbiya’ 107. Sehingga nabi patut dijadikan uswah hasanah (Q.S Al-Ahzab 21) dalam kehidupan umat seluruh alam.
Dalil-dalil naqli di atas datang paska wahyu turun kepada nabi. Namun sebelum adanya wahyu, masyarakat Arab telah memberikan gelar kepadanya sebagai al-Amiin (yang dipercaya). Gelar tersebut sangat masyhur dikalangan Arab, hanya saja setelah klaim kenabian nabi Muhammad saw, masyarakat Arab malah menganggap beliau sebagai orang gila ataupun penyihir.
Nubuwah nabi Muhammad Saw
Sebelum menerima mandat kenabian, Allah Swt telah mempersiapkan hamba-hamba pilihan dengan bekal pendidikan langsung dari-Nya, termasuk nabi saw. Lahir pada lingkungan dengan masyarakat yang tertinggal oleh peradaban menjadikan nabi Muhammad saw senantiasa berpikir dan merenungkan kondisi masyarakat tersebut. Ketidakadilan, monopoli perekonomian, penindasan, dan kebiasan buruk mereka mengusik kebeningan hati nabi Muhammad saw. Untuk itu, beliau memilih berkhalwat dengan bermunajat pada Allah di gua Hira’ selama beberapa saat.
Selama berada di gua, kali pertamanya beliau memperoleh wahyu iqra’. Allah Swt mewahyukan iqra’ kepada nabi saw karena beliau diutus kepada umat yang ummy (tidak kenal baca-tulis). Sehingga untuk memulai misi kenabiannya umat harus dibimbing pada budaya literasi. Setelah wahyu iqra’ barulah disusul dengan wahyu berdakwah secara sembunyi-sembunyi. Dakwah tersebut disampaikan nabi saw sebatas pada sanak keluarganya. Ketika pondasi umat telah kokoh dengan ketauhidan, kemudian turun wahyu untuk dakwah secara terbuka. Mulai dari sinilah misi kenabian memperoleh berbagai tantangan, baik dari keluarga ataupun masyarakat Arab.
Dengan mandat kenabian tersebut, menjadikan apa yang keluar darinya semua itu adalah wahyu. Sehingga konsekuensi dari beriman kepada Allah dan nabi Muhammad saw ialah taat akan perintah dan menjauhi larangannya. Adalah sebuah kemuliaan bagi Rasulullah saw, selain ketaatan kepadanya sama dengan taat kepada Allah Swt bahkan nama beliau disandingkan dengan nama Allah dalam syahadat tauhid.
Tantangan Berdakwah
Setiap misi pasti memiliki beragam rintangan yang menghalang, apalagi sebuah misi kenabian. Al-Qur’an telah mengisahkan beragam kisah nabi dan rasul yang mendapatkan tantangan dahsyat, baik dari keluarga atau umatnya. Begitu juga dengan nabi Muhammad saw, tatkala dakwah kenabian dimulai saat itu pula tantangan bak jamur dimusim hujan.
Tantangan-tantangan yang dihadapi nabi Muhammad saw diantaranya: penolakan dakwah dari keluarga (Q.S Al-Lahab 1-5), penghianatan dari umat (Q.S At-Taubah 38), pengusiran dari kota kelahiran (Q.S At-Taubah 40) dan pembangkangan sebagian dari istri nabi saw (Q.S At-Tahrim 1-4 dan Al-Ahzab 29-33).
Kewafatan nabi Muhammad Saw
Setiap yang bernyawa pasti akan mati, tak memandang siapakah dia, kaya atau miskin, tua ataupun muda, sakit atau sehat. Karana semua itu merupakan sunnatullah (hukum Allah). Begitu pula dengan Rasulullah Saw, Allah Swt berfirman dalam Q.S Ali Imran: 144. Bahwa nabi Muhammad saw juga manusia yang berlaku kematian. Sebagaimana para rasul sebelumnya juga mati. Yang menjadi tekanan pada ayat tersebut adalah, bagaimana sikap kita tatkala nabi saw telah wafat, tetap beriman ataukah berbalik murtad sebagaimana awal kalinya.
Semoga tulisan ini dapat menambah kecintaan dan kekaguman kita terhadap Allah, Al-Qur’an dan Rasulullah. Lalu kita tergerak untuk terus mempelajari Al-Qur’an. Dan hasilnya, kita dapat meneladani akhlak dan kehidupan Nabi Muhammad di dalam kehidupan kita sehari-hari.
Penyunting: Ahmed Zaranggi Ar Ridho
Kanal Tafsir Mencerahkan
Sebuah media Islam yang mempromosikan tafsir yang progresif dan kontekstual. Hadir sebagai respon atas maraknya tafsir-tafsir keagamaan yang kaku dan konservatif.