Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Mengenal Kitab Tafsir Kemenag: Sistematika dan Catatan

Kemenag
Sumber: atorcator.com

Dalam memahami Al-Qur’an tidaklah mudah bagi sebagian kalangan umat muslim di Indonesia. Karena menggunakan bahasa Arab yang tidak semua orang bisa memahami. Dalam penggunaan terjemah sebagai sarana untuk memahami Al-Qur’an pun dirasa sangat kurang dan terbatas. Dikarenakan bahasa Indonesia yang perbendaharaan katanya tidak sekaya bahasa Arab. Sehingga bagi orang yang betul ingin mendalami kandungan Al-Qur’an tidak hanya sebatas memahami teks terjemah saja, maka kemudian diperlukannya tafsir. Kitab tafsir di Indonesia kemudian banyak bermunculan seperti Tafsir Al-Misbah (Quraish Shihab), Tafsir Al-Qur’anul Karim (Mahmud Yunus), Tafsir An-Nur (Hasbi Ash-Shiddieqy), Tafsir Al-Azhar (HAMKA) dan kemudian Al-Qur’an dan Tafsirnya (Kemenag) turut serta masuk dalam sejarah perkitaban tafsir di Indonesia.

Proses Pengerjaan Al-Qur’an dan Tafsirnya Kemenag RI

“Bagi kaum muslimin, Al-Qur’an adalah petunjuk untuk menuntun umat manusia kepada jalan yang benar. Al-Qur’an juga berfungsi sebagai pemberi penjelasan terhadap segala sesuatu dan pembeda antara kebenaran dan kebatilan.”

Kalimat diatas merupakan penggalan dari kata sambutan yang dibuat oleh mantan presiden ke 6, Susilo Bambang Yudhoyono untuk buku Al-Qur’an dan Tafsirnya oleh tim dari Kementerian Agama RI. Selesainya penulisan buku Tafsir Kemenag kemudian dapat kita catat bersama merupakan salah satu andil dan usaha pemerintah untuk memenuhi kebutuhan akan ketersediaan kitab suci dan tafsirnya bagi umat Islam.

Sebagai penanggung jawab, Menteri Agama membentuk tim penyusun Al-Qur’an dan Tafsirnya yang disebut dengan Dewan Penyelenggara Pentafsir Al-Qur’an. Tim ini dibentuk pertama kali pada tahun 1972, Prof R.H.A. Soenarjo, S.H. sebagai ketua. Kemudian dilanjutkan Prof H. Bustami A. Gani di tahun 1973. Dan pada tahun 1980 oleh Prof. K.H. Ibrahim Hosen, LML. menyempurnakan penyusunan yang telah dilakukan sebelumnya.

Pada tahun 1975 tim bentukan Mentri Agama tersebut menghasilkan cetakan pertamanya, berupa jilid I yang didalamnya terdiri dari juz 1 sampai dengan juz 3. Pada tahun 1980 dengan format dan kualitas yang sederhana diselesaikan lengkap 30 juz. Setelah dari tahun 1980 penyempurnaan tetap dilakukan yang dilaksanakan oleh Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an-Pusat Penelitian dan Pengembangan Lektur Keagamaan. Walau tidak banyak merubah isi yang bersifat substansial melainkan hanya kepada aspek kebahasaan.

Baca Juga  Pesan Taqwa dan Implikasi Sosial Tauhid

Pada tahun 2003, Mentri Agama melakukan penyempurnaan secara menyeluruh dan ditunjuklah Dr. H. Ahsin Sakho Muhammad, MA sebagai ketua pelaksana. Penerbitan dari tafsir yang disempurnakan kemudian terbit pada tahun 2004 terdiri dari juz 1- juz 6. Pada tahun 2005 diterbitkan tafsir juz 7- juz 12. Pada tahun 2006 diterbitkan tafsir juz 13- juz 18. Pada tahun 2007 diterbitkan tafsir juz 18- juz 24. Dan pada tahun 2008 diterbitkan tafsir juz 25- juz 30.

Sistematika

NoNamaKeterangan
1Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid IJuz 1 – Juz 3
2Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid IIJuz 4 – Juz 6
3Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid IIIJuz 7 – Juz 9
4Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid IVJuz 10 – Juz 12
5Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid VJuz 13 – Juz 15
6Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid VIJuz 16 – Juz 18
7Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid VIIJuz 19 – Juz 21
8Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid VIIIJuz 22 – Juz 24
9Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid IXJuz 25 – Juz 27
10Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid XJuz 28 – Juz 30

Dalam sistematika penyajian Al-Qur’an dan Tafsirnya diawali dengan pengantar yang berisikan nama surat, menerangkan makki atau madani, jumlah ayat serta pokok-pokok pembahasan di dalam surat tersebut. Kemudian judul yang menyertai tiap kelompok ayat yang akan dibahas, seperti golongan orang yang bertakwa yang merupakan judul dari kelompok ayat 1-5 surat Al-Baqarah. Selanjutnya penggalan ayat dan terjemahnya beserta penjabaran kosakata. Penjabaran kosakata termasuk di dalamnya kajian i’rab dan balagah. Setiap berganti kepada kelompok ayat setelahnya, dijelaskan pula mengenai munasabah dengan kelompok ayat sebelumnya.

Baca Juga  Jilbab dan Aurat Wanita dalam Al-Quran: Perspektif Al-Baghawi

Kemudian sabab nuzul dari ayat, jika dalam satu kelompok ayat ada beberapa riwayat tentang sabab nuzul maka sabab nuzul yang pertama yang dijadikan sub judul. Sedangkan sabab nuzul setelahnya dimasukkan pada penafsiran. Tafsir ayat diletakkan setelah sabab nuzul ditandai dengan (nomor ayat) serta penjelasan-penjelasan yang terkait mengenai ayat itu, di dalam penafsiran yang pertama adalah memaparkan kandungan ayat secara umum dan maksudnya, yang kedua menjelaskan hukum dan hal-hal yang berkaitan dengan pembahasan ayat. Ditutup dengan kesimpulan.

Munasabah pada Al-Qur’an dan Tafsirnya ada dua bentuk. Pertama, adanya keterkaitan antara ayat satu dengan ayat sebelumnya, seperti munasabah pada kelompok ayat 6-7 Al-Baqarah dengan kelompok ayat 1-5 Al-Baqarah.

Pada ayat-ayat yang lalu diterangkan sifat orang bertakwa yang hatinya telah mendapat petunjuk dan bimbingan Allah serta balasan yang mereka peroleh dari buah ketakwaannya itu. Ayat ini menerangkan sifat-sifat orang kafir yang hatinya telah tertutup, tidak mau menerima petunjuk-petunjuk Allah dan mereka menerima akibat yang buruk, yaitu azab yang besar.”

Kedua, antara satu surah dengan surah sebelumnya, seperti munasabah pada surah Al-A’raf dengan surah Al-Anfal.

Hubungan surah Al-A’raf dengan surah Al-Anfal adalah dalam surah Al-A’raf Allah SWT memberikan petunjuk bagi Rasulullah SAW untuk membina rohani dan petunjuk-petunjuk dalam menghadapi umat, maka dalam surah Al-Anfal, diterangkan bahwa Nabi Muhammad SAW telah berada di tengah-tengah umatnya membawa mereka ke jalan agama Allah SWT.”

Dalam melakukan proses penafsiran Al-Qur’an dan Tafsirnya  merujuk kebeberapa kitab tafsir yang digunakan sebagai pedoman diantaranya adalah, Tafsir Al-Maraghy (Al-Maraghy), Mahasinut Ta’wil (Al-Qasami), Anwarut Tanzil wa Asrarut Tafshil (Al-Baidhawy), Al-Qur’anul Karim (Ibnu Katsir), Fizhililalil Qur’an (Sayyid Qutb), Al-Manaar (Muhammad Abduh), Ruhulmaani (Al-Alusi), Al-Qurthubi (Qurthubi), Al-Wadhih (Mahmud Hijazi).

Baca Juga  Tujuan Hidup Manusia Menurut Al-Quran

Metodologi yang digunakan dalam penyusunan Al-Qu’ran dan Tafsirnya adalah metode tafsir tahlili. Dapat kita lihat pada sistematika yang telah penulis sampaikan sebelumnya merupakan ciri atau kekhasan dari metode tahlili. Dalam metode tahlili penafsiran dilakukan dengan menguraikan makna dalam Al-Qur’an, ayat demi ayat dan surah demi surah sesuai dengan urutannya dalam mushaf.

Menurut Al-Farmawi, metode penafsiran tahlili adalah metode menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an yang mengikuti runtutan ayat dalam mushaf dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan dan menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufasir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut.

Catatan atas Tafsir Kemenag

Dalam isi Tafsir Kemenag hanya sedikit memberikan tanggapan terkait penjabaran kosakata, di dalam bagian tersebut pemilihan kata dipilih dari kata-kata yang sebenarnya sudah cukup familiar dan bahkan sudah menjadi serapan di dalam bahasa Indonesia. Untuk itu sebaiknya penjabaran kosa kata adalah kata-kata yang memang tidak memungkinkan orang pada umumnya mengetahui sehingga memerlukan penjabaran dari kata tersebut.

Kritik selanjutnya terkait Tafsir Kemenag dari ekstrinsiknya. Anggota tim dibentuk oleh Kemenag secara mandiri, kemudian menimbulkan pertanyaan seberapa objektifkah penafsiran yang dihasilkan. Tidak bisa terlepas bahwa penafsiran ini merupakan salah satu program dari pemerintah pada waktu itu. Dan juga harga yang termasuk kategori mahal bagi masyarakat luas, satu paket dijual dengan harga Rp 2.500.000 kemudian apakah adanya maksud untuk mengkomersilkan Tafsir Kemenag.

Namun dari semua hal di atas, umat Islam seharusnya tetap memberikan penghormatan dari upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah, dan dalam proses pengerjaan memang tidak memerlukan waktu yang sangat lama karena dikerjakan dengan kerja tim, sehingga dalam lima tahun penafsiran juz 1 hingga juz 30 dapat diselesaikan.

Al-Qu’ran dan Tafsirnya yang dapat kita baca saat ini merupakan hasil dari pemikiran panjang para ulama-ulama Indonesia yang telah mendedikasikan waktu, tenaga dan pikirannya untuk kecerdasan umatnya. Dan semoga tujuan dari Al-Qur’an dan Tafsirnya yakni meningkatkan kualitas pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran agama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dapat terpenuhi oleh kita semua. Allahuma Amin.

Penyunting: M. Bukhari Muslim