Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Mengenal Ibnu Al-Jauzi dan Ulumul Qur’an Abad ke-6 Hijriyah

Ibnu Al-Jauzi
Sumber: Unsplash.com

Ulumul Qur’an adalah suatu ilmu yang mempunyai ruang lingkup yang luas. Ulumul Qur’an meliputi semua ilmu yang ada kaitannya dengan Al-Qur’an seperti ilmu tafsir, ilmu balaghoh, ilmu nahwu al-Qur’an dan lain sebagainya. Bahkan, sebagian ilmu ini masih dapat dipecah kepada beberapa cabang dan macam ilmu yang masing-masing mempunyai objek kajian tersendiri. Setiap objek dari ilmu-ilmu ini menjadi ruang lingkup ulumul Qur’an (Yunahar Ilyas). Demikian luasnya ruang lingkup kajian ulumul Qur’an sehingga sebagian ulama menjadikannya seperti luas yang tak terbatas.

Pada abad ke 6 hijriyah tak sedikit dari tokoh dan ulama besar yang menelaah Ulumul Qur’an lebih jauh. Al-Qur’an diturunkan berangsur-angsur dan ilmu di dalamnya sangatlah kompleks. Karena itu, sangatlah sulit untuk menentukan berapa banyak cabang dari ilmu ini. Adapun salah seorang tokoh dalam bidang ini pada abad 6 Hijriyah ialah Ibnu Al-Jauzi.

Biografi Ibnu Al-Jauzi

Ibnu Al-Jauzi adalah seorang ulama yang garis keturunannya berasal dari Kuffah. Ia adalah seorang yang tekun dalam menuntut ilmu, sehingga tak heran jika ia dapat mencapai hasil usahanya dengan memuaskan. Sejak kecil Al-Jauzi telah dilatih bekerja keras oleh keluarganya. Al-Jauzi dinisbatkan dari nama kakeknya, yaitu Ja’far Al-Jauzi.

Terdapat berbagai perbedaan pendapat ulama mengenai penisbatan nama Al-Jauzi, salah satunya adalah pendapat Ibnu Khalkan. Menurut Ibnu Khulkan, Al-Jauzi adalah salah satu tempat yang terkenal di daerah Baghdad, yakni asal Ja’far (kakek dari Jamaluddin Abu Al-Faroj). Al-Jauzi berasal dari daerah Nuhas (di Irak). Ayahnya, Ali bin Muhammad telah wafat ketika Al-Jauzi berusia tiga tahun. Sepeninggal ayahnya, Al-Jauzi diberi wasiat untuk terus belajar dan menuntut ilmu untuk menghadapi kehidupannya kelak. Dikisahkan bahwa ia mendapat banyak harta warisan yang ditinggalkan oleh ayahnya.

Baca Juga  Apa Alasan Kita Menolak Hermeneutika?

Sejak kecil Al-Jauzi suka melakukan zuhud (meninggalkan kehidupan dunia semata untuk kehidupan di akhirat kelak). Ia sering menjauh dari keramaian karena takut menghabiskan waktunya. Al-Jauzi sangatlah memanfaatkan sebaik mungkin, baik waktu, kemampuan dirinya, maupun kekuatan yang dimilikinya. Bahkan Ibnu Katsir pernah berkata bahwa Al-Jauzi menghabiskan masa kecil di lingkungan rumahnya untuk belajar, ia tidak keluar rumah kecuali untuk mengerjakan sholat Jum’at.

Berbeda dengan anak kecil pada umumnya, Al-Jauzi pun jarang bergabung untuk bermain dengan teman sepantarannya. Dengan ilmu yang ia dapat selama bersekolah di Baghdad, Al-Jauzi juga pernah mendirikan sebuah madrasah dan perpustakaan besar di Darbi.

Pada masa Khalifah An-Nashir bin Yunus Al-Hanbali, Al-Jauzi dituduh oleh Abdus Salam bin Abdul Wahab bin Abdul Qadir, ia mengatakan bahwa Al-Jauzi bergabung dalam kaum Zindiqiyah (penyembah bintang). Kemudian beberapa kitab karyanya dibakar dan ia pun dimasukkan ke dalam penjara. Namun ketika masa khalifah Ibnul Qashab bin Yunus Al-Hanbali keadaan berubah. Latar belakang seorang khalifah yang baru ini dapat dikatakan mempunyai hubungan baik dengan Al-Jauzi. Akhirnya Al-Jauzi pun dibebaskan dari penjara dan menjadi tangan kanan Ibnul Qashab bin Yunus Al-Hanbali.

Al-Jauzi adalah ulama yang produktif, semasa hidupnya ia menghasilkan beragam karya. Karya Al-Jauzi penuh dengan beragam ilmu, seni, serta keindahan. Selain itu Al-Jauzi juga dikenal sebagai seorang ulama ahli tafsir, hadis, sejarawan, sastrawan, faqih, serta ahli dalam bidang bahasa, kedokteran, dan lain sebagainya.

Funun al-Afnan fii ‘Uyuni ‘Ulumil Qur’an

Salah satu karya Ibnu Al-Jauzi dalam bidang ulumul Qur’an adalah Funun al-Afnan fii ‘Uyuni ‘Ulumil Qur’an. Dalam karyanya, Ibnu Al-Jauzi memaparkan tentang kesungguhan dan perjuangannya dalam menafsirkan Al-Qur’an dan cabang-cabang ulumul Qur’an. Seiring dengan itu, Ibnu Al-Jauzi telah menghasilkan dan menyusun karya ilmiahnya dalam hal penafsiran Al-Qur’an. Bahkan, Imam Adz-Dzahabi, salah satu ulama hadis klasik, dalam kesaksiannya berkata : “Ilmu dan kemampuan Ibnu Al-Jauzi dalam penafsiran Al-Qur’an seperti lautan yang luas dan ini dibuktikannya dengan karya besarnya Al-Mughni yang berjumlah empat jilid”.

Baca Juga  Rasm ‘Usmani: Tidak Melulu Kajian Al-Qur’an

Ibnu Al-Jauzi mendefinisikan ulumul Qur’an yaitu ilmu yang mencakup segala pembahasan yang lengkap dan penting, yang berkaitan Al-Qur’an dari seluruh aspek. Dapat pula dikatakan bahwa ulumul Qur’an adalah ilmu yang keindahannya berbeda dengan ilmu-ilmu lainnya. Imam Ibnu Al-Jauzi juga memberi manfaatnya ilmunya kepada para penerusnya melalui karya-karyanya dalam bidang tafsir, yang dikaji dengan sangat ilmiah dan beragam. Salah satu karya besarnya adalah Al-Mughni, dan yang sederhana adalah Zaadul Maisir, serta yang paling ringkas adalah Taisiirul Bayan.

Ulumul Qur’an Abad 6 Hijriyah

Selain Ibnu Al-Jauzi adapula tokoh-tokoh yang memiliki kompetensi dalam bidang Ulumul Qur’an, seperti Raghib Al-Ashfahani; yaitu seorang ahli sejarah dan sastra, pakar dalam ilmu balaghah dan sya’ir. Keahliannya di bidang bahasa dan segala cabangnya tampak dalam uraian kosa kata, lafadzh, dan pengertian-pengertian yang ditunjukkannya menurut letak kata-kata dalam rangkaian kalimat yang semata-mata memfokuskan pada hakekat Al-Qur’an dan wataknya sebagai teks bahasa. Ini berarti bahwa kajian ini memperlakukan Al-Qur’an sebagai kitab agung berbahasa Arab, dan pengaruh sastrawinya yang indah. Bagi Al-Asfahani, al-Qur’an merupakan kitab yang memiliki ilmu artistika Arab yang sakral.

Adapun di antara ulumul Qur’an yang berkembang pada abad ke-6 hijriyah adalah; ilmu tafsir lughawi, naskh wal mansukh, gharibil Qur’an, mubhamatul Qur’an, ilmu qiraat, dan I’rabul Qur’an. Bahkan para tokoh dan ulama besar menghasilkan beberapa karya pembahasan ulumul Qur’an, yaitu; Funun al-Afnan fii ‘Uyuni ‘Ulumil Qur’an karya Ibn Al-Jauzi (w.597H), Al-Mufradat fii Gharibil Qur’an karya Raghib Al-Ashfahany (w.502H), Jawahirul Qur’an karya At-Thussy (w.505H), Asroru At-Tikrar fii Al-Qur’an karya Mahmud bin Hamzah bin Nasr (w.505H), I’rabul Qur’an Li Ashbahany karya Ismail bin Muhammad bin Fadhli (w.535H), Al-Iqna’ fii Qiraati As-Sab’i karya Ahmad bin Ali bin Ahmad (w.540H), I’rabul Qur’an Al-Mansub Li Az-Zujjaji karya Ali bin Husain bin Ali (w.543H), dan Ahkaamul Qur’an karya Muhammad bin Abdullah Abu Bakar (w.543H).

Baca Juga  Perbedaan Bacaan (Qira’at) dan Pengaruhnya Terhadap Makna

Ulumul Qur’an merupakan kumpulan dari seni yang indah dan pembahasan penting tentang Al-Qur’an yang ditemukan dari berbagai penelitian para ulama Islam. Seiring dengan kebutuhan penafsiran Al-Qur’an yang selalu berkembang dari waktu ke waktu, maka perlu cabang-cabang ilmu pengetahuan untuk memahami al-Qur’an pun kian hari semakin beraneka ragam.

Meski demikian, para tokoh dan ulama besar terdahulu tidak boleh dilupakan begitu saja. Perjalanan hidup dan keilmuan para ulama terdahulu hendaknya dapat menjadi teladan dan referensi bagi para akademisi khususnya dan umat muslim pada umumnya. Wallahu a’lam bisshawab.

Editor: Ananul Nahari Hayunah