Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu philosophia dan philosophos yang berarti orang yang cinta pada kebijaksanaan atau cinta pada pengetahuan. Filsafat pertama kali muncul pada abad ke-6 SM, yang diduga pertama kali digunakan oleh Phytagoras seorang matematikawan dan juga filsuf yunani. Istilah filsafat muncul karena masyarakat Yunani mengagumi kecerdasan dan menganggap Phytagoras sebagai ilmuwan yang tahu segala hal. Filsafat sendiri memiliki banyak aliran seperti: Idealisme, Rasionalisme, Empirisme, Dualisme, Positivisme, dll. Dalam artikel ini saya akan menerapkan salah satu aliran filsafat yaitu positivisme dengan Al-Qur‘an.
Apakah Itu Positivisme?
Positivisme merupakan pendekatan filsafat yang muncul sekitar pada tahun 1825, yang pertama kali digunakan oleh Saint Simon. Saint Simon merupakan seorang tokoh sosialis utopis, kemudian pendekatan positivisme dikembangkan oleh murid dari saint Simon yaitu Aguste Comte. Istilah positivisme mengacu pada dua hal yaitu, pada teori pengetahuan(epistemologi) dan pada teori akal budi manusia. Sedangkan arti dari Positivisme adalah pendekatan filsafat yang hanya mempercayai bahwa pengetahuan yang autentik adalah pengetahuan yang bedasarkan pada pengalaman nyata atau berdasarkan pada data-data empiris. Berdasarkan pendekatan positivisme, pengetahuan hanya bisa didapatkan melalui metode pengujian, yaitu pengujian dengan metode ilmiah.
Ajaran-ajaran dari positivisme seperti:
1. Dalam alam terdapat hukum-hukum yang dapat diketahui.
2. Penyebab adanya benda- benda alam (hal yang bersifat metafisis) tidak dapat diketahui (bandingkan dengan teori evaluasi Darwin) karena ilmuwan tidak dapat melihat penyebab itu.
3. Setiap pernyataan yang secara prinsip tidak dapat dikembalikan pada fakta tidak mempunyai arti nyata dan tidak masuk akal.
4. Hanya hubungan antara fakta-fakta saja yang dapat diketahui (hal-hal yang bersifat positivis) Perkembangan intelektual merupakan sebab utama perubahan sosial.
***
Adapun prosedur penelitian berdasarkan pada pendekatan positivisme seperti:
1. Observasi: meneliti dan mencari hubungan antara fakta-fakta, lalu meninjaunya dari hukum statika dan dinamika. Dari observasi dapat dirumuskan hepotesis yang akan dibuktikan.
2. Eksperimen: fenomena sosial dengan cara tertentu diintervensi oleh cara tertentu, sehingga dengan demikian dapat dijelaskan sebab-akibat fenomena masyarakat.
3. Perbandingan (komparasi): dalam sosiologi studi komparatif bisa dilakukan antara dua masyarakat atau kebudayaan (studi antropologi) atau antara dua periode dalam masyarakat tertentu (sosiologi historis).
Menerapkan Pendekatan Positivisme dalam meneliti Teks-teks Ajaran Islam
a. Dalam QS. Ali-Imran ayat 31
قُلۡ إِن كُنتُمۡ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِي يُحۡبِبۡكُمُ ٱللَّهُ وَيَغۡفِرۡ لَكُمۡ ذُنُوبَكُمۡۚ وَٱللَّهُ غَفُورٞ رَّحِيمٞ ٣١.
Artinya: “Katakanlah (Muhammad) “jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu, ” Allah Maha Pengampun, Maha penyayang“.
Dalam surat Ali Imran ayat 31 menerangkan saat zaman Nabi Muhammad Saw. Yang pada saat itu Orang-orang Yahudi dan Nasrani pada zaman nabi mengatakan bahwa mereka merupakan kekasih Allah. Begitu pula Orang-orang Quraisy yang mengaku mengikuti ajaran bapak-bapak mereka(Nabi Ibrahim) dan mereka mengakui bahwa mereka mencintai Allah Swt. Tetapi perbuatan mereka jauh untuk disebut kekasih Allah atau cinta kepada Allah. Sebab mereka masih menyembah berhala, dan tidak mau mengikuti ajaran Nabi Muhammad Saw. Karena dalam surat tersebut Allah menjelaskan apabila mereka cinta kepada Allah Swt, maka harus mengikuti ajaran Nabi Muhammad.
Dan menurut Ibnu Katsir orang yang mengaku cinta kepada Allah Swt, tetapi tidak mengikuti agama Nabi Muhammad Saw berarti itu sebuah dusta. Begitu pula jika dilihat dari pendekatan positivisme maka pengakuan cinta mereka dusta. Karena tidak melaksanakan atau tidak ada bukti bahwa mereka melaksanakan apa yang diperintah oleh Allah Swt.
Jika dikaitkan dengan zaman sekarang perbedaanya orang dahulu hanya mengaku cinta kepada Allah dan tidak mau mengakui Nabi Muhammad Saw secara terang-terangan. Sehingga wajar tidak melaksanakan perintah Nabi Muhammad. Namun orang sekarang mengaku cinta kepada Allah dan Nabi Muhammad tetapi mereka tidak mau melaksanakan apa yang diperintah oleh Nabi Muhammad Saw.
***
b. Dalam QS. An-nisa’ ayat 59.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ وَأُوْلِي ٱلۡأَمۡرِ مِنكُمۡۖ فَإِن تَنَٰزَعۡتُمۡ فِي شَيۡءٖ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمۡ تُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِۚ ذَٰلِكَ خَيۡرٞ وَأَحۡسَنُ تَأۡوِيلًا ٥٩
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya“.
Dalam Surat An-Nisa Ayat 59, Allah memerintahkan kepada orang-orang beriman untuk taat kepadanya dan Rasul-Nya, dan untuk taat kepada Ulil Amri atau pemimpin mereka. Beberapa Ulama memberikan penjelasan tentang apa itu yang di maksud Pemimpin,Pendapat Pertama dari Ibnu Abbas, Jabir Ibnu Abdullah, Hasan, Atha’ dan mujahid yang dimaksud Ulil Amri adalah Ahli Fiqih dan Ilmu.
***
Dan awal mula sebab turun ayat ini disaat Rasulullah Saw mengirim sekelompok kecil dan mendapuk Abdullah bin Hudzaifah sebagai pemimpinya. Dan Rasulullah Saw memperintahkan kelompok tersebut untuk menaati pemimpinya yaitu Abdullah bin Hudzaifah sebagi pemimpin mereka, namun suatu saat pasukan tersebut membuat marah Abdullah bin Hudzaifah, dengan kemarahan yang berkobar, maka Abdullah bin Hudzaifah menyuruh untuk mengumpulkan kayu bakar dan menyalakannya. Setelah menyala dan apinya semakin membesar maka Abdullah bin Hudzaifah meyuruh pasukannya untuk masuk kedalam api tersebut, maka pasukannya pun bingung. maka Abdullah berkata kepada pasukannya: “ Bukankah Rasulullah Saw telah menyuruh kalian untuk taat kepadaku?”. Pasukannya menjawab: “Benar”. Maka sebagian pasukannya menaati perintah itu dan sebagian lainnya menolak.
Setelah kejadian tersebut maka para pasukan melaporkan kejadian tersebut kepada Nabi Muhammad Saw, maka Nabi Muhammad Saw bersabda: “ Andaikata kalian memasuki api tersebut, niscaya kalian akan senantiasa ada dalam panasnya api hingga hari kiamat, kepatuhan hanya hanya berlaku dalam kebaikan saja”. jika dilihat dari pendekatan positivisme maka apa yang dilakukan pasukan tersebut telah melaksanakan prinsip positivisme yaitu mengikuti perintah Allah, dengan menaati Rasulullah, dan menaati Rasulullah dengan melaksanakan taat kepada pemimpinya, dan menaati pemimpin dengan melaksanakan apa yang diperintah yaitu mengambil kayu bakar, menyerahkan atau mengabarkan perselisihan tersebut kepada Rasulullah, dan melaksanakan perintah Rasulullah SAW, yaitu tidak melaksanakan perintah yang pemimpin yang berupa kejelekan.
Editor: An-Najmi
Leave a Reply