Pembentukan karakter merupakan bagian dari pendidikan nilai (values education). Melalui sekolah, usaha mulia ini menjadi mendesak untuk dilakukan. Bahkan, kalau kita berbicara tentang masa depan, sekolah juga bertanggungjawab untuk mencetak peserta didik yang unggul dalam karakter dan kepribadian. Khususnya dalam konsep pendidikan profetik.
Menurut Azumardi Azra, pendidikan Islam sebagai bagian integral dalam sistem pendidikan nasional memiliki fungsi dan peran yang strategis dalam membentuk karakter bangsa Indonesia. Wacana profetik sebenarnya telah lama berkembang baik di kalangan akademisi maupun non akademisi.
Wacana ini dilatarbelakangi oleh keprihatinan berbagai pihak melihat kondisi pendidikan Indonesia yang semakin lama semakin kehilangan identitasnya. Selain itu, juga menyikapi output dari sistem pendidikan yang belum mampu berkontribusi bagi perbaikan. Pendidikan profetik menjadi suatu alternatif solusi dalam mengarahkan perubahannya dengan bingkai acuan transendensi, humanisasi, dan liberasi.
Pendidikan model ini berupaya membebaskan dari dimensi dikotomi. Roqib menyatakan bahwa pendidikan integratif juga merupakan bagian dari aplikasi pendidikan profetik. Jadi, pendidikan integratif dan pendidikan profetik saling berkaitan. Integratif dalam ilmu, agama, dan budaya.
Pengertian Pendidikan Profetik
Pendidikan Profetik adalah proses transfer pengetahuan (knowledge) dan nilai (values) kenabian yang bertujuan untuk membangun akhlak dan moral. Serta mendekatkan diri kepada Tuhan dan alam. Sekaligus memahaminya untuk membangun komunitas sosial yang ideal (khairul ummah).
Selain itu, tercapainya intelektual, emosional, akhlak dan moral peserta didik yang dapat berkembang secara utuh. Model ini sejatinya merupakan proses untuk memanusiakan manusia. Dalam konteks ini ada dua agenda penting. Pertama, proses pemanusiaan dan kedua, proses kemanusiaan.
Proses pemanusiaan adalah sebuah agenda pendidikan untuk menjadikan manusia bernilai secara kemanusiaan. Membentuk manusia menjadi insan sejati dan memiliki semangat spiritualitas. Adapun proses kemanusian adalah sebuah agenda pendidikan untuk mengangkat martabat manusia melalui penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Serta keterampilan profesional yang dapat mengangkat harkat dan martabatnya sebagai manusia.
Konsep dasar Pendidikan Profetik
Secara definitif, pendidikan profetik dapat dipahami sebagai seperangkat teori yang tidak hanya mentransformasikan gejala sosial. Lebih dari itu, diharapkan dapat mengarahkan perubahan atas dasar cita-cita etik dan profetik.
Artinya, konsep pendidikan ini adalah proses transfer pengetahuan (knowledge) dan nilai (values) kenabian yang bertujuan untuk membangun akhlak, moral serta mendekatkan diri kepada Tuhan. Sehingga, peserta didik dapat berkembang secara utuh.
Implementasi Pendidikan Profetik
Terkait dengan penyelenggaraan pendidikan yang bersifat intelektualistik, ternyata lebih menjebak lembaga pendidikan/sekolah sebagai menara gading. Yaitu lembaga yang terpisah dari orang tua dan masyarakat. Sebab dengan sifat intelektualistik telah melahirkan kesan bahwa pengembangan kecerdasan intelektual itu memang tugas dan bidangnya guru-guru. Dengan demikian, peran dan keterlibatan orang tua atau masyarakat menjadi lebih kecil.
Konseptualisasi pilar-pilar ilmu sosial profetik pada dasarnya berangkat dari paradigma pendidikan yang integral. Yakni melakukan sintesa antara sistem pendidikan yang konsen terhadap nilai-nilai moral dan religius dengan sistem pendidikan modern yang mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan.
Dualisme sistem pendidikan yang dikotomis dalam konteks Indonesia merupakan dua sisi diametrikal antara pendidikan ala barat yang dinasionalisasi dan pendidikan ala timur yang sudah secara historis telah ada sejak nenek moyang. Pendidikan profetik dapat dikembangkan dalam tiga dimensi yang mengarahkan perubahan atas masyarakat. Yaitu humanisasi, liberasi dan transendensi.
Cita-cita etik dan profetik inilah yang seharusnya diderivasikan dari nilai-nilai yang mengakar pada budaya, ajaran agama dan nilai-nilai moral bangsa. Sehingga, pencapaian cita–cita pendidikan tidak mengorbankan jati diri bangsa.
Landasan pendidikan tersebut sekiranya diorientasikan untuk memfasilitasi terbentuknya kesadaran ilmiah dalam memformulasikan konsep-konsep normatif menjadi konsep-konsep teoritis. Pendekatan deduktif-induktif idealnya diterapkan dalam pembelajaran pengetahuan umum dan pendidikan moral. Hal inilah yang menjadi konsep dasar sebuah pendidikan profetik yang dibutuhkan pada saat ini.
Paradigma Pendidikan Profetik
Sehingga, disimpulkan bahwa, pendidikan profetik (Prophetic Teaching) adalah suatu metode pendidikan yang selalu mengambil inspirasi dari ajaran nabi Muhammad saw. Prinsip dalam pendidikan profetik yaitu mengutamakan integrasi. Dalam memberikan suatu materi bidang tertentu juga dikaitkan dengan landasan yang ada di Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sehingga tujuan baik duniawi maupun akhirat dapat tercapai.
Tiga pilar utama dalam paradigma sosial profetik yaitu, amar ma’ruf (humanisasi) mengandung pengertian memanusiakan manusia. Nahi munkar (liberasi) mengandung pengertian pembebasan. Serta tu’minunabillah (transendensi), dimensi keimanan manusia.
Proses pendidikan yang ada cenderung berjalan monoton, indoktrinatif, teacher-centered, top-down, mekanis, verbalis, kognitif dan misi pendidikan telah misleading. Tidak heran jika ada kesan bahwa praktek dan proses pendidikan Islam steril dari konteks realitas, sehingga tidak mampu memberikan kontribusi yang nyata.
Pendidikan (khususnya agama) dianggap tidak cukup efektif memberikan kontribusi dalam penyelesaian masalah. Karena itu, banyak gagasan muncul tentang perlunya melakukan interpretasi dan reorientasi, termasuk melakukan perubahan paradigma dari praktek pendidikan yang selama ini berjalan.
Penyunting: Ahmed Zaranggi Ar Ridho
Kanal Tafsir Mencerahkan
Sebuah media Islam yang mempromosikan tafsir yang progresif dan kontekstual. Hadir sebagai respon atas maraknya tafsir-tafsir keagamaan yang kaku dan konservatif.