Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Mendudukkan Kembali Posisi Perempuan dalam Al-Qur’an

Sumber: https://baktinews.bakti.or.id/

Artinya: “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.” (QS. Al-Hujurat: 13)

Prinsip Egalitarian

Salah satu tema sentral sekaligus prinsip pokok ajaran Islam adalah prinsip egalitarian. Yakni persamaan antar manusia, baik laki-laki dan perempuan. Bahkan persamaan antar bangsa, suku, dan agama. Ayat yang sudah dituliskan di atas memberikan gambaran kepada kita tentang persamaan laki-laki dan perempuan baik dalam hal spiritual (dimensi ibadah) atau dalam urusan karir (aktivitas sosial / profesional). 

Ayat tersebut juga sekaligus mengikis tuntas pandangan patriarki. Bahwa antara keduanya terdapat perbedaan yang memarginalkan salah satu di antara keduanya. Persamaan tersebut meliputi berbagai hal, misalnya dalam bidang ibadah. Siapa yang rajin ibadah, maka akan mendapat pahala lebih banyak tanpa melihat jenis kelaminnya. Perbedaan kemudian disebabkan kualitas nilai pengabdian dan ketakwaannya kepada Allah Swt.

Ayat ini juga mempertegas misi pokok Al-Qur’an diturunkan adalah untuk membebaskan manusia dari berbagai bentuk diskriminasi dan penindasan. Termasuk diskriminasi seksual, warna kulit, etnis dan ikatan-ikatan primordial lainnya. Namun sekalipun secara teoritis Al-Qur’an mengandung prinsip kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Nyatanya dalam tatanan implementasi seringkali prinsip-prinsip tersebut terabaikan.

Tafsir Surat Al-Hujurat Ayat 13

Mengulas sedikit tafsir surat 49: 13 di atas dalam perspektif tafsir Jalalain, bahwasannya;

Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, (Adam dan Hawa), kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa, (شعوب bentuk jamak dari شعب artinya tingkatan nasab tertinggi), dan bersuku-suku, (tingkatan nasab di bawah bangsa. Setelah itu ada tingkatan ‘imarah, berikutnya bathn, lalu berikutnya fakhdz, selanjutnya fashilah.

Contoh: Khuzaimah adalah nama suatu sya’b (bangsa), Kinanah adalah nama suatu kabilah Quraisy adalah nama suatu ‘imarah, Qushai adalah nama suatu bathn, Hasyim adalah nama suatu fakhdz, dan Abbas adalah nama suatu fashilah) agar kamu saling mengenal, (لتعارفوا salah satu ta’-nya dibuang. Maksudnya agar kalian saling mengenal satu sama lain, bukan untuk saling membanggakan keunggulan nasab.

Baca Juga  Diskriminasi Terhadap Perempuan; Pembangkangan Perintah Al-Qur’an

Karena, kebanggan hanya didasarkan pada takwa), sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui (kalian), Mahateliti (segala yang kalian rahasiakan).”

Melihat Konteks Turunnya Ayat

Ayat tersebut turun ketika penaklukan kota Mekah, dari Ibnu Abi Mulaikah bahwa ketika penaklukan kota Mekah, Bilal naik ke atas Ka’bah untuk mengumandangkan azan. Beberapa orang berkata, “Apakah pantas budak hitam ini azan di atas Ka’bah?” Maka yang lain berkata, “Sekiranya Allah membenci orang ini, pasti Dia akan menggantikannya”. Ayat ini turun sebagai penegasan bahwa dalam Islam tidak ada diskriminasi yang paling mulia adalah yang paling bertakwa. (HR Ibnu Abi Hatim). 

Kemudian, dewasa ini banyak sekali aktivis-aktivis perempuan, yang mengusung kesetaraan gender. Karena sejarah mencatat bahwa kedudukan dan posisi perempuan dalam struktur sosial pada masyarakat Arab pra Islam. Atau yang sering kita sebut masa jahiliah (kebodohan). Perempuan dipandang sebelah mata, seolah tidak ada harganya dan tidak lebih hanya sebagai objek seksualitas. Bahkan objek pelampiasan kekesalan oleh kaum laki-laki pada masa itu. Kemudian perempuan dianggap sebagai beban dalam strata sosial masyarakat pada saat itu.

Persoalan Gender

Persoalan gender sampai saat ini masih diperdebatkan oleh kalangan para ahli agama, akademisi, politisi bahkan ibu rumah tangga. Pola pikir yang beragam dari berbagai kalangan dan banyaknya metodologi untuk menguraikan makna gender. Maka sangat amat penting untuk memahami dasar pengertian gender itu sendiri. 

Menurut Nasaruddin Umar, persoalan kata gender merupakan kosa kata yang baru. Sehingga pengertiannya belum ditemukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Maka dismpulkan bahwa gender adalah suatu konsep untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi sosial budayanya.

Baca Juga  Rijal Tak Selalu Suami: Menafsir Ulang QS. An-Nisa Ayat 34

Sedangkan Siti Musda Mulia menerangkan bahwa gender adalah suatau konsep yang mengacu pada peran-peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan sebagai hasil konstruksi sosial yang dapat diubah sesuai dengan perubahan zaman. Jika melihat pendapat Nasaruddin Umar dari perspektif kondisi sosial budaya kaum perempuan di masa sebelum dan sesduah Nabi Muhammad Saw., adalah berbeda. Bahkan perbedaan itu sampai masa kini semakin jauh. 

Islam dan Semangat Keadilan Gender

Maka, ketika melihat beberapa pendapat yang diuraikan kedudukan laki-laki dan perempuan itu sama dalam beberapa aspek. Pertama, aspek hidup. Kedua, aspek ibadah. Ketiga, aspek penghormatan. Dari sekian banyak ayat yang menguraikan kedudukan perempuan, maka Surat Al-Hujurat ayat 13 menjadi ayat yang paling kuat tamengnya dalam menghargai harkat dan martabat perempuan. Sehingga kedudukan perempuan bisa disetarakan dengan laki-laki dalam aspek-aspek tertentu yang sudah disebutkan tadi. 

Dalam ayat lain juga disebutkan misalnya dalam potongan surat An-Nahl ayat 97:

Artinya: “Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik…”

Ajaran Islam sangat menghormati perempuan dan mengangkat derajat perempuan. Kemudian memberi peluang kepada perempuan untuk beraktivitas sebagaimana aktivitas yang dilakukan oleh kaum laki-laki. Meski pada prinsipnya laki-laki dan perempuan itu terdapat perbedaan, tetapi perbedaan itu bukan dibedakan karena diskriminasi. Tetapi dengan semangat keadilan. Perbedaan yang dimaksud mengandung misi pokok Islam, yaitu hubungan yang damai. Religion of peace!

Penyunting: Ahmed Zaranggi Ar Ridho

Mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Cirebon Fakultas Agama Islam, Program Studi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir serta di Fakultas Hukum Program Studi Ilmu Hukum