Hari ini posisi agama tidak henti-hentinya mendapat pertanyaan dan gugatan serius. Sebab, sebagaimana jamak kita lihat hari ini, agama beberapa kali tampil dengan wajah yang menyeramkan karena seolah-olah menakut-nakuti dan membawa cemeti. Orang kemudian bertanya, benarkah agama demikian? Bukankah beragama itu membawa ketentraman dan kedamaian jiwa bagi penganut dan orang di sekitarnya?
Dalam konteks Islam hampir tidak ada perdebatan bahwa beragama pada dasarnya harus membawa kebahagiaan dan ketentraman jiwa. Tidak hanya pada diri sendiri, tapi juga pada orang lain. Sebab setiap dari kita adalah representasi Islam. Pihak lain tidak akan mampu menilai kualitas beragama kita kecuali dari apa yang kita tampilkan dalam kehidupan sehari-hari. Inilah yang berulang kali diajarkan oleh Al-Qur’an. Bahwa kita tidak cukup hanya saleh secara ritual, tapi juga saleh secara sosial.
Saleh secara sosial dapat dibuktikan dengan bagaimana cara dan adab kita berinteraksi dengan orang lain. Seorang muslim harus memberikan pengaruh dan dampak baik bagi sekitarnya. Jangan sampai orang sekitar tidak merasa nyaman dengan kehadiran kita. Kesadaran yang harus dibangun dan ditekankan dalam diri adalah bahwa kita membawa wajah Islam. Orang akan memandang Islam seperti apa tergantung pada bagaimana cara kita menampilkannya.
Jika melihat Al-Qur’an, selain hubungan kita dengan Tuhan, ia juga cukup menegaskan tentang hubungan sesama manusia. Bahkan hal ini mendapatkan porsi perhatian yang cukup besar. Allah berfirman:
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke Timur dan ke Barat itu yang disebut kebaikan, tetapi kebaikan itu adalah siapa yang beriman kepada Allah, hari kiamat, malaikat, kitab, dan nabi-nabi, serta memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, orang miskin, pengembara, peminta-minta, dan untuk memerdekakan budak; dan barang siapa yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang memenuhi janji apabila mereka berjanji; orang-orang yang sabar dalam kesulitan dan penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar, dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 77)
***
Dari ayat ini, kita dapat memahami bahwa kebaikan dalam agama bukan hanya terletak pada ibadah, tetapi juga pada bagaimana kita berinteraksi dengan orang lain. Seperti membantu anak yatim, fakir miskin dan sebagainya. Islam mendorong umatnya untuk berbuat baik, berderma, dan menunjukkan empati kepada sesama. Apalagi dalam Islam sering disampaikan bahwa kebaikan yang kita berikan bukan hanya mengisi kebahagiaan di hati orang lain, tapi juga pada hati sendiri.
Beragama yang menggembirakan juga mencakup sikap positif dalam menjalani kehidupan. Nabi Muhammad SAW adalah contoh paling teladan dalam hal ini. Beliau dikenal sebagai pribadi yang penuh kasih sayang, rendah hati, dan selalu mengutamakan kepentingan orang lain.
Hanya saja sebagian dari kita sering lupa dengan sikap Nabi Muhammad yang ini, khususnya di zaman seperti sekarang. Dalam beragama mereka lebih ingin mengikuti hawa nafsu. Akhirnya mereka terjatuh pada sikap ekstrem (ghuluw) dalam beragama. Padahal Al-Qur’an dan Nabi Muhammad telah memberikan banyak tuntunan.
Jika kita mengikuti teladan Nabi, menciptakan lingkungan yang harmonis dan penuh kebahagiaan adalah hal yang mudah. Dalam Islam, seperti ditekankan sebelumnya, kebahagiaan yang tanamkan dan berikan di hati orang lain juga berarti memberi kebahagiaan juga pada diri sendiri. Karena itu sebagai muslim kita harus senantiasa berusaha menghadirkan kemanfaatan bagi orang-orang dan lingkungan sekitar.
Selain itu beragama juga berarti menerima dan menghargai perbedaan. Dalam masyarakat yang beragam, sikap toleransi sangat penting dan dibutuhkan. Apalagi dalam konteks Indonesia yang begitu bineka. Di dalamnya tidak hanya terdapat agama Islam, tapi juga agama-agama lain seperti Kristen, Hindu, Budha dan lain-lain. Allah berfirman:
“Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah yang paling bertakwa.” (QS. Al-Hujurat: 13)
***
Dengan memahami bahwa setiap individu memiliki latar belakang dan keyakinan yang berbeda, kita dapat menciptakan suasana saling menghormati. Toleransi dan saling menghargai ini adalah salah satu kunci untuk hidup beragama yang menggembirakan.
Akhirnya kita menjadi mafhum bahwa beragama yang menggembirakan adalah tentang bagaimana menjalani kehidupan dengan iman yang kuat, berbuat baik kepada sesama dan menghargai perbedaan. Dengan demikian, agama dapat menjadi sumber kebahagiaan dan kedamaian, bukan hanya bagi diri sendiri, tetapi juga bagi orang lain. Mari terus jadikan ajaran agama sebagai pedoman untuk hidup yang lebih menggembirakan dan bermakna.
Penyunting: Bukhari
Leave a Reply