Banyak informasi berseliweran akhir-akhir ini; banjir bandang yang terjadi di Kalimantan Selatan, banjir longsor di daerah Tapango, Polewali Mandar, dan gempa 5,9 sampai 6,2 SR yang terjadi di Kabupaten Majene, Sulawesi Barat. Membuat banyak warga panik, mengungsi ke tempat yang terasa aman, kehilangan tempat tinggal, kediaman, lahan pekerjaan, penghasilan, dan barang berharga milik mereka.
Tak tahan membaca komentar teman-teman di beberapa media sosial dengan situasi yang belum bisa ditebak (sejak artikel ini ditulis). Keluarga yang rumahnya ambruk di sekitaran pusat gempa, keluarga yang rumahnya terendam banjir bandang, keluarga dan teman-teman yang sementara dalam pengungsian dengan perlengkapan apa adanya, tak ayal kantor gubernur Sulbar dan beberapa gedung tinggi lainnya ikut ambruk.
Tak bisa berbuat banyak melihat mereka kecuali bisa berserah diri kepada Allah dengan berdoa karena-Nya, karena hanya Allah yang tahu segalanya. Semoga bencana dan cobaan ini berlalu segera dan tak ada lagi bencana susulan yang bisa merusak dan memporak-porandakan.
Yang pastinya, bahwa segala bentuk kejadian dan peristiwa yang terekam dan telah terjadi tidak ada yang sia-sia disisi Allah kecuali ada nilai dan hikmah yang disampaikan.
***
Teringat dalam sebuah riwayat hadis tatkala Rasulullah SAW menemui para sahabatnya, Rasulullah menyapa mereka, “Apa kabar kalian wahai teman-teman?“. Para sahabat menjawab: ” Alhamdulillah kami dalam keadaan beriman kepada Allah SWT.” Rasullulah merespon kembali dengan pertanyaan kedua: “Apa tandanya bila kalian beriman kepada Allah SWT?”. Sahabat pun menjawab dengan menyampaikan tiga hal.
Pertama: Kami bersabar bila ditimpa sebuah musibah.
Kedua: Kami bersyukur atas nikmat keluwesan dan kelapangan yang diberikan oleh Allah SWT.
Ketiga: Kami menerima segala apa yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.
Rasulullah SAW pun langsung menimpali mereka: “Kalau begitu, demi Tuhan sang pemilik Ka’bah kalian benar-benar orang mukmin.“
***
Hidup ini memang merupakan sebuah ujian dan cobaan. Dalam QS. Al-Mulk di ayat kedua difirmankan bahwa “Allah SWT menciptakan kematian dan kehidupan hanya untuk menguji siapa diantara hamba-hamba-Nya yang paling bagus amalannya”.
Sebuah intan permata atau batu cincin tidak akan nampak nilainya dan elok dipandang mata kecuali setelah ditempa dan diuji kesekian kalinya. Begitupun nilai seorang hamba pun tidak akan nampak kadar keimanannya sebelum mereka diuji oleh kegelisahan, kegundahan, bencana, ujian, cobaan dan lain-lain.
Dalam ajaran tasawuf, maqam seorang salik (penempuh jalan sufi) akan berpindah ke maqam selanjutnya (naik tingkat) yang lebih tinggi bilamana ia sukses melakoni ujian keimanan terhadap dirinya. Pun dengan cobaan ini menjadi etape pertama yang harus dilalui untuk membuktikan kualitas iman kita terhadap sang Mahaperkasa Allah SWT untuk sampai ke etape selanjutnya. Tentunya dengan menjadikan sabar sebagai dasar pijakan dengan kerelaan hati dalam menerima ketetapan dari-Nya.
Seorang ahli Makrifat mengungkapkan bahwa Sabar itu memiliki tiga tingkatan:
Pertama: sabar tingkat Tabi’in
Yaitu sabar dengan tidak mengeluhkan apapun yang dialami, seperti kesabaran manusia pada umumnya.
Kedua: sabar tingkat Zahidin (zuhud)
Yaitu sabar dengan menerima segala ketetapan Allah, seperti kesabaran orang yang tidak memperdulikan masalah duniawi.
Ketiga: sabar tingkat Shiddiqin
Yaitu sabar dalam pengertian menghadapi semua musibah dengan kerelaan hati karena semua itu merupakan datangnya dari Allah SWT, seperti kesabaran orang-orang yang benar dalam imannya dan sadar akan keberadaan Tuhan dalam setiap peristiwa.
Dalam melihat peristiwa banjir bandang, banjir longsor dan gempa bumi ini, seperti apa diri kita menyikapi dan melihat realitasnya? Akankah kita mengeluhkan tanpa menghadirkan Tuhan dalam diri sebagai pengatur alam raya ini? Ataukah rela menerima ketetapan yang telah dihadirkan dengan menghadirkan Tuhan bahwa semuanya hulu dan muaranya dari-Nya?
Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun, sesungguhnya kita merupakan milik Allah dan akan kembali pulang kepada-Nya.
Mari menimbang diri masing-masing, menakar sampai dimana posisi dan tingkat keberapa sifat sabar kita dalam melakoni ujian dan cobaan ini?
Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW yang berpesan: “Beribadahlah kepada Allah dengan senang hati. Jika kamu tidak mampu maka hal yang terbaik bagimu adalah bersikap sabar menghadapi nasib yang tidak kamu sukai.”
Majene, 15 Januari 2021
Editor: Ananul
Leave a Reply