Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Membincang Perlindungan HAM Terhadap Minoritas Seksual

Seksual
Sumber: https://www.shutterstock.com/

Berdialog mengenai seksual pasti berdiskusi tentang kehidupan manusia seutuhnya. Seksualitas telah berlangsung secara turun temurun serta memiliki usia panjang selama peradaban manusia. Timbulnya seks tidak lepas dari kehendak hasrat biologisnya. Sebab manusia makhluk ciptaan yang sangat indah (asani at-taqwim). Pada saat yang sama juga selaku makhluk yang aneh. Manusia yang menjadi teka-teki untuk dirinya sendiri serta orang lain.

Hak Asasi Manusia atau biasa kita kenal dengan sebutan HAM. Satu hak dasar yang melekat pada diri manusia karena sifatnyayang kodrati sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa. Meski setiap orang mempunyai kebangsaan, kategori kelamin, kebangsaan ataupun agama yang berbeda. Ia berhak memperoleh hak tersebut tanpa memandang status apapun. Hak-hak atas asasi manusia tersebut yang sifatnya universal atau tidak bisa diingkari oleh setiap orang.

HAM Minoritas Seksualitas

Hal tersebut tertuang di dalam Undang-Undang Dasar 1945 atau Instrumen Hak Asasi Manusia Internasional. Sangat banyak hal yang perlu kita ketahui di dalam hak asasi manusia yang perlu dilindungi seperti hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Hak atas hidup serta hak mempertahankan hidup dan kehidupannya. Serta hak memiliki keturunan, hak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang. Selain itu hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Pasal 19 serta 20 dari Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia serta pula pasal 19, 21 serta 22 Perjanjian PBB II menjamin hak seluruh orang dalam perihal kebebasan berkomentar serta berekspresi, berkumpul secara damai serta berserikat. Ini merupakan hak- hak bawah untuk warga sipil serta proteksi untuk seluruh pembela hak asasi manusia, yang mana negeri harus melindungi, tanpa diskriminasi terpaut dengan orientasi intim ataupun bukti diri gender.

Baca Juga  Peluang Besar Berdakwah Melalui Tulisan

Perihal ini membagikan isyarat buat mencabut undang-undang antipropogada”, larangan campur tangan sewenang-wenang serta proteksi hak buat mengambil bagian dalam penerapan urusan publik dengan membenarkan kalau LGBT serta organisasi yang membela hak-hak mereka diberdayakan serta setelah itu dapat lebih gampang berpartisipasi dalam kehidupan ekonomi, sosial dan politik. Kebebasan berkumpul di mari mengacu pada seluruh tipe pertemuan baik publik ataupun individu, tercantum demonstrasi, parade serta pawai.

Fenomena LGBT

Sebagaimana yang termaktub dalam pasal 25 DUHAM berbunyi: “Setiap orang berhak atas tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya, termasuk hak atas pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan, berhak atas jaminan pada saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi janda,duda, mencapai usia lanjut atau keadaan lainnya yang mengakibatkannya kekurangan nafkah yang berada di luar kekuasaannya”.

Permasalahan yang ada negara Indonesia pada tahun 2021 ialah Hak atas rasa nyaman serta Hak atas Kebebasan guna berkumpul serta Berserikat Komunitas LGBT ini menjadi diskursus yang terkemuka saat ini.  Dalam hal ini negara memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan hak asasi seluruh masyarakat negara Indonesia tanpa membedakan suku, agama, tercantum kalangan minoritas serta kelompok rentan tercantum LGBT.

Sistem hukum indonesia Dalam Pasal 27 International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) disebutkan kalau Hak kelompok minoritas butuh memperoleh perlindungan eksklusif. Perihal ini berarti di sesuatu negeri yang ada minoritas tidak bisa dipungkiri hak-haknya. Indonesia selaku salah satu negeri yang meratifikasi ICCPR butuh mencermati kelompok minoritas seksual yang terdapat tercantum dalam perihal ini merupakan kelompok Lesbian, Gay, Biseksual, serta Transgender atau LGBT yang rentan terhadap diskriminasi apapun wujud gender mereka.

Baca Juga  Tiga Peristiwa Besar Bersejarah pada Bulan Ramadhan

Nabi Luth

Mencermati kisah dari Nabi Luth yang dikisahkan dalam Al-Qur’an adalah homoseksual antara sesama laki-laki yang biasa kita kenal dengan sebutan liwāṭh. Dalam kisah simboliknya, perbuatan yang sempat dicoba dikalangan yang durhaka terhadap seruan Nabi Luth a.s. Homoseksual (liwāṭh) serta yang berkaitan dengannya ialah perbuatan keji serta tercantum dosa besar.

Homoseksual pula tercantum salah satu perbuatan yang mengganggu faktor etika, fitrah manusia, agama, dunia, apalagi mengganggu kesehatan jiwa. Allah Swt sudah mengancam homoseks dengan siksa yang optimal. Allah Swt sudah membalikkan bumi terhadap kalangan Luth yang sudah keterlaluan melaksanakan penyimpangan seksual.

Pandangan Majelis Ulama Indonesia

Hukum Islam juga menuturkan jika homoseksual antara sesama laki-laki dituturkan dengan sebutan liwath. Homoseksual (liwāṭh) serta yang berkaitan dengannya ialah perbuatan keji serta tercantum dosa besar. Homoseksual pula tercantum salah satu perbuatan yang mengganggu faktor etika, fitrah manusia, agama, dunia, apalagi mengganggu kesehatan jiwa. Allah Swt sudah mengancam homoseks dengan siksa yang optimal.

Sehingga Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan Fatwa MUI No. 57 Tahun 2014 tentang lesbian, gay, sodomi, serta pencabulan dengan tegas MUI memfatwakan jika pelaksana sodomi
(liwāṭh) baik lesbian ataupun gay hukumnya ialah haram serta menggambarkan wujud kejahatan, dikenakan hukuman ta’zir yang tingkatan hukumannya dapat optimal hingga pada hukuman mati. Demikian pula dalam perihal korban dari kejahatan (jarimah) homoseksual, sodomi, serta pencabulan anak-anak, pelakunya pula dikenakan pemberatan hukuman sampai hukuman mati.

Berkenaan dengan pembedahan terhadap kelamin ataupun transgender hingga Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Musyawarah Nasional II Tahun 1980, sudah menghasilkan Fatwa tentang “Pembedahan pergantian atau penyempurnaan kelamin”. Dalam fatwa tersebut terdapat tiga perihal yang diputuskan ialah:

Baca Juga  Perubahan Perilaku Perspektif Al-Qur’an

Tiga Fatwa MUI

Pertama, merubah jenis kelamin laki-laki menjadi wanita ataupun sebaliknya hukumnya haram. Sebab berlawanan dengan Al-Qur’an sebagai pesan dari Q.S Annisa’ ayat 19 serta berlawanan pula dengan jiwa syara’.

Kedua, orang yang kelaminnya diubah maka kedudukan hukumnya jenis kelaminnya sama dengan kategori kelamin semula saat sebelum diganti.

Ketiga, seseorang khuntha (banci) yang kelaki-lakiannya lebih jelas boleh disempurnakan kelaki-lakiannya. Demikian pula kebalikannya, serta hukumnya jadi positif (pria).

Dari penjelasan di atas dapat kita ambil kesimpulan dan perlu digarisbawahi. Larangan homoseks serta lesbian yang disamakan dengan perbuatan zina dalam ajaran Islam. Bukan hanya berbicara tentang HAM dalam pengakuan atau melegalkan terhadap orientasi seksual mereka yang menyimpang. Melainkan, mengganggu kemuliaan serta martabat kemanusiaan. Namun resikonya lebih jauh lagi yakni bisa memunculkan penyakit kanker kelamin, AIDS, serta sebagainya. Bahwasannya sudah menjadi keniscayaan bagi kelompok LGBT untuk mendapatkan hak-hak asasi mereka. Yaitu berupa jaminan perawatan atau pengobatan terhadap penyakit LGBT tersebut.