Pada Senin (24/8) Program Studi Ilmu Hadis IAIN Sultan Amai Gorontali bersama Akurat Idea mengadakan webinar daring dengan tema “Mengantisipasi Matinya Kepakaran Tafsir di Era Disrupsi.” Webinar ini mendatangkan pembicara Dr. Phil. Sahiron, Dosen Tafsir UIN Sunan Kalijaga Jogyajarta; Dr. Misbahuddin, Kaprodi Ilmu Hadis IAIN Sultan Amai Gorontalo; dan Hepni Putra, Dosen Tafsir IAIN Pontianak.
Diskusi ini menggunakan media Zoom, dan disiarkan secara langsung melalui YouTube dan Instagram. Kegiatan yang dimulai pukul 09.00 WIB ini diikuti oleh ratusan peserta dari seluruh Indonesia. Para peserta terdiri dari akademisi dan pengamat studi tafsir dan hadis.
Dr. Abdul Muid, yang bertugas menjadi moderator menyebut bahwa sebelum matinya kepakaran, ada banyak kematian di era disrupsi. Misalnya, kematian jenis kelamin. Ia mengatakan bahwa sekarang jenis kelamin tidak hanya laki-laki dan perempuan, tapi sudah menjadi sangat bias seperti LGBT.
Sahiron menyebut bahwa ketika informasi sangat mudah diakses, hal itu mempengaruhi kepakaran terhadap suatu ilmu secara umum. Maka, kepakaran menjadi semu karena siapapun bisa mengakses informasi.
“Di satu sisi masyarakat mendapatkan kemudahan, di sisi lain kita tidak lagi begitu cepat melihat siapa yang pakar. Semunya kepakaran dalam bidang tafsir diakibatkan oleh perkembangan teknologi,” ujarnya melalui Zoom.
Ia juga menyebut bahwa pembacaan Alquran melalui terjemahan menyebabkan pemahaman yang tekstual. Banyak orang yang menyimpulkan suatu ajaran tanpa mengetahui ushul fiqh, ulumul quran, dan ulumul hadis. Hal ini menjadi bermasalah ketika mereka membaca dalil-dalil yang mutasyabihat.
“Ayat-ayat seperti peperangan membutuhkan perangkat ilmu untuk membaca,” jelasnya.
Sementara itu, Misbahuddin menyebut ada kegelisahan intelektual bagi orang-orang yang berjuang di bidang pendidikan, dalam satu bidang keilmuan, tiba-tiba harus berhadapan dengan sesuatu yang serba asing. Yang ia maksud adalah seorang pakar yang berhadapan dengan dunia maya.
Hepni Putra, sebagai pembicara terakhir mengatakan bahwa di era disrupsi, semakin banyak bermunculan pakar-pakar baru yang bermodalkan Google. Hal ini memiliki beberapa pengaruh, seperti hilangnya kepakaran.
“Semua orang merasa tahu lebih banyak dari yang lainnya. Sehingga, banyak orang merasa mempunyai kesetaraan keilmuan. Walaupun ia tidak pernah repot-repot kuliah, mereka merasa sama dengan seorang professor,” jelasnya.
Reporter: FA
Leave a Reply