Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Memanfaatkan Masa Muda dalam QS. At-Tin Ayat 4-6

at-tin
Sumber: https://www.bosch-stiftung.de

Anggapan bahwa masa muda adalah masa yang labil, tidak sepenuhnya harus ditelan mentah-mentah. Sebab jika mengambil kisah-kisah dalam al-Qur’an, hal tersebut terbantahkan dan justru jika merujuk Al-Qur’an hanya terdapat aura positif bahwa seyogyanya masa muda menjadi masa yang produktif dan energik dalam beramal saleh. Sebagaimana spirit surat At-Tin.

Sebut saja kisah nabi Ibrahim ketika menghancurkan berhala raja Namrud di usia yang sangat muda, al-Qur’an menyebutnya dengan kata “fata” dalam surah al-Anbiya ayat 60. Kemudian pemuda ashabul kahfi yang al-Qur’an menyebut mereka dengan “fityah” (jama’ dari fata) dalam surah al-Kahfi ayat 13. Dan masih banyak lagi penyebutan pemuda lainnya dalam al-Qur’an. Inti dari al fata adalah gambaran kiprah para pemuda yang berhasil menjadi figur yang patut diteladani pemuda di sepanjang masa.

Tafsir Surah At-Tin Ayat 4-6

Allah swt berfirman dalam surah at-Tin ayat 4-6:

لَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ فِيْٓ اَحْسَنِ تَقْوِيْمٍۖ ثُمَّ رَدَدْنٰهُ اَسْفَلَ سٰفِلِيْنَۙ اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ فَلَهُمْ اَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُوْنٍۗ

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.” (QS. At Tiin: 4-6).

Dalam tafsir Ibnu Katsir, ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan ayat di atas. Pendapat pertama, bahwa manusia diciptakan dalam bentuk sebaik-baiknya yang sempurna. Kemudian ia akan masuk dalam neraka. Pendapat ini dipegang Mujahid, Abul ‘Aliyah, Al-Hasan Al-Bashri, Ibnu Zaid dan lain-lain. Selanjutnya, bahwa manusia diciptakan dalam keadaan kuat ketika muda lalu dikembalikan di usia tua dalam keadaan lemah. Pendapat ini dipegang Ibnu ‘Abbas dan ‘Ikrimah, dan lain-lain (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 7: 601). Dengan kata lain, pendapat kedua menuturkan bahwa maksud ayat di atas adalah masa manusia akan dikembalikan di masa-masa tidak semangat untuk beramal (tua renta) setelah sebelumnya berada di masa semangat untuk beramal.

Baca Juga  Tafsir QS. Adz-Dzariyat Ayat 15-18: Balasan Bagi Orang Bertaqwa

Di dalam tafsir Jalalain, yang dimaksud “asfala safilin” adalah merupakan kata kiasan bagi masa tua, karena jika usia telah lanjut kekuatan pun sudah mulai melemah dan pikun. Dengan demikian ia akan berkurang dalam melakukan amal, berbeda dengan ketika masih muda; sekalipun demikian dalam hal mendapat pahala ia akan mendapat imbalan yang sama sebagaimana di masa muda. Kemudian Imam Jalaluddin mendasarkannya pada suatu hadis bahwa apabila orang mukmin mencapai usia tua hingga ia tidak mampu lagi untuk mengerjakan amal kebaikan, maka dituliskan baginya pahala amal kebaikan yang biasa ia kerjakan di masa mudanya dahulu. Hadis ini pun juga dinukil oleh Abu Hayyan dalam kitab tafsirnya (lihat Al-Bahrul Muhit, X/504).

***

Wahbah Az-Zuhaili merajihkan pendapat di atas, beliau dalam tafsirnya menukil perkataan Ibnu ‘Abbas, maksud dikembalikan kepada asfala safilin yaitu sekelompok orang yang dikembalikan pada umur paling lemah di masa Rasulullah. Mereka ditanya takkala akalnya menjadi lemah dan bodoh (pikun). Oleh karena alasan mereka, kemudian Allah menurunkan ayat ini, bahwa tetap bagi mereka pahala, seperti pahala amal mereka sebelum  hilangnya akal (Tafsir Al-Munir, XXX/304).

Terlepas dari perbedaan pendapat mengenai makna ayat di atas, setidaknya pendapat terakhir menyiratkan pentingnya memanfaatkan masa muda. Bahkan, pendapat tersebut menegaskan bahwa masa muda yang dipenuhi dengan amalan kesalehan akan mempengaruhi masa tuanya. Hal ini dapat dilihat dari maksud lafaz “ajrun ghairu mamnun” (pahala yang tidak terputus) yang ditafsirkan sebagai imbas dari masa muda yang produktif beramal. Artinya, masa tua yang mengalami penurunan kemampuan beramal tetap mendapatkan pahala sebagaimana semangat beramal seseorang di masa muda.

Dalil tentang Masa Muda

Selain ayat di atas, ada banyak hadis yang turut menguatkan betapa pentingnya memanfaatkan masa muda. Diantaranya hadis Rasulullah saw berikut.

Baca Juga  Hikmah Isra Mikraj: Nabi Muhammad dan Tahun Kesedihan

“Tidak akan bergeser kaki manusia di hari kiamat dari sisi Rabbnya sehingga ditanya tentang lima hal: tentang umurnya dalam apa ia gunakan, tentang masa mudanya dalam apa ia habiskan, tentang hartanya darimana ia peroleh dan dalam apa ia belanjakan, dan tentang apa yang ia amalkan dari yang ia ketahui (ilmu).” (HR. Tirmidzi).

Dalam hadis lain, Rasul mengagumi pemuda yang tidak memiliki shabwah, yakni pemuda yang tidak mengikuti hawa nafsu dan terbiasa dalam kebaikan (lihat HR. Ahmad 2/263). Tak hanya itu, bahkan diantara golongan manusia yang akan dinaungi oleh Allah dalam naungan (Arsy-Nya) pada hari yang tidak ada naungan (sama sekali) kecuali naungan-Nya adalah seorang pemuda yang tumbuh dalam ibadah ketaatan kepada Allah (HR. Bukhari Muslim).

Masa muda adalah masa beramal saleh, bukan menunda-nunda beramal. Bahkan seorang pemuda yang masih berusia 12 tahun (Ibnu Umar) diberi pesan filosofis oleh Rasulullah seusai menepuk pundak pemuda itu, jadilah di dunia ini sekaan engkau adalah pengembara (HR. Bukhari). Betapa sudah semestinya kita mampu menangkap isyarat Rasulullah dari pesan itu tentang pentingnya memanfaatkan masa muda dengan sebaik mungkin.

“Jika kamu berada di sore hari, maka janganlah menunda sampai pagi hari. Jika engkau berada di pagi hari, maka janganlah tunda sampai sore. Pergunakan sehatmu sebelum datang sakitmu. Pergunakan hidupmu sebelum tiba kematianmu.” (HR. Al-Bukhari). Wallah a’lam.

Penyunting: Ahmed Zaranggi