Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Memahami Kata “Yang Serupa Tapi Tidak Sama” Dalam Al-Qur’an

سنة الله
Sumber: bentangpustaka.com

Dalam proses memahami al-Qur’an, tidak hanya dengan memahami terjemahannya saja lantas kita langsung menafsirkannya secara literal. Tidaklah demikian. Karena al-Qur’an ditulis dengan bahasa Arab dan tidak semua orang memahami bahasa Arab.

Kemudian, di dalam memahami Al-Qur’an kita juga perlu mengetahui kaidah-kaidah kebahasaan dan tafsir untuk mengerti makna dari suatu ayat. Sebagai contoh ada suatu term yang serupa tapi tidak sama maksud dari penggunaan term tersebut. Dalam hal ini contohnya term سنة الله dan تقد ير.

Memahami Makna Lafaz سنة الله dan تقد ير

Kedua term ini sama-sama dimaknai sebagai ketentuan Allah yang bersifat pasti. Namun, keduanya memiliki persamaan dan perbedaan. Kata سنة الله  terulang sebanyak 8 kali. Ia terdiri dari dua suku kata, yaitu sunnah dan Allah. Kata sunnah berasal dari kata sanna-yasunnu. Dalam penggunaannya, bisa disandarkan kepada Allah, Nabi, sahabat, dan manusia secara umum.

Sunnatullah (سنة الله) juga berarti hukmuh fi khaliqatih (ketentuan-ketentuan-Nya bagi seluruh ciptaan-Nya). Ada juga yang memahami سنة الله  sebagai thariqatu hikamtih wa thariqatu wa tha’ati (cara atau jalan yang ditetapkan atas dasar kebajikan-Nya demi terwujudnya ketaatan kepada-Nya). Sementara تقد ير dengan seluruh derivatnya disebutkan sebanyak 125 kali, baik yang mengikuti pola فَعَلَ maupun فَعَّلَ . Jika mengikuti pola فَعَلَ dan disandarkan kepada manusia, maka berarti kemampuan untuk melakukan sesuatu.

Jika disandarkan kepada Allah, maka yang dimaksudkan adalah nafy al-‘ajz (peniadaan sifat lemah). Karenanya yang dimaksud dengan ungkapan “Allah adalah qadir” adalah kekuasaan-Nya tidak tersentuh sifat lemah sedikit pun, dan didasarkan atas hikmah (kebijaksanaan). Sedangkan yang mengikuti pola  قدّ ر – يقدِّ ر – تقد ير mengandung dua arti: pertama, memberi kemampuan. Kedua, menentukan sesuatu sesuai dengan ukuran dan bentuk masing-masing berdasarkan hikmah.

Baca Juga  Empat Metode Ibnu Katsir dalam Menafsirkan Al-Qur'an

Misalnya, Allah menentukan pohon kurma berbuah kurma, bukan lainnya. Dengan demikian, taqdir Allah mengandung dua pengertian: pertama, ketentuan Allah yang terkait dengan sesuatu dalam wujud apa pun, baik atas dasar ‘kepastian’ atau ‘kemungkinan’. Inilah yang dikehendaki oleh Allah dengan firman-Nya: (apa saja yang ditetapkan oleh Allah selalu baik dan sesuai dengan kebijaksanaan-Nya). Kedua, adalah memberikan kemampuan.

Jadi, kata قدّ ر dengan berbagai derivatnya bisa dibedakan dalam enam pengertian: kemampuan yang dengannya sesuatu bisa dilakukan, lawan dari al-’Ajz (lemah), ketentuan Allah atas segala sesuatu, kekuasaan Allah dalam menetapkan sesuatu, ketentuan Allah pada zaman azali dan ukuran kepastian. Setelah menelaah beberapa pengertian kata قد ر maupun قدّ ر dengan semua derivatnya, ternyata yang bersentuhan dengan سنة الله adalah yang berarti ketetapan atau ketentuan Allah yang bersifat pasti.

Beberapa Contoh Penggunaan

Contoh term سنة الله bisa dilihat dalam ayat ini:

فَهَلْ يَنْظُرُ وْ نَ إِ لاَّ سُنَّتَ اْ لأَ وَّ لِيْنَ فَلَنْ تَجِدَ لِسُنَّتِ اللهِ تَبْ دِ يلاً وَ لَنْ تَجِدَ لِسُنَّتِ اللهِ تَحْوِ يْلاً

“Tiadalah yang mereka nanti-nantikan kecuali (berlakunya) sunnah Allah (yang telah berlaku) bagi orang-orang yang terdahulu. Maka sekali-kali kamu tidak akan pula menemui penyimpangan”. (Qs. Fathir/35: 43)

Ayat ini juga berlaku umum, meski yang dituju adalah Rasulullah. Ini bisa dilihat dari term nazir. Artinya, ayat tersebut bukan hanya ditujukan kepada pribadi Rasulullah, tetapi fungsi kerasulan beliau, yakni sebagai pemberi peringatan (nazir). Karena itulah, ayat ini tidak akan kehilangan relevansinya dalam konteks apapun.

Setelah menyimak uraian di atas, maka سنة الله dapat dijelaskan sebagai berikut: pertama, karakteristik term  سنة الله, baik yang terdapat pada ayat-ayat Makkiyah maupun Madaniyah adalah tidak berubah (la tabdil) dan tidak berpindah pada yang lain (la tahwil). Kedua, bahwa term سنة الله  pada ayat-ayat Makkiyah berarti ketetapan Allah bagi masyarakat yang kafir berupa azab isti’shal (azab yang berskala besar dan luas).

Baca Juga  Kaidah Taqdim dan Takhir Dalam Al-Qur’an

Sedangkan term سنة الله pada ayat-ayat Madaniyah mengandung beberapa pengertian: pertama, penetapan hukum halal dan haram atas dasar kemaslahatan. Kedua, sanksi sosial bagi mereka yang berjiwa munafik. Ketiga, kemenangan yang hak atas yang batil. Dari sini bisa dipahami kenapa al-Qur’an hanya menggunakan term تقد ير dalam konteks pengaturan alam raya. Jika term سنة yang digunakan, maka peluang terjadinya kekacauan akan sangat terbuka.

Agar alam raya tetap stabil, maka Allah “perlu” mengatur secara paksa dengan menggunakan term qadar. Misalnya dalam firman Allah:

وَ الشَّمْسُ تَجْرِ ي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا ذَ لِكَ تَقْدِ يْرُ الْعَزِ يْزِ الْعَلِيْمِ (38) وَ الْقَمَرَ قَدَّ رْ نَا هُ مَنَا زِلَ حَتَّى عَا دَ كَا الْعُرْ جُوْ نِ الْقَدِ يْمِ (39)

“Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan (Allah) yang Maha Perkasa, Maha Mengetahui. Dan telah kami tetapkan tempat peredaran bagi bulan, sehingga (setelah ia sampai ke tempat peredaran yang terakhir) kembalilah ia seperti bentuk tandan yang tua”. (Qs. Yasiin: 38-39).

Sedangkan untuk mengatur kehidupan manusia dalam bermasyarakat dan mengelola lingkungannya sangat tepat jika Allah memilih term سنة.

Perbedaan Makna Lafadz سنة الله dan تقد ير

Namun demikian, keduanya tetap tidak identik. Ada sisi yang sama, yakni keduanya merupakan ketentuan Allah yang pasti. Namun juga ada perbedaannya, yaitu bahwa cakupan term قد ر lebih luas dibanding term سنة الله. Qadara (قد ر) mencakup seluruh ketetapan dan pengaturan Allah SWT bagi makhluk-Nya, yang memberi penekanan pada perilaku alam. Sedangkan cakupan سنة الله hanya dikaitkan dengan perilaku manusia dalam kehidupan sosialnya. Sunnatullah (سنة الله) juga dikenal dengan “hukum kemasyarakatan”.

Baca Juga  Sekilas Mengenai Asbab al-Nuzul

Di samping itu, قد ر juga mengandung unsur “pemaksaan”. Karena itu, logika sulit menemukan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada hukum-hukum yang dibentuk oleh قد ر.Sementara itu, سنة الله juga bersifat pasti, namun objeknya adalah manusia yang karakternya sebagai makhluk mukhtarin (diberi hak untuk memilih). Di sinilah manusia bisa memilih untuk menyimpang dari aturan dengan beberapa konsekuensi yang telah diatur berdasarkan hukum kausalitas.Artinya, manusia akan mengalami suatu kondisi tertentu jika mereka merubah dari kondisi awalnya.

Sedangkan untuk mengetahui tingkat kemuliaan manusia, Allah sepertinya sengaja “menguji” manusia dengan memberikan kebebesan memilih. Karena itu, sangat tepat jika Allah memilih term سنة untuk mengatur kehidupan manusia dalam bermasyarakat dan mengelola lingkungannya.

Mengutip perkataan Az-Zarkasyi, “Harus ada batasan yang jelas yang mencakup beberapa persoalan yang berbeda-beda dan berpencar-pencar. Di sinilah pentingnya suatu kaidah, dan itulah salah satu kebijaksanaan Allah dalam mengajarkan hamba-Nya melalui al-Qur’an. Terkadang disampaikan dalam bentuk global, agar kita tidak merasa sempit (karena dengan begitu memungkinkan munculnya penafsiran-penafsiran). Sebaliknya, terkadang juga terperinci agar hati kita menjadi tenang”.

Jika demikian, memahami kaidah-kaidah penafsiran adalah hal yang sangat penting. Bahkan lebih penting dari kaidah-kaidah lainnya, sebab obyeknya adalah al-Qur’an.

Editor: M. Bukhari Muslim