Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Melirik Kembali Hikmah Bulan Muharram

bulan muharram
Sumber: https://www.freepik.com

Bulan Muharram selalu dihubungkan dengan Tahun Baru Islam. Dalam bahasa Arab, tahun baru Islam sepadan dengan kata ra’s al-sanah al-hijrīyah atau juga disebut Tahun Baru Hijriah. Ia adalah hari yang menandai dimulainya tahun baru Hijriah juga hari dimana hitungan tahun bertambah. Hari pertama tahun Islam dirayakan oleh sebagian besar umat Islam pada hari pertama bulan Muharam. Tahun Baru Hijriyah dihubungkan dengan Nabi Muhammad Saw dan pengikutnya hijrah dari Mekah ke Madinah, yang dikenal sebagai Hijrah, yang setara dengan tahun 622 M. Begitu pun, semua kewajiban agama, seperti salat, puasa di bulan Ramadan, dan ziarah, dan tanggal peristiwa-peristiwa penting, seperti perayaan malam suci dan hari raya, dihitung berdasarkan kalender Islam.

Melirik Sejarah Muharram

Hakim Muhammad Said dalam The History of The Islamic Calendar In The Light Of Hijra (2012) menyebutkan bahwa hijrah tidak hanya berarti perjalanan antara dua kota (Mekah dan Madinah) di Mekah dan Madinah) di jazirah Arab, tetapi pergerakan sejarah dari keadaan statis. Ketika Nabi Muhammad saw. mulai berangkat ke Madinah, langkahnya di permukaan menginjakkan sebuah perjalanan.  Dalam kenyataannya mereka sedang menggerakkan roda sejarah. Ketika menyaksikan gerakan ini, mereka kembali memulai perjalanan dengan tekad yang baru.

Kebutuhan untuk menguatkan administrasi kekhalifahan yang muncul pada masa Umar bin Khattâb diperlukan sebuah kalender untuk menetapkan tanggal. Khalifah, yang sangat memahami sunnah Nabi, alih-alih menetapkan standar dari kelahiran Nabi Saw, yang menandai babak baru dalam sejarah manusia, atau kematiannya yang telah membuat berat di pundak para Khalifah atau peristiwa lainnya. Namun, ia memerintahkan adopsi hijrah sebagai tanggal dasar untuk kalender Islam.

Al-Hakim meriwayatkan sebuah hadis dengan otoritas dari Ibn Syihab al-Zuhrı bahwa ketika Nabi datang ke Madinah, beliau memerintahkan pengenalan penanggalan. Hadis ini dianggap lemah dalam otoritas ahli hadis. Hadis yang otoritatif, menurut mereka, mengatakan bahwa kebiasaan mencantumkan tanggal pada akta, dokumen,dan surat juga mata uang terjadi pada masa Khalifah kedua.

Baca Juga  Review Artikel: Analisis Ayat Al-Qur’an yang Turun di Malam Hari

Al-Sakhâwî (wafat 902) dalam al-I’lân bi’l-Tawbîkh memberikan rincian tentang asal-usul kalender Islam:

“Sebuah laporan tentang otoritas ‘Abbas menyatakan bahwa tidak ada waktu penetapan di Madinah ketika Nabi Saw tiba di sana. Orang-orang mulai menggunakan penanggalan satu atau dua bulan setelah kedatangannya. Hal ini terus berlanjut hingga Nabi Muhammad Saw wafat. Kemudian, penggunaan penanggalan dihentikan, dan tidak ada penanggalan selama kekhalifahan Abû Bakr dan empat tahun pertama kekhalifahan Umar. Setelah itu, penanggalan  ditetapkan.”

***

‘Umar diriwayatkan telah bertemu dengan al-Hurmuzân. Ia adalah raja dari al-Ahwâz. Setelah penangkapannya selama penaklukan Persia, ia telah dibawa kepada ‘Umar dan menjadi seorang Muslim. Dia berkata: “Orang-orang Persia memiliki sebuah (metode) perhitungan yang mereka sebut mâhröz dan dianggap berasal dari para penguasa Sasaniyah. Kata mâhröz diarabkan menjadi mu’arrakh, dan infinitif ta’rikh dibentuk darinya. Kata ini juga digunakan dalam bentuk-bentuk lain.

Al-Hurmuzan, kemudian, menjelaskan kepada mereka bagaimana menggunakannya. Namun, Umar berkata: “Berikanlah kepada orang-orang suatu masa yang dapat mereka gunakan dalam bisnis dan yang yang memungkinkan mereka untuk menentukan tanggal yang tepat dalam transaksi yang saling menguntungkan”. Seorang Yahudi yang masuk Islam yang hadir di sana berkata: “Kami (Yahudi) memiliki perhitungan serupa yang kami anggap berasal dari Alexander”. Namun, yang lain tidak menyukai era itu, karena itu terlalu jauh ke belakang. Beberapa di antara mereka mendukung adopsi sistem kalender Persia. Akan tetapi, ada yang keberatan bahwa penggalan Persia tidak memiliki tahun dan selalu dimulai dari awal lagi dengan naiknya (naik takta) setiap raja baru.

Sebuah kesepakatan pun dicapai untuk melembagakan penanggalan dalam urusan pemerintahan Islam, yang dimulai dengan Hijrah Nabi dari Mekah ke Madinah. Tidak ada perbedaan pendapat mengenai tanggal Hijrah ini.

Baca Juga  Abu Al-Aswad Ad-Du’aliy Sang Penggagas Ilmu Nahwu
***

Hijrah bertepatan dengan keberhasilan agama (millah) Islam, seringnya kedatangan kedutaan besar, dan naiknya kaum Muslimin ke tampuk kekuasaan. Ini adalah waktu yang penuh berkah dan peristiwa yang sangat mengesankan (bersejarah). Hijrah terjadi pada hari Selasa, 1 Rabiul Awal tahun 8 Hijriah. Tanggal 1 bulan pertama tahun itu, yaitu bulan Muharram, jatuh pada hari Kamis menurut perhitungan. Setelah hal ini diketahui secara umum, maka dianggap sebagai tanggal yang benar. Namun, menurut pengamatan (hilal) dan perhitungan astronomi, hari itu jatuh pada hari Jumat.

Pengarang Nihâyatul Adrâk mengatakan bahwa hijrah digunakan dan untuk waktu-waktu berikutnya, waktu dihitung darinya. Kesepakatan mengenai hal ini dicapai pada tahun 17 Hijrah, tahun keempat kekhalifahan Umar. Hingga saat itu, setiap tahun (setelah Hijrah) dinamai sesuai dengan peristiwa utamanya, dan ini digunakan untuk tujuan penanggalan..

F Rosenthal dalam A History of Müslim Historiography (1953) menyebutkan ‘Ubayd bin ‘Umair berkata: “Al-Muharram adalah bulan Allah. Ia adalah awal tahun. Ia digunakan sebagai permulaan perhitugan tanggal. Pada bulan Muharram, Ka’bah diberi pakaian dan uang diciptakan. Ada satu hari di bulan Muharram di mana orang yang bertaubat diampuni”. Sebuah hadis tentang “bulan pertama dalam satu tahun adalah Muharram,” yang dinisbatkan kepada Muhammad muncul di dalam kitab ad-Daylami.