Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Mantik: Membedakan Kulliy Thabi’iy, Manthiqy wa ‘Aqliy

Kulliy Thabi’iy
https://www.fsalmakki.com/

Berpikir secara benar adalah sumber perilaku yang membuahkan budaya hidup positif. Saat berpikir dengan benar, daya rasional timbul secara efektif untuk sampai pada pendapat yang mendekati ketepatan. Studi tentang ilmu mantik merupakan adaptasi filsafat yang dianut bangsa Arab dalam menajamkan akal. Dalam studi ilmu mantik terdapat banyak sekali pembagian, serta pada tulisan ini, penulis akan membahas tentang kulliy thabi’iy, manthiqy wa ‘aqliy.

Apa Itu Ilmu Mantik?

Secara etimologis atau bahasa mantik berasal dari bahasa Arab nataqa yang berarti berkata atau berucap. Mantik menurut istilah adalah ilmu yang membahas tentang alat dan formula berfikir sehingga seseorang yang menggunakannya akan selamat dari berpikir yang salah. Mantik atau logika merupakan ilmu kaidah berpikir yang dirintis pertama kali oleh Aristoteles dan mulai berkembang di dunia Islam pada masa Umayyah.

Kedatangan logika di dunia Islam mendapat tanggapan yang beraneka ragam. Ada yang apresiatif dan mengembangkannya lebih jauh dengan cara menafsirkan dan menyempurnakannya, tetapi ada juga yang menolak dan menganggapnya bid’ah. Ilmu mantik atau logika mempunyai banyak istilah. Al-Farabi dalam kitabnya al-Awsath al-Kabir dengan “pengukur akal” (mi‘yar al-aql). Ibn Sina menyebutnya “ilmu alat” al-‘Ilm al-Ali, sementara al-Ghazali menyebutnya dengan pengukur ilmu (mi’yar al-ilm).

Suhrawardi dalam kitabnya Hikmah al-Isyraq menyebutnya dengan istilah “kaidah berfikir” (dlawabith al-fikr). Kemudian al-Syirazi dalam kitab Al-lam’at al-Masyriqiyyah menyebutnya dengan istilah ilmu timbangan (al-mizan), ilmu ukur (al-qisthas) dan alat penemuan (al-idraki). Sementara banyak juga ulama yang menyebut mantik dengan “cabang pemikiran” dan “ilmu tentang kaidah-kaidah mencari dalil”. Sederhananya, bahwa ilmu mantik adalah ilmu yang membahas tata aturan berpikir benar berkenaan dengan objek pikir untuk memperoleh kebenaran.

Baca Juga  Ibn Taimiyyah dan Kristen-Islam Abad ke-20

Mengenal Kulliy Secara Umum

Secara sederhana, kulliy adalah makna yang bersifat umum, atau dalam bahasa ilmiah, kulliy adalah mafhum yang bersifat universal. Muhammad Ridha al-Muzhaffar menjelaskan bahwa kulliy adalah suatu mafhum yang bisa berlaku bagi lebih dari satu individu (al-mafhum al-ladzi la yamtani’ shidquhu ‘ala aktsar min wahid). Dalam pengertian lain, kulliy merupakan lafaz atau mafhum yang bisa berlaku bagi banyak individu, sekalipun hal tersebut hanya ada dalam bayangan (ma la yamtani’ shidquhu ‘ala katsir walau bil fardh).

Pembagian Lafadz Kulliy

Lafadz kulliy dibagi menjadi lima, yakni spesies, genus, differentia, sifat khusus, dan sifat umum, disebut juga sebagai lima predikat yaitu lafadz kulliy yang meliputi makna umum secara hakiki/bentuk maupun bagian juz’iy. Dalam lima klasifikasi lafadz kulliy berikut penjelasannya;

  • Spesies

Spesies adalah kumpulan golongan-golongan atau bagian-bagian penyusun hakikat sesuatu yang mengarah pada hakikat itu sendiri.

  • Genus

Genus adalah (kumpulan golongan-golongan yang berbeda bentuk) umpamanya pengertian hewan memuat golongan-golongan manusia dan hewan-hewan lainnya seperti singa, bebek, dan kuda jantan –maka disebut bentuk/hakikat yang berbeda- sehingga hakikat/bentuk kuda betina bukan seperti hakikatnya manusia dan demikian pula kata disebut kulliy karena memuat isim, harf, dan fi’il dan ia memiliki bentuk/ hakikat yang berbeda maka isim menunjukkan makna tanpa menyertai waktu.

  •  Differentia

Differentia atau fashl adalah sifat hakikat atau kumpulan sifat-sifat yang membedakan satu spesies dengan bagian spesies lainnya yang termasuk dalam satu jenis/genus.

  • Sifat Umum

Aradh ‘am atau sifat umum adalah kumpulan yang keluar dari hakikat golongannya dan tidak mengkhususkan dengan satu hakikat.

  • Sifat Khusus

Aradh khaas atau sifat khusus adalah seluruh (kulliy) kekhususan dari satu macam (nau’).

Baca Juga  Konsep Bilangan dalam QS. Al-Kahfi Ayat 25

Perbedaan Kulliy Thabi’iy, Manthiqy wa ‘Aqliy

Dalam membedakan kulliy thabi’iy, manthiqy wa ‘aqliy memerlukan setidaknya satu contoh untuk memahami ketiganya, misalnya

الإنسان كلي

Artinya: Manusia itu kulliy.

Jika kita perhatikan, kalimat di atas memuat tiga unsur. Pertama kata al-Insan, kedua kata kulliy, dan yang ketiga ialah penyifatan insan dengan kulliy. Dengan kata lain, dalam kalimat tersebut kita menemukan ada yang disifati (maushuf), kemudian ada sifat (shifat), dan terakhir ialah gabungan antara sifat dengan yang disifati.

Kalau akal kita hanya memerhatikan kata insan saja, sebagai hewan yang berpikir, misalnya, dan dia berlaku bagi banyak individu, terlepas apakah dia disifati sebagai kulliy atau tidak, maka ketika itu ia dinamai kulliy thabi’iy. Ia dinamai kulliy thabi’iy karena lafaz kulliy tersebut memiliki individu yang nyata di alam fisik (‘alam al-Thabi’ah), atau alam indrawi.

Tapi jika akal kita hanya memerhatikan kata kulliy saja, sebagai mafhum yang berlaku bagi banyak individu, dalam istilah ilmu mantik, terlepas apakah yang disebut kulliy itu manusia, hewan, batu, dan lain sebagainya, maka ketika itu ia dinamai kulliy manthiqiy. Ia dinamai kulliy manthiqiy karena istilah kulliy tersebut merupakan istilah tertentu yang dibakukan untuk makna tertentu dalam ilmu mantik.

Antara Kulliy Thabi’iy dan Kulliy Manthiqiy

Karena itu, kata manusia disebut kulliy thabi’iy, karena wujud individunya ada di alam fisik, sedangkan kata kulliy itu sendiri disebut kulliy manthiqiy, karena ia merupakan salah satu istilah khusus yang dibakukan dalam ilmu mantik, dan wujudnya tidak ada di alam fisik.  Namun, jika akal kita memerhatikan penyifatan insan dengan kulliy, dalam arti menggabungkan keduanya, seperti dalam contoh di atas, sehingga terangkailah kalimat “manusia yang kulliy”, atau “manusia yang universal”, maka ketika itu kata insan tidak menjadi kulliy thabiiy lagi, tetapi sudah menjadi kulliy ‘aqliyy.

Penamaan kulliy ‘aqliy karena wujudnya hanya ada dalam akal. Memang, pada mulanya, kata insan, jika berdiri sendiri, adalah kulliy thabiiy. Tapi ketika ia disifati dengan sesuatu yang hanya ada dalam akal, yakni mafhum kulliy, maka ketika itu ia berubah menjadi kulliy ‘aqliy.

Mengapa? Karena, sekali lagi, mafhum “manusia universal” itu hanya ada dalam akal. Yang kita lihat di alam fisik itu ialah individu dari manusia, bukan keuniversalan manusia, atau manusia yang universal. Pemahaman kita bahwa manusia itu bersifat universal hanya ada dalam akal, tidak ada di alam nyata. Karena itu ia dinamai kulliy ‘aqliy.

Penyunting: Bukhari

Baca Juga  5 Manfaat Puasa Daud Menurut Medis
Mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Cirebon Fakultas Agama Islam, Program Studi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir serta di Fakultas Hukum Program Studi Ilmu Hukum