Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Makna Progresif Basmalah : Pendekatan Multi Perspektif

allah
Sumber: https://www.freepik.com/

Basmalah, Bismillahirrahmanirraim (dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang) adalah lafadz yang tidak asing lagi khususnya bagi umat Islam. Ini merupakan bagian penting yang menjadi spirit dan mewarnai aktivitas kehidupan bukan hanya dalam konteks ibadah, dimensi vertikal tetapi termasuk dalam urusan muamalah, dimensi horizontal.

Pembahasan pertama dalam buku Lentera Hati Quraish Shihab adalah tentang Basmalah. Meskipun pembahasannya sangat singkat, tidak begitu mendalam—bukan berarti pemahaman Quraish Shihab dangkal, tetapi mungkin ada pertimbangan khusus, apalagi bukunya ini adalah kumpulan tulisan—pada substansinya “mulailah segala aktivitas kita dengan mengucapkan Basmalah.”

Muhammad Yasin (2011),—dalam sebuah artikelnya—menurutnya “ jika merujuk pada sejarah, lafadz bismillah ternyata tidak hanya diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. saja, tetapi termasuk nabi-nabi sebelumnya mengamalkan bacaan ini”. Sulaiman ketika menulis surat kepada ratu Balqis kerajaan Saba, mengawalinya “dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang” (QS. An Naml/27: 30). Nabi Nuh pun memerintahkan kepada pengikutnya untuk naik ke perahu sambil berkata “ Naiklah kamu sekalian ke dalamnya dengan menyebut nama Allah…” (QS. Huud/11:41).

Sebagaimana Mubarok Ibn al-Bashari—dari artikelnya—setiap aktifitas atau kegiatan kita disarankan memulai dengan bacaan basmalah. Menurutnya hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Saw. Dalam kitab al-Jami ash-Shagir, ”setiap perbuatan yang penting yang tidak dimulai dengan ‘Bismillahirrahmanirrahim’ maka perbuatan tersebut cacat (HR. as-Suyuthi). Cacat di sini ada juga yang menyebutnya terputusnya berkahnya.

Makna Progresif Basmallah

Sebagaimana judul di atas, saya fokus untuk mencoba menemukan dan menawarkan makna progresif dari basmalah, dengan menggunakan multi perspektif. Saya tidak menyebutnya “tafsir progresif” karena kapasitas keilmuan saya masih belum mampu menyelami hal tersebut. Sebagaimana Quraish Shihab yang mengurai tafsir huruf demi huruf yang menyusun basmalah, saya sedang tidak fokus di sini. Begitupun dimensi transendental basmalah, saya tidak “mendaki”-nya tetapi kalau pun saya menyentuhnya saya hanya menariknya ke dimensi profan.

Makna progresif yang saya maksudkan dan menyentuh dimensi profan adalah bagaimana basmalah secara fungsional bisa mempengaruhi aspek psikologis subjek yang melafadzkannya. Bisa memberikan energi atau etos yang menggerakkan sehingga apa yang dilakukan secara personal bisa mencapai efektifitas dan efesiensi kerja tanpa meninggalkan aspek yang bermuara pada pencapaian kreatifitas dan akselerasi ide. Selain itu melahirkan sebuah gairah yang secara sosiologis dan antropologis berorientasi problem solver pada kehidupan sosial dan kepedulian terhadap sesama, atau lebih luas terhadap semua makhluk.

Baca Juga  Mengenal Batas Diri: Refleksi atas Sengkarut Media Sosial

Namun sebelum saya menguraikan satu per satu makna progresif yang saya maksudkan maka terlebih dahulu saya menegaskan bahwa Quraish Shihab menguraikan membaca basmalah, kita bukan sekedar mengharapkan “berkah”, tetapi kita juga menghayati maknanya, sehingga dapat melahirkan sikap dan karya yang positif. Apa yang diuraikan oleh Quraish Shihab, bagi saya, yang pertama, “berkah” bisa menyentuh dimensi transendental, meskipun saya dan kita semua bisa saja menarik ke dalam dimensi profan. Dan yang kedua “dalam menghayati maknanya”, akan menyentuh dimensi profan.

***

Dan kedua berdasarkan pemahaman saya, dan sekaligus ini bisa menjadi pintu awal untuk memasuki makna progresif yang dimaksud, adalah bahwa Allah menciptakan jin dan manusia tugas utamanya—atau Quraish Shihab menyebutnya misi mulia manusia—adalah untuk “menyembah (QS. Adz Dzaariyaat/51:56). Dalam forum-forum perkaderan saya seringkali menyampaikan bahwa makna menyembah di sini, bukan hanya bagaimana menjalankan “rukun Islam”, tetapi pada substansinya adalah “ridho Allah”.

Sesungguhnya Allah telah menciptakan “irama kehidupan” dalam diri manusia yaitu “menyembah/ridho Allah”. Ibarat musik jika “irama” dan “lagu”-nya tidak sesuai/tidak harmoni maka terjadi kekacauan. Begitupun jika manusia baik secara personal maupun kolektif melakukan aktivitas dalam kehidupan ini tidak sesuai dengan irama yang telah Allah tiupkan dalam dirinya maka, akan terjadi disharmoni bahkan bisa sampai chaos.

Pengaruh Bacaan Basmallah dalam Kehidupan

Dari hal ini saja, kita sudah bisa menemukan satu makna progresif bahwa sesungguhnya membaca basmalah selain untuk menjadikan perbuatan kita berdimensi ibadah atau dalam bingkai “ridho Allah” secara psikologis itu akan mempengaruhi mental, mempengaruhi subjek yang melafadzkan agar aspek psikis, jiwanya sejak awal sudah melahirkan harmoni, rasa senang, tenang dan bahagia. Dan Allah pun menegaskan “…Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram” (QS. Ar-Ra’du/13:28). Dalam konteks tulisan ini, sudah semakin tegas bahwa basmalah, menyebut nama Allah memberikan dampak psikologis atau memiliki korelasi positif.

Baca Juga  Imam Al-Thabari Sang Maestro Kepenulisan

Saya teringat dengan buku Quantum Learning karya Bobbi Deporter & Mike Hernacki, salah satu hal substansial yang bisa ditemukan di dalamnya bahwa kunci membangunkan raksasa (baca:otak) tidur dalam diri adalah dengan menjaga suasana hati. Meskipun Deporter dan Hernacki menegaskan untuk mengaktivasi suasana hati yang tentunya—dalam istilah saya Senang, Tenang & Bahagia (STB)—adalah dengan “harga diri”, “penghargaa”, bahkan merekomendasikan untuk mendokumentasikan dengan baik semua prestasi yang telah diraih. Namun bagi saya Islam telah mengajarkan dan memberikan kata kunci yaitu “dengan mengingat Allah”. Di sinilah relevansi basmalah atau do’a secara umum sebelum memulai sesuatu.

Membaca basmalah—sebagaimana dasar keyakinan saya terkait ayat “qauliyah”, “kauniyah” dan “insaniah” termasuk dua dimensi manusia menurut para psikolog—akan mampu melahirkan suasana hati yang STB. Dan selanjutnya ini akan mampu menundukkan, menggerakkan, memberikan energi bagi fisik terutama otak untuk bekerja secara efektif dan efesien, penuh ide cemerlang, kreatifitas, inovasi dan kerja positif.

John C. Maxwell menegaskan “sikap awal kita, menentukan lebih dari apapun juga”. bagi saya membaca basmalah untuk mengawali aktivitas memperkuat tesis Maxwell. Hal ini bisa menjadi pintu masuk bagi makna progresif basmalah untuk aspek sosiologis dan antropologisnya. Dan ini didukung oleh perspektif Ary Ginanjar (2006) dan Arvan Pradiansyah (2010).

***

Secara sederhana saya bisa mengilustrasikannya seperti ini. Pada saat kita mandi membaca basmalah, secara psikologis agar bukan hanya badan bersih tetapi jiwa kita terasa segar sehingga mampu mengaktivasi DNA positif atau melahirkan hormone positif yang bermanfaat bagi tubuh. Kemudian secara sosiologis dan antropologis bahwa kita mandi— dan sebagai makna dari lafadz basmalah yang mengawalinya—agar tubuh kita segar yang orientasinya bukan hanya pada diri sendiri tetapi termasuk kepada orang lain. Artinya kita merasa “kasihan” jika orang lain yang ada di sekitar kita terganggu, merasa kurang nyaman gara-gara badan kita bau. Jadi aktivtas mandi kita diniatkan sebagai ibadah dalam pengertian membuat orang lain merasa nyaman, senang jika berada di sekitar kita.

Baca Juga  Mengkaji Makna dan Keajaiban Lafaz “Bismillahirrahmanirrahim”

Ilustrasi mandi di atas, di dalamnya mengandung makna “memberi” dan “kasih sayang”. Bahkan—saya pernah merasakan percikan intuitif—bahwa basmalah salah satu substansi yang tersirat di dalamnya adalah bahwa ibarat “tombak” yang terdiri dari 99 nama Allah (Asmaul Husna) maka ujung tombaknya adalah “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim”. Dalam konteks kehidupan profan (atau menarik dimensi transendetal ke bawah), saya bisa ilustrasikan bahwa mungkin saja dari apa yang kita lakukan mengandung motif “ingin menjadi perkasa” (percikan dari al-Aziz) atau mungkin saja ada unsur “memaksa” (percikan dari Al Qahhaar) tetapi ingat yang diutamakan adalah sifat pemurah dan kasih sayang sebagai percikan Ar-Rahman dan Ar-Rahim-Nya Allah.

Spirit Memberi dalam Bacaan Basmallah

Jika memperhatikan buku The 7 Laws of Happiness karya Arvan Pradiansyah ada tujuh rahasia hidup bahagia. Dari tujuh rahasia itu secara garis besar dibagi menjadi tiga yaitu: intrapersonal relation, interpersonal relation, dan god relation. Sebagaimana makna basmalah menurut Ary Ginanjar adalah  mengedepankan prinsip mendahulukan memberi. Dan bagi Arvan dalam hal pencapaian kebahagiaan relasinya dengan sesama (interpersonal) kunci rahasia utamanya adalah memberi.

Ternyata—salah satunya—Teologi Al-Ma’un yang menjadi etos pelembagaan Amal Usaha Muhammadiyah sehingga selalu tampil menjadi garda terdepan dalam urusan kemanusiaan dan kebangsaan dan Teologi Al-Ashr sebagai etos pembangunan peradaban yang berkemajuan. Keduanya baik etos Al-Ma’un dan Al-Ashr dalam pandangan Zakiyuddin dan Azaki berbasis pada spirit welas asih.

Jadi marilah kita melakukan internalisasi untuk selanjutnya eksternalisasi atas makna progresif basmalah, agar bisa membangkitkan semangat dalam diri untuk memberikan banyak manfaat dalam hidup dan kehidupan secara personal dan kolektif.

Editor: AN-Najmi Fikri R

Eks Ketua Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Bantaeng. Sekarang menjabat sebagai Komisioner KPU Kabupaten Bantaeng Periode 2018-2023