Surat al-‘Ashr adalah surat yang ke-13 dari segi urutan turunnya. Ia turun sesudah surat Alam Nasyroh (al-Insyiroh) dan sebelum surat al-‘Adiyat. Ayat-ayat-nya yang disepakati berjumlah 3 ayat.
Adapun yang menjadi tema utama surat ini adalah tentang pentingnya memanfaatkan waktu dan mengisinya dengan aktifitas yang bermanfaat baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Sebab jika tidak, maka kerugian dan kecelakaanlah yang menanti mereka. (Tafsir al-Misbah, vol. 15, hal. 495).
Makna al-‘Ashr Menurut Prof. Dr. Quraish Shihab
Kata (ٱلْعَصْرِ) al-‘ashr -menurut Quraish Shihab- terambil dari kata (عصر) ‘ashara yakni menekan sesuatu sehingga apa yang terdapat pada bagian terdalam dari padanya nampak ke permukaan atau keluar (memeras). Angin yang tekanannya sedemikian keras sehingga memporak-porandakan segala sesuatu dinamai ( إعصر ) i’shar/waktu.
Tatkala perjalanan matahari telah melampaui pertengahan, dan telah menuju kepada terbenamnya dinamai (عصر) ‘ashr/Ashar. Penamaan ini agaknya disebabkan karena ketika itu manusia yang sejak pagi telah memeras tenaganya diharapkan telah mendapatkan hasil dari usaha-usahanya. Awan yang mengandung butir-butir air yang kemudian berhimpun sehingga karena beratnya ia kemudian mencurahkan hujan dinamai (المعصرات) al-mu‘shirat. (Tafsir al-Misbah, vol. 15, hal. 496).
Menurut Prof. Dr. Quraish Shihab, dalam salah satu karya tafsirnya, yakni Tafsir al-Misbah (hal. 497), jika ditinjau dari pendapat para ulama, mereka sepakat mengartikan kata al-‘Aṣhr dalam surah al-‘Ashr [103]: 1, yang berbunyi,
وَالْعَصْرِۙ
dengan ‘waktu’, hanya saja, mereka berbeda pendapat tentang waktu yang dimaksud.
***
Menurut Prof Dr. Quraish Shihab, ada ulama’ yang berpendapat bahwa ia adalah waktu atau masa dimana langkah dan gerak tertampung di dalamnya. Selain itu, ada juga ulama yang menentukan waktu tertentu, yakni waktu dimana salat Ashar dapat dilaksanakan. Adapun pendapat yang ketiga ialah waktu atau masa kehadiran Nabi Muhammad saw. dalam pentas kehidupan dunia. Adapun pendapat yang paling tepat dari ketiga pendapat tersebut, menurut Prof. Dr. Quraish Shihab adalah “waktu secara umum”.
Lebih jauh lagi, dalam hal ini Prof. Dr. Quraish Shihab mengutip pendapatnya Syekh Muhammad ‘Abduh bahwa alasan dari Allah Swt. bersumpah dengan ‘waktu’ adalah karena telah menjadi kebiasaan orang-orang Arab pada masa turunnya al-Qur’an untuk berkumpul dan berbincang-bincang menyangkut berbagai hal dan tidak jarang dalam perbincangan dan perkumpulan mereka itu terlontar kata-kata yang mempersalahkan waktu atau masa, sepertihalnya ungkapan, “waku sial” demikian sering kali didengar bila mereka gagal, atau ungkapan, “waktu baik” jika mereka berhasil.
Melalui surah inilah -lanjut Abduh- Allah bersumpah demi waktu untuh membantah anggapan mereka. Waktu adalah milik Tuhan. Di dalamnya Tuhan melaksanakan segala perbuatan-Nya, seperti mencipta, memberi rezeki, memuliakan dan menghinakan. Nah, kalau demikian, waktu tidak perlu dikutuk, tidak boleh juga dinamai sial atau mujur. “Janganlah mencerca waktu, karena Allah Swt adalah (pemilik) waktu.” (Tafsir al-Misbah, vol. 15, hal. 497).
Alasan Kata ‘Ashr Digunakan Untuk Bersumpah
Kata ‘Aṣhr dalam ayat 1 surah al-‘Ashr ini -menurut Quraish Shihab– memiliki arti waktu secara umum. Pada surah ini Allah bersumpah demi waktu dengan menggunakan kata ‘aṣhr, untuk menyatakan bahwa demi waktu (masa) dimana manusia mencapai hasil setelah ia memeras tenaganya. Hal itulah -masih menurut beliau- rahasia mengapa Allah memilih kata ‘aṣhr, yakni untuk menunjukkan waktu secara umum.
Hemat Prof. Dr. Quraish Shihab, pada surah ini Allah Swt. bersumpah demi waktu dengan menggunakan kata ‘aṣhr, untuk menyatakan bahwa demi waktu (masa) di mana manusia mencapai hasil setelah ia memeras tenaganya. Namun, sesungguhnya ia akan merugi, apapun hasil yang dicapainya itu, kecuali jika ia beriman dan beramal sholeh.
***
Adapun kerugian tersebut -masih menurut beliau- mungkin tidak akan dirasakan pada waktu dini, tetapi pasti akan disadarinya pada ‘waktu Asar’ kehidupannya, yakni menjelang matahari hayatnya terbenam. Itulah rahasia mengapa Allah memilih kata ‘aṣhr untuk menunjukkan kepada waktu secara umum. (Tafsir al-Misbah, vol. 15, hal. 497).
Lebih jauh, dalam salah satu karyanya, yakni Wawasan Al-Qur’an, beliau memaparkan pendapat Syekh Muhammad Abduh, bahwasanya alasan Allah Swt memulai surat ini dengan bersumpah,
وَٱلْعَصْرِ
adalah untuk membantah anggapan sebagian orang yang mempersalahkan waktu dalam kegagalan mereka. Tidak ada sesuatu yang dinamai dengan masa sial atau masa mujur, karena yang berpengaruh adalah kebaikan dan keburukan usaha seseorang. Dan inilah yang berperan di dalam baik atau buruknya akhir suatu pekerjaan, karena waktu selalu bersifat netral. (M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, hal. 547).
Editor: An-Najmi
Leave a Reply