Pijakan untuk berbuat positif yang dibalas pahala dalam islam amatlah luas. Allah Swt menyediakan bagi umatnya fasilitas berupa momen yang berharga dan langka. Bahkan, masyarakat Arab pada zaman dahulu rela tidak berperang guna menghormati momen istimewa tersebut. Momen tersebut dapat berupa bulan-bulan yang dimuliakan Allah Swt seperti bulan Ramadhan dan bulan yang terdapat pada istilah “Arba’atun Hurum”.
Beberapa riwayat dari Nabi Saw juga menganjurkan agar umatnya senantiasa senantiasa ber-mujahadah dan meningkatkan ibadah pada momen-momen tersebut. Dalam tulisan ini, penulis hendak menguraikan makna arba’atun hurum menurut Fakhruddin al-Razi dalam itab tafsirnya Mafatih al-Ghayb.
Mengenal Imam Fakhrudin al-Razi dan Mafatih al-Ghayb
Abu Abdillah Muhammad bin Umar bin al- Husain bin al-Hasan bin Ali at-Taimy al-Bakri al-Tabrastani Al-Razi atau biasa dikenal dengan al-Razi memiliki beberapa julukan seperti Abu Abdullah, Abu Ma’ali dan Abu Fadhl. Beliau dilahirkan di Rayy, Iran pada 25 Ramadhan 544 H. Pada masa mudanya beliau dikenal dengan penuntut ilmu yang gigih dan gemar bersafar ke berbagai negeri guna belajar kepada banyak masyayikh. Oleh karena itu, beliau mahir dalam berbagai fann ilmu, seperti bidang ushuluddin, fiqih, ilmu al-Lughah, ahli teolog (kalam) dari mazhab ahlus sunnah, ilmu sastra, filsafat, tasawuf, kedokteran, matematika, fisika, astronomi dan sebagainya.
Kitab yang beliau tulis amat banyak yang terdiri dari sekian fann ilmu. Namun, karangan beliau sampai dewasa ini yang amat masyhur yaitu kitab tafsir yang bernama tafsir al-Kabir Mafatih al-Ghaybi yang terdiri dari 16 jilid. Kitab tersebut amat dihargai ulama. Pasalnya, ia memiliki ciri khas yang tidak dimiliki kitab lain dan membahas objek dari berbagai segi. Dalam penyelesaian kitab tersebut, sebagian ulama’ berpendapat bahwa al-Razi hanya menyelesaikan tafsirnya hingga surat al-Waqi’ah, sebagian berpendapat al-Bayyinah kemudian ditulis kembali oleh Ahmad bin Muhammad bin Abi Hazmi Maki Najamuddin al-Makhzumi al-Qamuli.
Corak kitab tersebut dikategorikan sebagai tafsir bi al-ra’yi karena pendapat beliau dan kutipan-kutipan yang dinukil bersifat rasional. Namun, kitab tersebut juga menggunakan metode adabi, ilmy,dan falsafi. Apabila dipelajari lebih mendalam, kitab tersebut juga menggunakan metode tahlili dan muqaran. Dalam menafsirkan ayat al-Qur’an beliau biasa menggunakan munasabah antar ayat, munasabah antar surat, asbab al-nuzul, dan seringkali memulai penafsiran dengan kutipan-kutipan hadis nabi dan pendapat para sahabat.
Makna Arba’atun Hurum dalam Surah Al-Taubah:9[36] Perspketif Al-Razi
Bulan-bulan haram memiliki sekian keistimewaan, diantaranya adalah penyebutan istilah tersebut dalam al-Qur’an surah al-Taubah:9[36]:
إِنَّ عِدَّةَ ٱلشُّهُورِ عِندَ ٱللَّهِ ٱثۡنَا عَشَرَ شَهۡرٗا فِي كِتَٰبِ ٱللَّهِ يَوۡمَ خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَ مِنۡهَآ أَرۡبَعَةٌ حُرُمٞۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلۡقَيِّمُۚ فَلَا تَظۡلِمُواْ فِيهِنَّ أَنفُسَكُمۡۚ وَقَٰتِلُواْ ٱلۡمُشۡرِكِينَ كَآفَّةٗ كَمَا يُقَٰتِلُونَكُمۡ كَآفَّةٗۚ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلۡمُتَّقِينَ
Artinya: “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan. Dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus. Maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu. Dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.”
Istilah “Arba’atun Hurum” dalam Konteks Masyarakat Arab
Istilah “bulan” dalam konteks masyarakat Arab adalah sebuah ibarat mengenai 12 bulan dalam bulan-bulan Hijriah. Dalam tafsirnya, makna term arba’atun menurut al-Razi sebagaimana ijma’. Yaitu penyebutan 3 bulan secara berurutan dan 1 bulan lainya secaara terpisah. Bulan-bulan yan dimaksud adalah bulan Dzulqa’dah, bulan Dzulhijjah, bulan Muharram, dan satu yang terpisah yaitu bulan Rajab.
Sedangkan, makna term hurum (haram) adalah adalah perbuatan-perbuatan maksiat yang dilakukan dalam bulan-bulan tersebut akan diberikan balas lebih berat daripada biasanya. Begitu juga dengan ketaatan-ketaatan berupa ibadah dan mujahadah akan diberikan balasan lebih banyak daripada biasanya. Bahkan, dalam konteks ini masyarakat Arab memuliakan bulan tersebut. Apabila bertemu seseorang yang telah membunuh orangtuanya akan menahan untuk membalas hajatnya.
Bentuk penghormatan seorang hamba ketika melalui bulan-bulan tersebut disebutkan Nabi dalam banyak hadisnya. Seperti anjuran berpuasa dalam 10 hari berpuasa dalam bulan Dzulhijjah. Sebagaimana riwayat yang menjelaskan ketika Nabi ditanya mengenai puasa apakah yang paling afdol setelah puasa pada bulan Ramadhan. Maka jawab beliau adalah puasa yang dilakukan pada bulan-bulan Haram. Bahkan, terdapat beberapa riwayat yang menjelaskan balasan berupa kaffarat atau penghapusan dosa selama dua tahun. Yaitu dosa pada tahun lalu dan tahun yang akan datang. Puasa yang dimaksud adalah puasa yang dikerjakan pada hari Arafah, atau hari kesembilan dalam bulan Dzulhijjah. Penulis juga mengingatkan agar kita semua senantiasa mengucap kalimat tayyibah dalam bulan-bulan Haram tersebut. Hal ini guna ikhtiar meraih ridha Alah dan pahal yang sempurna. WalahuA’lamu bissawab.
Referensi:
Ceceng Salamuddin, Ternyata Shalat & Puasa Sunah Dapat Mempercepat Kesuksesan (Jakarta Selatan: Ruang Kata, 2013), 143
Abdurrahman ibn Abi Bakar Jalaluddin al-Suyuti, al-Itqan fi Ulum al-Qur’an, Vol. IV (Qahirah: Hai’ah Misriyah al-‘Ammah lil Kitab, 1974), 243.
Muhammad bin ‘Umar bin al-Husein bin al-Husein bin ‘Ali al-Tamimi al-Bakri al-Tabaristani al-Razi, al-Ma’alim Fi ’Ilmi Usul al-Fiqh (Kairo: Dar al-Ma’rifat Li al-Nasyr wa al-Tawzi’, 1998). 28
Ihwan Fauzi, “Pengawasan Pendidikan Dalam Perspektif Al-Qur’an Tinjauan Dari Perspektif Tafsir Mafatih Al-Ghaib Karya Fakhrudin Al-Razi,” AL-MARSUS: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam 2, no. 1 (Januari 2024): 68.
Muhammad bin ‘Umar bin al-Husein bin al-Husein bin ‘Ali al-Tamimi al-Bakri al-Tabaristani al-Razi , al-Tafsir al-Kabir wa Mafatih} al-Ghayb (Beirut: Da>r al-Fikr, 1981), 51-52.
Editor: Trisna Yudistira



























Kanal Tafsir Mencerahkan
Sebuah media Islam yang mempromosikan tafsir yang progresif dan kontekstual. Hadir sebagai respon atas maraknya tafsir-tafsir keagamaan yang kaku dan konservatif.