Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Mahkamah Etik Habib Rizieq, Maher At-Thuwailibi dan Nikita Mirzani

Maher At-Thuwailibi
Sumber: Bing.com

Sebelum memulai tulisan ini saya ingin ucapkan selamat datang di tanah air tercinta kepada Imam besar Habib Rizieq Shihab. Bak pahlawan, kehadiran antum disambut beratus-ratus bahkan beribu-ribu orang yang menyebabkan terjadinya kemacetan panjang di tol menuju Bandara Soekarno-Hatta. Akibatnya banyak penerbangan yang ditunda, sebab banyak penumpang yang tak bisa melanjutkan perjalanannya menuju terminal bandara.

Tak ada yang salah ketika banyak orang yang menjemput dan menyambut kehadiran antum, bahkan hal itu perlu kita apresiasi karena sebuah tanda hormat kepada seorang ulama. Namun sambutan yang dilakukan terlalu berlebihan dan merugikan banyak pihak, bahkan fasilitas Bandara Soekarno-Hatta banyak yang rusak.

Ada yang Keliru

Ada berbagai permasalahan yang harus benar-benar antum akui. Pertama, antum harus mengakui bahwa penjemputan dan penyambutan yang dilakukan terlalu berlebihan dan menyebabkan kemacetan serta menimbulkan kerumunan yang dapat menyebabkan klaster baru penyebaran covid-19. Padahal pemerintah DKI Jakarta sedang melakukan PSBB untuk memutus mata rantai penyebaran covid-19.

Kedua setelah beberapa hari berada di tanah air, antum mengadakan acara maulid nabi yang menimbulkan kerumunan serta tak ada jarak antara satu dengan yang lainnya. Penulis tidak bermaksud menghina dan mencari kesalahan antum, namun harus sama-sama kita sadari bahwa ada yang keliru pada saat itu.

Antara Habib Rizieq, Maher At-Thuwailibi dan Nikita Mirzani

Konflik yang terjadi antara Maher At-Thuwailibi, Nikita Mirzani dan Imam besar Habib Rizieq Shihab merupakan bentuk luapan emosi yang tak dapat dikontrol; yang pada akhirnya memicu konflik dan sebagai tontonan bagi seluruh masyarakat.

Konflik awal dipicu oleh perkataan Nikita Mirzani yang mengatakan bahwa “Habib” sebutan untuk “tukang obat”; serta kerumunan penjemput Habib Rizieq Shihab menimbulkan kekacauan dan kerugian bagi banyak orang. Perkataan tersebut tak sepantasnya diungkapkan walaupun kita benar-benar merasakan kerugian. Pernyataan yang dilontarkan oleh Nikita Mirzani tersebut disambut oleh Maheer At-Tuwhailibi.

Baca Juga  Sekeping Logam dari Decius hingga Depok

Maher At-Thuwailibi merasa bahwa junjungannya disudutkan dan dihina oleh Nikita Mirzani, sehingga Maher At-Thuwailibi mengunggah sebuah video. Pada awal videonya Maher At-Thuwailibi menghimbau agar ummat Muslim dan Muslim tidak menghina seorang ulama. Apalagi dia merupakan cucu dari baginda Rasulullah SAW.

Himbauan dalam video tersebut benar hendaknya seorang muslim tidak menghina muslim yang lain. Namun sangat disayangkan di akhir video Maher At-Thuwailibi melontarkan perkataan yang tidak senonoh. Perkataan itu berbalik 360 derajat dari perkataan awalnya bahwa hendaknya seorang Muslim tidak menghina Muslim lainnya. Setelah video singkat tersebut beredar luas konflik yang terjadi semakin kacau, bahkan saling ancam dan lapor-melaporkan.

Setelahnya, pada saat perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW, Habibana berceramah mengenai revolusi akhlak secara nasional yang akan dipimpin langsung oleh dirinya; namun dalam ceramahnya ada sedikit cibiran dan sindiran yang tak patas keluar dari lisan seorang habib. Ucapan yang keluar tersebut sangat disayangkan oleh banyak pihak, karena tak ucapan tersebut tak sepantasnya dilontarkan.

Revolusi akhlak yang digaungkan di awal ceramah seakan sirna karena ucapan tak senonoh tersebut. Hendaknya revolusi akhlak dimulai dari diri sendiri, revolusi akhlak itu dapat berbentuk menjaga lisan agar tidak menyakiti hati orang lain. Setelahnya revolusi akhlak secara nasional mungkin dapat digalakkan, terkhusus kepada anak muda.

***

Ungkapan yang dilontarkan oleh tiga orang tersebut tidak menunjukkan moralitas dan nilai etis yang dianut oleh bangsa ini. Pasalnya perkataan tersebut menjadi hal yang tabu untuk diungkapkan di hadapan publik. Perkataan amoral tak seharusnya dibalas dengan perkataan amoral juga, tetapi perkataan amoral harus dibalas dengan perkataan yang bermoral, sehingga masyarakat dapat menilai secara obyektif.

Baca Juga  Antara Muhammadanisme, Muhammad SAW, dan Islam

Kita berada dalam negara yang menjunjung tinggi nilai moral dan etika, serta agama yang menjunjung tinggi akhlak. Hendaknya dasar ini tetap dianut sebagai landasan dasar untuk bersosial kepada masyarakat. Jika dari perkataan kita tidak menjunjung tinggi moral, etika dan akhlak, maka masyarakat akan enggan menerima kehadiran kita.

Sebaik-baik manusia ia yang dapat menjaga lisannya.

Kata mutiara tersebut harus kita pahami secara substantif, karena pribadi seseorang dapat dianggap baik, ketika ia mampu menjaga lisannya. “Mulutmu harimaumu” peribahasa ini bermakna bahwa ketika kita tidak mampu menjaga lisan, maka kita harus siap untuk menanggung akibat yang telah kita lontarkan.

Rasulullah SAW pun pernah bersabda “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah, dia berkata baik atau diam”.

Editor: Ananul Nahari Hayunah

Muhammad Amin Azis
Mahasiwa Ekonomi Syari’ah Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Penulis memiliki minat pada kajian filsafat, keagamaan, pendidikan dan ekonomi syari’ah.