Puasa Ramadhan pada tahun ini sudah berakhir. Puasa pada tahun ini tentunya begitu istimewa, karena selain menghadapi hawa nafsu juga dihadapkan dengan tantangan pandemi Covid-19. Bagi kebanyakan umat Islam, tentu berpisah dengan bulan Ramadhan merupakan kesedihan batin tersendiri, karena pada bulan inilah semua ibadah dilipatgandakan pahalanya. Namun tentunya setelah keluar dari bulan nan suci ini diharapkan untuk menjadi manusia yang memiliki lembaran baru dengan menorehkan catatan-catatan amal kebaikkan lebih banyak ketimbang sebelumnya.
Namun ada amalan puasa setelah Ramadhan yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah kepada umat Islam, yaitu puasa 6 hari pada bulan Syawal. Sering disebut sebagai Puasa Syawal. Tentunya sunnah dari Rasulullah Saw ini memiliki banyak faedah dan ganjarannya. Berikut penulis rangkum lima faedah puasa Syawal.
1. Puasa Syawal Menggenapkan Ganjaran Berpuasa Setahun Penuh.
Dari Abu Ayyub Al-Anshari Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barang siapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari pada bulan syawal, maka ia berpuasa seperti setahun penuh” (HR. Muslim, no. 1164).
Para ulama sepakat mengatakan bahwa berpuasa seperti setahun penuh asalnya karena setiap kebaikan semisal dengan sepuluh kebaikkan. Jika kita kalkulasikan, dimana bulan Ramadhan kita berpuasa sebulan penuh itu jatuhnya sama dengan berpuasa selama sepuluh bulan (30 x 10 = 300 hari =10 bulan). Dan puasa enam hari di bulan Syawal sama dengan berpuasa selama dua bulan (6 x 10 = 60 hari = 2 bulan). (Lihat Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, 8:56)
Jadi seolah-olah jika kita melakukan puasa Syawal dan dalam catatan sebelumnya berpuasa sebulan penuh di bulan Ramadhan, maka dia seperti melaksanakan puasa setahun penuh. Hal ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Barang siapa berpuasa enam hari setelah Idul Fitri, maka dia seperti berpuasa setahun penuh. (Barang siapa berbuat satu kebaikkan, maka baginya sepuluh kebaikkan semisal.)” (HR. Ibnu Majah no.1715).
Luar biasa bukan, ini tentunya merupakan nikmat yang begitu luar biasa melimpahnya yang Allah berikan kepada umat Islam.
2. Puasa Syawal Diibaratkan Seperti Shalat Rawatib yang Dapat Menutup Kekurangan dan Menyempurnakan Ibadah Wajib
Yang dimaksud di sini bahwa puasa Syawal dapat menyempurnakan berbagai kekurangan-kekurangan yang ada pada puasa wajib di bulan Ramadhan sebagaimana shalat Rawathib yang menyempurnakan shalat wajib. Amalan sunnah yang dilakukan seperti halnya puasa Syawal. Nantinya akan menyempurnakan puasa-puasa Ramadhan yang mungkin masih terdapat banyak kekurangan.
3. Melakukan Puasa Syawal merupakan Tanda Diterimanya Amalan Puasa Ramadhan
Jika Allah SWT menerima amalan seorang hamba, maka dia akan menunjuki pada amalan saleh selanjutnya. Jika Allah menerima amalan puasa Ramadhan, maka Allah akan menunjukkan jalan kepada hambanya untuk melakukan amalan saleh lainnya, diantaranya puasa enam hari di bulan Syawal. (Lathaif Al–Ma’arif, hlm. 388)
Ini logikanya, diibaratkan seperti seseorang rajin shalat pada bulan Ramadhan (shalat musiman). Tetapi setelah Ramadhan shalat lima waktunya bolong-bolong dan lalai. Pantaskah amalan Ramadhan orang tersebut dapat diterima?
Al-Lajnah Ad-Da’imah Li Al-Buhuts Al-’Ilmiyyah wa Al-Ifta’ (Komisi Fatwa Saudi Arabia) mengatakan, “Adapun orang yang melakukan puasa Ramadhan dan mengerjakan shalat hanya di bulan Ramadhan saja, maka orang seperti ini berarti telah melecehkan agama Allah.”
4. Sebagai Bentuk Syukur kepada Allah
Apa yang patut kita syukuri? Yaitu nikmat ampunan dosa yang begitu banyak pada bulan Ramadhan. Pernah kah kita sadari betapa banyaknya limpahan rahmat yang Allah turunkan kepada bulan Ramadhan? Dimulai dengan melipatgandakan pahala, limpahan rezeki dan berbagai fadhillah di bulan Ramadhan.
Saya jadi teringat bait syai’r Arab yang cukup memiliki makna mendalam yaitu, “Jika syukurku atas nikmat Allah adalah suatu nikmat, wajib atasku untuk bersyukur pula atasnya. Bagaimana mungkin kita dapat bersyukur kecuali dengan karunia-Nya? Meskipun hari semakin panjang dan umur terus bertambah.”
Syukur itu harus diwujudkan setiap saat dan bukan hanya ketika kita mendapatkan nikmat yang amat besar. Coba direnungkan betapa banyak nikmat yang Allah berikan kepada kita selama dibulan suci Ramadhan? Maka dengan membalasnya kita melakukan puasa Syawal sebagai rasa syukur kepada Allah.
5. Menandakan Bahwa Ibadahnya Kontinu Bukan Musiman
Amalan ibadah berhenti ketika Ramadhan pergi. Itu merupakan slogan orang munafik, di mana mereka hanya shalat ketika bulan ramadhan saja dan puasa hanya ketika bulan ramadhan. Di mana yang kita ketahui bulan Ramadhan seharusnya membuat kita menjadi pribadi yang lebih optimal lagi dalam beribadah. Karena amalan seharusnya berlangsung terus selama jiwa sehatnya masih menghuni jasad.
Asy-Syibliy pernah ditanya, ”Bulan manakah yang lebih utama, Rajab, ataukah Sya’ban?”. Beliau pun menjawab, “Jadilah rabbaniyyin dan janganlah menjadi sya’baniyyin”. Maksudnya adalah jadilah hamba rabbaniyyi yang rajin ibadah di setiap bulan sepanjang tahun dan bukan hanya di bulan Sya’ban saja. Kami (penulis) juga dapat mengatakan, “Jadilah rabbaniyyin dan janganlah menjadi ramadhaniyyin.” (Lathaif Al–Ma’arif, 390)
Dalam artian lain, ini menunjukkan bahwa beribadah itu haruslah secara terus menerus sepanjang tahun hingga maut menjemput dan jangan beribadah hanya ketika bulan-bulan tertentu saja (musiman).
Penyunting: M. Bukhari Muslim
Leave a Reply