Di negara Timur Tengah seperti Mesir, Aljazair, Maroko atau Tunis, barangkali buku-buku tentang Liberal mudah sekali dijumpai. Bahkan di negara-negara ini, pemikiran liberal sudah menjadi bagian dinamika pemikiran yang berkembang pesat. Tidak sedikit tokoh-tokoh liberal yang menjadi rujukan. Sebut misalnya Hasan Hanafi, Nashr Abu Zaid, Gamal al-Banna, Al-Jabiri, Muhammad Arkoun, Fatimah Mernisi dan lainnya. Namun demikian, gerakan perlawanan dan respon terhadap pemikiran liberal di sana juga sangat kuat. Kita tidak sulit untuk menemukan tokoh-tokoh dan buku-buku yang melawan gerakan liberal ini.
Al-‘Aqliyah Al-Libraliyyah
Berbeda dengan Arab Saudi yang terkenal sangat puritan dan identik dengan gerakan pemikiran Muhammad bin Abdul Wahhab. Nampaknya dinamika pemikiran yang terjadi di Mesir dan lainnya itu tidak mudah dijumpai. Isu liberal sepertinya tidak terlalu booming dan mendapat respon yang biasa-biasa saja. Karena itu jarang sekali ada tokoh atau ulama Saudi yang secara khusus menulis permasalahan ini, menanggapi, mengkritisi atau membedah secara serius pemikiran liberal ini.
Buku al-‘Aqliyah al-Libraliyyah yang ditulis oleh Abdul ‘Aziz al-Tharifi, kehadirannya tentu menjadi menarik. Sebab ditulis oleh seorang ulama Saudi yang cukup ternama, dikenal dengan sebutan ‘Nashir al-Sunnah’. Sebagai ulama yang juga peneliti di Kementrian Urusan Keislaman, Waqaf dan Da’wah di Kerajaan Saudi, al-Tharifi merasa perlu untuk merespon serius ancaman pemikiran yang berbahaya ini. Dan buku ini pun lahir dengan judul; al-Aqliyyah al-Libraliyyah; Fi Rashfi al-‘Aql wa Washfi al-Naql.
Buku ini mendapat respon yang bagus sekali, sehingga mengalami cetak ulang. Seperti disebutkan pada website al-Tharifi sendiri buku ini menjadi buku unggulan yang paling banyak mendapatkan kunjungan dan paling sering dibaca. Tentu karena buku seperti ini memang langka ditemukan terutama pada komunitas yang mainstremnya lebih cenderung pada aliran‘wahabi’. Padahal pembahasan mengenai hal ini sangatlah penting. Karena itu ketika ada ulama yang diterima di kelompok ini, dan memiliki kafaah syar’iyyah untuk menulis dan membahasa permasalahan ini, kehadirannya mendapat respon positif.
Yang membedakan buku ini dengan buku lainnya dalam membedah pemikiran liberal adalah alur pembahasannya yang lebih sering mengutip dalil-dalil naqli dari ayat-ayat al-Quran dan hadits. Misalnya, Abdul ‘Azizi al-Tharifi dalam buku ini memberikan istilah kelompok liberal dengan istilah al-Sudawiyyah. Beliau merujuk kepada sebuah ayat dalam surat al-Qiyamah,
“Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung jawaban)?” (QS. al-Qiyamah : 36)
Menurut para mufassir yang dimaksud al-Suda adalah yang lepas dari tangungjawab. Imam Syafi’i berkata, “Sepanjang yang saya tahu, ahlu al-‘Ilm tidak berselisih pendapat terkait dengan pengertian al-Suda, bahwa yang dimaksud adalah yang tidak diperintah dan tidak dilarang.”
Arti Liberal
Jadi maksudnya bahwa orang liberal itu disebut al-Sudawiyyah karena orang liberal ingin melepaskan dirinya dari setiap perintah atau larangan yang mengikat. Apabila ia tidak mampu mengingkari perintah dan larangan tersebut secara langsung dan terang-terangan, maka ia akan berupaya menafsirkan dan mentakwilkannya dengan makna yang lain sesuai hawa nafsunya. Dan jika ia mampu menghilangkannya maka ia akan hilangkan dengan dalih yang penting esensinya, yang penting substansinya.
Pilihan term al-Tharifi ini nampaknya perlu disosialisasikan. Selain karena diambil dari al-Quran, term ini juga membuka kedok kelompok liberal yang selama ini bersembunyi dibalik jargon kebebasannya. Arti liberal itu sendiri memangkebebasan. Padanannya dalam bahasa arab disebut al-Hurriyyah.Bagi sebagian orang kata ini memang begiu mempesona, bahkan mampu menyihirnya terbuai dengan janji manis dan harapan yang terbungkus dibalik kata bebas itu sendiri.
Itulah yang menyebabkan mengapa paham ini begitu laku dijual. Mengapa begitu banyak orang terjerat dalam propagandanya. Apalagi bagi masyarakat yang hidup dalam iklim dan suasana politik otoriter yang penuh intimidasi. Gerakan liberal yang menyuarakan kebebasan ini tentu akan dimaknai sebagai dewa penolong. Dan yang patut disayangkan, ummat Islam justru menjadi bagian mayoritas yang termakan oleh provokasi dan propaganda paham ini.
Waspada Paham Liberal yang Berlebihan
Sebab kebebasan yang ditawarkan oleh kelompok liberal ini pada ujungnya adalah pembebasan dari segala bentuk ikatan termasuk ikatan agama. Hal ini tidaklah mengherankan karena gerakan liberal dalam sejarahnya muncul beriringan dengan kemunculan paham sekularisme. Dan seperti yang ditegaskan al-Tharifi bahwa yang menjadi landasan filosofis dari gerakan liberal adalah filsafat sekular. ”
Berulangkali ditegaskan oleh al-Tharifi bahwa kebebasan berfikir yang dibangun oleh gerakan liberal ini dilandaskan pada pemisahannya dari segala yang berbau agama. Ini yang tidak disadari oleh ummat Islam yang mencoba-coba meleburkan diri atau menisbatkannya pada kelompok gerakan liberal. Mereka tidak sadar kalau pada ujung-ujungnya nanti mereka akanbenar-benar melepaskan dirinya dari agamanya.
Al-Tharifi juga menguraikan tabiat dari akal manusia itu sendiri. Menurutnya, manusia tidak akan tahu sampai dimana akalnya berhenti berpikir, apalagi jika dibiarkan bebas berfantasi dan berselancar dalam alam khayalnya. Karena itu akal haruslah dibimbingoleh wahyu. Dalil-dalil naqliakan menunjuki akal dan memberi informasi perkara-perkara yang akal memang tidak mampu mencapainya.
Terkadang kelompok ini tidak menyadari jika pemikirannya itu sampai pada taraf pemikiran liar yang sendirinya sebetulnya tidak pernah memperhitungkan kemunculannya dari sebelumnya. Pernikahan sesama jenis adalah satu contoh pemikiran liberal yang berkembang dari ide kebebasan berfikir ini. Walaupun pemikirannya itu bertentangan dengan fitrahnya sebagai manusia, namun sebagai konsekwensi dari jalan kebebesan yang telah diyakininya itu, seorang liberal harus rela menerima dan mengimaninya sebagai sebuah keyakinan.Wallahu a’lam bishawab.
Editor: An-Najmi Fikri R
Leave a Reply