Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Konsep Toleransi Hamka dalam Tafsir Al-Azhar

Sumber: https://kalimahsawa.id/

Dalam ajaran Islam, toleransi agama adalah hal yang penting untuk dikaji. Karena apabila terjadi salah konsep akan mengakibatkan gagal paham terhadap nilai-nilai keimanan. Di dalam Al-Qur’an, Allah menjelaskan toleransi dalam hubungan beragama di dalam Q.S al-Kafirun ayat 1-6 yang berbunyi: “Katakanlah! Hai orang-orang kafir. Aku tidaklah menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pula menyembah apa yang aku sembah. Aku bukanlah penyembah sebagaimana kamu menyembah. Dan kamu bukanlah pula penyembah sebagaimana aku menyembah. Bagimu agamamu dan bagiku agamaku”.

Penafsiran Hamka

Hamka menafsirkan surat di atas dengan mengutip penafsiran dari beberapa mufassir. Di antaranya ada Muhammad Abduh. Ia menyatakan bahwa ayat kedua dan ayat ketiga Q.S al-Kafirun menjelaskan perbedaan yang disembah. Adapun ayat ke-empat dan ayat ke-lima tentang perbedaan cara beribadah.

“Tinggilah dinding pembatas dan dalamlah jurang di antara keduanya”, begitulah ungkapan al-Qurthubi terhadap perbedaan itu. Menurut Hamka, tauhid tidak dapat didamaikan dengan syirik, begitu pula kebenaran tidak dapat disatukan dengan kebatilan. Jika hal tersebut terjadi tentu syirik dan kebatilanlah pemenangnya. Maka di dalam akidah tidak mengenal istilah sinkretisme atau campur-aduk seperti misalnya shalat di gereja atau babtis di masjid. 

Dengan begitu, setiap pemeluk agama bebas menjalankan ritual keagamaan mereka masing-masing tanpa ada campur tangan dari pemeluk agama lain. Karena hakikat toleransi yang sesungguhnya adalah membiarkan atau tidak mengusik. Maka saat umat muslim mengucapkan selamat seraya ikut serta merayakan hari besar pemeluk agama lain, hal itu bukanlah toleransi. Toleransi yang hakiki adalah saat umat Islam justru membiarkan pemeluk agama lain merayakan hari besar mereka. Dengan catatan tidak mengganggu keberlangsungan hari besar itu.

Baca Juga  Kaidah al-Ibrah bi Umum al-Lafdz la bi khusus al-Sabab dalam Ayat Li’an

Ayat Toleransi Di Dalam Al-Qur’an

Kemudian, toleransi juga dijelaskan pada Q.S al-Baqarah ayat 62. Berbunyi: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan orang-orang yang jadi Yahudi, dan Nasrani, dan Shabi’in. Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Kemudian dan beramal yang shalih. Maka bagi mereka adalah ganjaran di sisi Tuhan mereka. Dan tidak ada ketakutan atas mereka dan tidaklah mereka akan berduka cita”.

Menurut Hamka, sejatinya ayat ini sangat menjunjung tinggi perdamaian umat beragama dengan bersikap toleran. Sungguh ayat ini bukanlah ayat yang membenarkan semua agama sebagaimana penganut paham pluralisme. Mereka menggunakan ayat ini untuk melegitimasi pemikiran mereka. Hamka menegaskan bahwa jika ada orang yang menganggap semua agama adalah sama benarnya, bahkan sekalipun anggapan itu keluar dari mulut orang Islam. Maka sesungguhnya tidaklah ada agama di dalam hatinya. Kemudian pernyataannya itu tidak sesuai dengan al-Qur’an karena “Sesungguhnya agama yang diterima di sisi Allah adalah Islam”, sebagaimana yang dijelaskan Hamka saat menafsirkan Q.S al-Mumtahanah ayat 9. 

Maka pada Q.S al-Baqarah ayat 62, Hamka menjelaskan sikap yang harus dimiliki oleh umat Islam yaitu untuk tidak merasa paling benar dan superior. Kemudian untuk tidak menghakimi pemeluk agama lain sehingga menyulut api perkelahian dan juga untuk tidak terlalu fanatik terhadap agama. Sehingga menganggap orang yang tidak seagama adalah musuh. Namun hendaknya mereka meneguhkan kembali iman mereka sehingga mencapai kepada derajat iman yang hakiki, yaitu dengan meningkatkan amal shalih. Sebab apabila terjadi pertikaian di muka bumi, diharapkan kaum agamalah yang akan menciptakan kedamaian dengan iman dan amal shalih mereka. Dengan begitu, terciptalah kesan baik terhadap agama yang akan senantiasa membawa ketenangan pada jiwa sebagai rahmatan lil alamin.

Iman Kepada Allah Dan Hari Akhir

Iman kepada Allah dan hari Akhir disertai amal shalih menurut Hamka menjadi syarat utama untuk mendapatkan ganjaran dari Allah. Dua hal tersebut tidak hanya berlaku untuk orang-orang mukmin saja, melainkan termasuk orang-orang Yahudi, Nasrani dan Shabi’ah yang menghendaki pula ganjaran dari Allah. Ketika empat golongan manusia itu beriman kepada Allah dan hari Akhir yang disertai amal shalih, bersatu mencari kebenaran dan kepercayaan, diharapkan suatu saat kelak mereka akan bertemu pada satu titik kebenaran yaitu tauhid. Satu-satunya agama yang diterima oleh Allah. Begitulah ayat ini ditafsirkan oleh Hamka yang sama sekali tidak menyamakan semua agama, karena toleransi hadir untuk menolerir perbedaan bukan persamaan. 

Baca Juga  Minimalis: Kesederhanaan Hidup dalam Al-Qur'an

Hamka menyanggah pandangan ulama yang mengatakan bahwa ayat ini telah terhapuskan oleh Q.S Ali Imran ayat 85 yang berbunyi: “Dan barang siapa yang mencari agama selain agama Islam, sekali-kali tidak akan diterima darinya. Dan dia di hari Akhir termasuk orang-orang yang merugi.” Menurut Hamka, ayat ini bukanlah menghapus Q.S al-Baqarah ayat 62, melainkan keduanya saling melengkapi. Apabila Q.S Ali Imran ayat 85 dipahami dengan menghapus Q.S al-Baqarah ayat 62 maka yang timbul hanyalah sikap fanatik terhadap agama yaitu mengaku bahwa dirinya Islam namun tidak beramal shalih.

Toleransi Perspektif Hamka

Dan Hamka sangat mengkhawatirkan keimanan yang seperti itu yaitu keimanan yang hanya mengucap pada mulutnya saja tanpa melakukan amal shalih. Namun sebaliknya, apabila kedua ayat tersebut dipahami saling melengkapi, maka yang tercipta adalah terbukanya pintu dakwah seluas-luasnya dan Islam tetap menjadi agama yang rahmatan lil alamin. 

Dengan demikian, jelaslah sudah konsep toleransi menurut Hamka dalam kitab tafsirnya. Penulis berkesimpulan bahwa konsep toleransi yang dijelaskan oleh Hamka sangat relevan dengan kondisi Indonesia dengan pluralitas agamanya. Hamka menghendaki toleransi yang terbebas dari unsur pluralisme agama. Namun tetap bernilai dakwah yaitu mewujudkan hakikat agama yang rahmatan lil alamin dengan cara meningkatkan keimanan dan amal shalih pada setiap individunya. Toleransi yang menjunjung tinggi perdamaian dan kerukunan dalam hubungan umat beragama bukan toleransi yang menimbulkan peperangan dan pertikaian di antara mereka.

Penyunting: Ahmed Zaranggi Ar Ridho