Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Konsep Ilmu Munasabah Mengatasi Tantangan Penghafal Al-Quran

Sumber: istockphoto.com

Sebuah fakta bahwa di era saat ini masih banyak sekali generasi penghafal Al-Quran yang bermunculan adalah hal yang patut disyukuri, baik generasinya sendiri yang bercita-cita menjadi penghafal Al-Quran maupun dorongan dari orang tua. Tak lepas dari itu, lahirnya generasi qurani dari zaman ke zaman merupakan bukti Allah Swt. menjamin lestarinya Al-Quran. 

Menghafal Al-Qur’an adalah salah satu kegiatan mulia karena mengingat Al-Quran sendiri merupakan mukjizat yang agung. Ning Dewi Yukha Nida, seorang hafizah asal Trenggalek yang menjuarai ajang tahfiz Al-Quran tingkat Internasional pernah berkata “Sesuatu yang banyak keutamaannya itu pasti banyak juga tantangannya”.

Kata “sesuatu” yang dimaksud dari ucapan Ning Nida tersebut termasuk Al-Quran. Jadi, tidak dapat dipungkiri ketika menghafal dan menjaga hafalan pasti banyak tantangan. Salah satunya ialah teliti terhadap ayat-ayat mutashabih al-lafzi (mirip lafaznya), terutama pada fasilah (batasan) ayat karena bisa mengecoh hafalan.

Ada banyak metode menghafal yang disuguhkan oleh para ulama sudah diterapkan oleh teman-teman pejuang Al-Quran. Hasil analisa dan praktik penulis, tantangan diatas setidaknya bisa diatasi lebih lanjut dengan mendalami konsep munasabah ayat Al-Quran. 

Munasabah Al-Quran

Munasabah secara bahasa diartikan dengan muqarabah atau mushakalah, yaitu saling terkait atau keserupaan. Misalnya dikatakan fulan yunasibu fulan, maka maksudnya seseorang saling terkait dengan orang lain karena memiliki kedekatan yang disebabkan suatu alasan.

Jadi, munasabah ialah titik temu ayat-ayat kepada suatu makna yang berhubungan, baik yang umum maupun yang khusus, yang bersifat logika, indriawi, khayalan, maupun hubungan-hubungan antara sebab dengan akibat, antara dua hal yang sepadan, dua hal yang berlawanan, dan sebagainya.

Ulama yang pertama kali menampakkan ilmu ini adalah Syekh Abu Bakar An-Naisaburi. Ketika dibacakan ayat di hadapannya, dia sering berkata, “Mengapa ayat ini diletakkan di samping ayat ini?, Apakah hikmah peletakan surat ini setelah surat ini?”.

Baca Juga  Apakah Sinonimitas Itu Ada dalam Al Qur’an?

Pada perkembangannya, penyusunan bab munasabah disendirikan di kitab-kitab maupun buku-buku ilmu Al-Qur’an. Macam-macam munasabah secara ringkas yang dicantumkan didalamnya yaitu munasabah surah, muna>sabah ayat, munasabah huruf-huruf di dalam surah, dan munasabah kalimat-kalimat di dalam ayat. Adapun perangkat untuk mengetahui munasabah di dalam Al-Quran menggunakan nas}, akal, intuisi, dan indra.

Implementasi Munasabah 

Keterkaitan munasabah dengan kesulitan penghafal Al-Qur’an lebih spesifik pada kalimat-kalimat di dalam ayat yangmana dibagi menjadi dua. Pertama, munasabah antar kalimat. Ketika penghafal Al-Qur’an dihadapkan ayat-ayat mutashabih al-lafzi maka mengetahui muna>sabah antar kalimat bisa mengurangi potensi kesalahan pada hal ini.

Contoh:

وَٱتَّقُوا۟ يَوْمًۭا لَّا تَجْزِى نَفْسٌ عَن نَّفْسٍۢ شَيْـًۭٔا وَلَا يُقْبَلُ مِنْهَا شَفَـٰعَةٌۭ وَلَا يُؤْخَذُ مِنْهَا عَدْلٌۭ وَلَا هُمْ يُنصَرُونَ يُنصَرُونَ ٤٨

“Dan takutlah kamu pada hari, (ketika) tidak seorang pun dapat membela orang lain sedikit pun. Sedangkan shafa’at dan tebusan apa pun darinya tidak diterima dan mereka tidak akan ditolong.” (Al-Baqarah ayat 48)

Tempat yang lain pada surah Al-Baqarah ayat 123. Perbedaannya وَلَا يُقْبَلُ مِنْهَا عَدْلٌۭ وَلَا تَنفَعُهَا شَفَـٰعَةٌۭ (tebusan tidak diterima, shafaat tidak berguna baginya). Ayat pertama menyebutkan tidak diterimanya shafa’at dan menyebutkan tebusan didahulukan, akan tetapi ayat kedua menyebutkan tidak bergunanya shafa’at dan mengakhirkan penyebutan tebusan. 

Munasabah pada contoh ini yaitu bahwa damir pada مِنْهَا ayat pertama kembali pada orang yang pertama. Sedangkan ayat kedua kembali pada orang lainnya. Maksudnya, ayat pertama menjelaskan orang yang membela orang lain itu tidak diterima pemberian shafa’at dan tebusannya. Shafaat itu didahulukan karena bagi pembela itu memberi shafa’at dulu dari pada menjadi tebusan.

Adapun ayat yang kedua menjelaskan orang lain yang dibela. Tidak diterima tebusan dari orang pertama dan tidak berguna shafa’at bagi dirinya. Tebusan itu disebutkan terlebih dahulu karena bagi yang dibela, shafa’at dibutuhkan ketika tebusan itu ditolak.

Baca Juga  Tiga Cara Mengukur Kebenaran Sebuah Produk Penafsiran

***

Kedua, munasabah fasilah dan isi ayat. Batasan ayat yang disebut fasilah juga kerap membingungkan penghafal Al-Qur’an. Misalnya, banyak sekali ayat yang diakhiri dengan sifat-sifat Allah atau dengan bentuk bacaan mad arid li as-sukun

Konsep muna>sabah menyelesaikan masalah diatas dengan mengetahui isi ayatnya karena fas}ilah itu saling berkaitan dengan isi ayat. Contoh:

وَهُوَ ٱلَّذِى جَعَلَ لَكُمُ ٱلنُّجُومَ لِتَهْتَدُوا۟ بِهَا فِى ظُلُمَـٰتِ ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ ۗ قَدْ فَصَّلْنَا ٱلْأٰيَـٰتِ لِقَوْمٍۢ يَعْلَمُونَ

“Dan Dialah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, agar kamu menjadikannya petunjuk dalam kegelapan di darat dan di laut. Kami telah menjelaskan tanda-tanda (kekuasaan Kami) kepada orang-orang yang mengetahui.” (Al-An’am ayat 97)

Ayat di atas diakhiri dengan يَعْلَمُونَ, kemudian ayat setelahnya diakhiri dengan يَفْقَهُونَ (Al-An’am ayat 98) dan yang setelahnya lagi dengan يُؤْمِنُونَ (Al-An’am ayat 97). Muna>sabah pada contoh ini yaitu ayat pertama menjelaskan bahwa barang siapa mempunyai ilmu tentang apa yang ada di ayat tersebut, maka dia menjadi tahu tentang tanda-tanda kekuasaan Allah sehingga ayat pertama diakhiri dengan يَعْلَمُونَ yang artinya mengetahui. 

***

Ayat yang kedua mencakup terlibatnya perenungan. Sesuatu yang dicapai melalui pemikiran dan perenungan itu melahirkan pemahaman atau menjadi mengerti sehingga ayat kedua diakhiri dengan يَفْقَهُونَ yang artinya memahami atau mengerti. 

Ayat yang ketiga menjelaskan bahwa turunnya hujan menumbuhkan beragam buah sehingga manusia dapat memakannya adalah termasuk tanda kekuasaan Allah. Barang siapa mengakui pernyataan tersebut berarti ia percaya akan kekuasaan Allah sehingga ayat ketiga diakhiri dengan يُؤْمِنُونَ yang artinya beriman.

Dari semua pemaparan diatas, penting bagi penghafal Al-Quran terus mengupayakan belajar ilmu Al-Quran lagi mengimplementasikannya.  Kemudian dapat disimpulkan ketika mengalami kesulitan mengingat hafalan Al-Quran maka dapat melakukan langkah-langkah berikut:

  1. Mengetahui kesulitan yang akan dipecahkan.
  2. Menentukan katagori munasabah yang sesuai permasalahan.
  3. Memperhatikan korelasi makna atau nalar atau bahasa dari dua ayat atau lebih yang dibandingkan menggunakan perangkat menemukan munasabah.
  4. Menemukan premis-premis atau asumsi-asumsi tentang dua ayat atau lebih yang dibandingkan.
  5. Menulisnya dalam catatan atau sekedar diingat.
  6. Teliti dan fokus ketika sedang murajaah hafalan.
Baca Juga  Tradisi Muslim Di Indonesia yang Tidak Dilakukan Di Tempat Lain

Editor: An-Najmi