“Aku hanyalah manusia biasa yang terkadang bisa benar dan terkadang juga bisa salah. Maka hendaknya telitilah setiap pendapat yang kalian dengar dariku. Ambilah pendapatku jika itu memang sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dan tinggalkanlah pendapatku jika aku menyelisihi keduanya.” Imam Malik rahimahullah
Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala kepada para hamba-hambanya. Melalui perantara malaikat Jibril alaihi salam, kemudian disampaikan kepada Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wa Sallam yang kemudian nanti disampaikan kepada ummat-ummatnya.
Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wa Sallam, dengan agama inilah Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah meyempurnakan agama-agama sebelumnya dan menyempurnakan agama ini (Islam) sebagai agama yang haq kepada para hamba-hambanya. Dalam firman-Nya yang artinya, “Dan hari ini telah aku sempurnakan bagi kalian agama kalian, dan telah aku cukupkan nikmat ku atas kalian dan aku pun ridha islam menjadi agama kalian.” (Q.S Al Maidah : 3)
Agama Islam ini telah merangkum semua berbagai jenis kemaslahatan yang sudah diajarkan agama-agama sebelumnya. Maka demikian, diperlukannya pemahaman yang spesifik untuk lebih mudah dalam menerapkan konsep perbuatan dalam beragama islam, baik itu dalam beribadah, hukum syariat dan lain-lain.
Apa itu Fiqh ?
Kata fikih terambil dari bahasa arab, yakni fiqhun, secara bahasa artinya pemahaman yang mendalam. Ilmu fikih merupakan pemahaman yang mendalam, untuk mengarahkan potensi akal keilmuan secara maksimal dengan metodologi yang tepat. Ilmu fikih dikenal sebagai suatu bidang keilmuan dalam syariat Islam yang secara spesifik membahas tentang persoalan aspek kehidupan manusia, baik itu secara individu, menyeluruh dan lain-lain.
Para ulama fikih mendefinisikan fikih sebagai sebuah kumpulan hukum amaliyah yang disyari’atkan dalam agama Islam. Mustafa Ahmad az Zarqa, seorang pakar fikih asal Yordania membagi fikih menjadi dua bagian, yaitu pertama, ilmu tentang hukum, termasuk fikih di dalamnya dan yang kedua adalah kumpulan hukum furuk.
Ruang Lingkup Pembahasan Fikih
Hampir seluruh kehidupan manusia di dunia ini meliputi segala aspek, di antaranya muamalah, ibadah, dan perdagangan. Ruang lingkup yang terdapat pada pembahasan fikih Islam adalah semua bentuk amaliah untuk diamalkan oleh setiap manusia yang sudah diberikan beban tanggung jawab kepada dirinya sendiri atau mukallaf.
Dalam buku yang ditulis oleh Dr. Hafsah yang berjudul “Pembelajaran Fiqh Edisi Revisi” menjelaskan bahwa pembahasan fiqh Islam ini mencakup dua bidang, yaitu pertama, fiqh ibadah yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, seperti membahas tentang shalat, puasa, zakat dan haji.
Kedua, fiqh yang membahas mengenai interaksi hubungan antar sesama manusia (muamalah). Pembahasan yang dibahas dalam fiqh muamalah ini seperti perdagangan, sewa-menyewa, hutang-piutang, perkawinan, dan lain-lain.
Demikianlah kita dapati bahwa fikih Islam dengan hukum-hukum lainnya mencakup seluruh kebutuhan aspek manusia dan memperhatikan seluruh aspek kehidupan pribadi maupun masyarakat. Maka, dalam menjalankan ketaatan hukum pemahaman ini tidak boleh berlandaskan hawa nafsu dan bertendesikan pada kepentingan duniawi semata yang itu dapat merusak konsep fikih islam.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah menetapkan aturan-aturan yang harus dilakasankan oleh para hamba-hamba-Nya, Allah menetapkan aturan iu bukan berarti Allah melarang kita untuk berkreasi melakukan sesuatu, tetapi semata-mata Allah ingin melihat seberapa taat para hambanya kepada aturan yang telah ditentukan oleh Rabb-Nya itu.
Sumber Hukum Fikih Islam
Sumber hukum dalam islam ada dua, yaitu Al-Qur’an dan As Sunnah. Kata sumber hanya berlaku pada dua kitabullah tersebut karena keduanya adalah sebagai petunjuk kebenaran dalam beragama dan bermuamalah.
Al Qur’an sebagai sumber dari segala sumber hukum berfungsi sebagai pedoman hidup manusia agar selamat di dunia dan di akhirat. Dalam mempelajari Al Qur’an tidak cukup jika hanya dibaca saja, tetapi butuh aksi dalam memahaminya, maka Al Quran jangan dijadikan sebagai penghias saja, tetapi jadikan sebagai pedoman hidup yang mengatur seluruh hidup ini.
Sedangkan As-Sunnah berfungsi sebagai bayan (penjelas) yang ada di dalam Al-Qur’an. Maksudnya adalah bila kita tidak mendapati hukum dari suatu permasalahan dalam nash Al Qur’an, maka kita merujuk pada As Sunnah dan wajib mengamalkannya dengan syarat benar-benar bersumber dari ucapan Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wa Sallam.
Sedangkan istilah, ijma’, dan qiyas adalah metode dalam mengambil hukum dalil yang bersumber dari dua kitabullah (Al-Quran dan As Sunnah). Bila kita mendapati ada yang dari dua dalil yang saling bertentangan maksudnya, maka cara yang kita sebagai seorang muslim adalah dengan cara melakukan beberapa metode yang telah disebutkan agar tidak jatuh dalam salah penafsiran.
Inilah sumber-sumber yang menjadi rujukan syariat dalam perkara fikih Islam. Dan yang harus diperhatikan lagi adalah jangan mengedepankan akal daripada syariat, karena akal sejatinya timbul dari hawa nafsu dan syariat itu tumbuh karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah menetapkannya, maka dari sini hukum Allah lebih tinggi daripada akal manusia.
Editor: An-Najmi Fikri R
Leave a Reply