Tafsir Al-Qur’an memiliki peranan yang sangat penting dalam tradisi keilmuan Islam, termasuk dalam mazhab Syi’ah. Dalam tradisi Syi’ah, dua tafsir yang sering dibandingkan adalah Tafsir Al-Qummi karya Ali bin Ibrahim Al-Qummi dan Majma’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an karya Al-Thabarsi. Meskipun keduanya berasal dari tradisi yang sama, pendekatan, metode, dan isi tafsir ini mencerminkan perbedaan mendalam yang menyoroti perkembangan pemikiran tafsir dalam mazhab Syi’ah.
Tafsir Al-Qummi karya Ali bin Ibrahim Al-Qummi
Ali bin Ibrahim Al-Qummi adalah seorang mufasir awal dalam tradisi Syi’ah yang hidup pada abad ke-3 Hijriah. Tafsirnya sering disebut sebagai tafsir yang paling awal ditulis oleh seorang Syi’ah Imamiyah. Fokus utamanya adalah pada riwayat-riwayat dari Imam Ahlul Bait, sehingga tafsir ini dianggap sangat otoritatif di kalangan Syi’ah.
Di sisi lain, Abu Ali Ibn al-Daal ibn Al-Hasan Ibn Fadhl al-Tabarsi al-Thusi al-Sabzawari al-Radhawi al-Masyhadi, penulis Majma’ al-Bayan, hidup pada abad ke-6 Hijriah. Ia memiliki pendekatan yang lebih akademis dan komprehensif, menggabungkan riwayat-riwayat Syi’ah, analisis bahasa, dan pandangan dari berbagai mazhab Islam, termasuk Sunni. Al-Thabarsi terkenal karena usahanya menyatukan keilmuan tafsir dalam sebuah karya yang dianggap monumental.
Tafsir Al-Qummi dikenal menggunakan metode tafsir bil-ma’tsur, yaitu tafsir yang sepenuhnya bergantung pada riwayat-riwayat dari Imam Syi’ah. Dalam tafsir ini, penafsiran ayat hampir selalu disertai dengan kutipan riwayat yang dianggap sebagai penjelasan langsung dari para Imam. Misalnya, ketika menafsirkan ayat-ayat tentang Imamah atau Ahlul Bait, Al-Qummi mengandalkan riwayat-riwayat yang mendukung konsep ini. Metode ini membuat tafsir Al-Qummi sangat kental dengan nuansa ideologi Syi’ah.
Namun, pendekatan ini juga memiliki keterbatasan. Tafsir Al-Qummi sering dianggap tidak memberikan analisis linguistik atau kontekstual yang mendalam, sehingga kurang relevan untuk pembaca yang mencari tafsir yang lebih universal.
Majma’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an karya Al-Thabarsi.
Berbeda dengan Al-Qummi, Majma’ al-Bayan menggunakan metode yang lebih luas, yaitu dengan metodologi penafsiran tahlili. Al-Thabarsi memberikan perhatian besar pada aspek linguistik, gramatika, dan balaghah (retorika) dalam memahami Al-Qur’an.
Selain itu, ia sering menyebutkan pandangan dari para mufasir Sunni seperti Al-Tabari dan Al-Zamakhshari untuk memberikan perspektif yang lebih menyeluruh. Salah satu kekuatan utama Majma’ al-Bayan adalah kemampuannya menyajikan tafsir yang seimbang antara tradisi dan akal. Hal ini membuat tafsir ini tidak hanya relevan di kalangan Syi’ah, tetapi juga dihormati oleh ulama dari mazhab lain.
Penekanan pada Konsep-Konsep Teologi
Kedua tafsir ini, sesuai dengan tradisi Syi’ah, sangat menekankan pentingnya konsep Imamah dan Ahlul Bait. Namun, pendekatannya berbeda. Dalam Tafsir Al-Qummi, ayat-ayat yang berkaitan dengan Imamah hampir selalu ditafsirkan secara eksplisit merujuk kepada Imam Syi’ah tertentu. Contohnya adalah tafsir terhadap ayat Ulil Amri (QS An-Nisa: 59), yang dalam tafsir Al-Qummi dianggap sebagai rujukan langsung kepada Imam Maksum.
Sebaliknya, Majma’ al-Bayan cenderung menyajikan tafsir yang lebih moderat. Meskipun tetap menonjolkan pentingnya Ahlul Bait, Al-Thabarsi juga memperhatikan konteks ayat dan tidak selalu menafsirkan ayat secara eksklusif untuk mendukung doktrin Syi’ah. Hal ini membuat tafsirnya lebih mudah diterima oleh kalangan non-Syi’ah. Sehingga tafsir ini menjadi perhatian ulama Syi’ah dan Sunni, karena dinilai tafsir ini sebagai salah satu sumber rujukan dalam hal penafsiran dan dinilai sebagai tafsir klasik yang memiliki bentuk pembahaasan paling baik.
Kritik terhadap Mazhab Lain
Tafsir Al-Qummi secara eksplisit mencantumkan kritik terhadap mazhab Sunni dalam beberapa penafsiran. Hal ini bisa dimengerti mengingat konteks zaman penulisannya, di mana ketegangan teologis antara Sunni dan Syi’ah cukup tinggi.
Sebaliknya, Majma’ al-Bayan lebih sering mengadopsi pendekatan dialogis. Al-Thabarsi menyebutkan pandangan dari mazhab lain tanpa banyak memberikan kritik. Pendekatan ini mencerminkan upaya untuk mempromosikan harmoni intelektual antar mazhab.
Al-Qummi lebih fokus pada isi riwayat daripada analisis linguistik, sehingga bahasanya cenderung sederhana dan langsung. Sebaliknya, Al-Thabarsi menunjukkan kedalaman dalam analisis linguistik dan balaghah, menjadikan Majma’ al-Bayan sebagai referensi penting dalam kajian bahasa Arab.
Keunikan tafsir Tafsir al-Qummi terletak pada kesetiaannya terhadap tradisi riwayat Ahlul Bait. Namun, kekurangan dari tafsir ini adalah kurangnya pendekatan analitis yang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan modern. Keunggulan tafsir Majma’ al-Bayan adalah pendekatan yang inklusif dan akademis, membuatnya relevan di berbagai zaman. Ia dianggap sebagai tafsir Syi’ah yang mampu menembus batas-batas mazhab. Tafsir ini tidak fanatik terhadap Syi’ah.
***
Meskipun sama-sama berasal dari tradisi Syi’ah, Tafsir Al-Qummi dan Majma’ al-Bayan menunjukkan pendekatan yang sangat berbeda dalam memahami Al-Qur’an. Al-Qummi lebih tradisional dan terfokus pada riwayat, sedangkan Al-Thabarsi lebih modern dan analitis. Kedua tafsir ini saling melengkapi dalam memberikan wawasan tentang pemahaman Syi’ah terhadap Al-Qur’an, sehingga keduanya tetap relevan dalam kajian tafsir hingga saat ini.
Edit: Najmi
Leave a Reply