Ashabus sabti adalah diantara kisah yang diabadikan dalam Alquran. Penyebutan ashabus sabti cukup sering diulang-ulang dalam Alquran. Antara lain dalam surah al-Baqarah ayat 65-66, surah an Nisa ayat 47 dan 155, dan yang lebih terperinci dikisahkan dalam surah al-A’raf ayat 163-166 berikut.
وَسْـَٔلْهُمْ عَنِ الْقَرْيَةِ الَّتِيْ كَانَتْ حَاضِرَةَ الْبَحْرِۘ اِذْ يَعْدُوْنَ فِى السَّبْتِ اِذْ تَأْتِيْهِمْ حِيْتَانُهُمْ يَوْمَ سَبْتِهِمْ شُرَّعًا وَّيَوْمَ لَا يَسْبِتُوْنَۙ لَا تَأْتِيْهِمْ ۛ كَذٰلِكَ ۛنَبْلُوْهُمْ بِمَا كَانُوْا يَفْسُقُوْنَ
وَاِذْ قَالَتْ اُمَّةٌ مِّنْهُمْ لِمَ تَعِظُوْنَ قَوْمًاۙ ۨاللّٰهُ مُهْلِكُهُمْ اَوْ مُعَذِّبُهُمْ عَذَابًا شَدِيْدًاۗ قَالُوْا مَعْذِرَةً اِلٰى رَبِّكُمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَّقُوْنَ
فَلَمَّا نَسُوْا مَا ذُكِّرُوْا بِهٖٓ اَنْجَيْنَا الَّذِيْنَ يَنْهَوْنَ عَنِ السُّوْۤءِ وَاَخَذْنَا الَّذِيْنَ ظَلَمُوْا بِعَذَابٍۢ بَـِٔيْسٍۢ بِمَا كَانُوْا يَفْسُقُوْنَ
فَلَمَّا عَتَوْا عَنْ مَّا نُهُوْا عَنْهُ قُلْنَا لَهُمْ كُوْنُوْا قِرَدَةً خٰسِـِٕيْنَ
“Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu; (yaitu) ketika datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air, padahal pada hari-hari yang bukan Sabat ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami menguji mereka disebabkan mereka berlaku fasik.Dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata, “Mengapa kamu menasihati kaum yang akan dibinasakan atau diazab Allah dengan azab yang sangat keras?” Mereka menjawab, “Agar kami mempunyai alasan (lepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu, dan agar mereka bertakwa.” Maka setelah mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka. Kami selamatkan orang-orang yang melarang orang berbuat jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik. Maka setelah mereka bersikap sombong terhadap segala apa yang dilarang. Kami katakan kepada mereka, “Jadilah kamu kera yang hina.” (QS. Al-A’rafa ayat 163-166).
Siapakah Ashabus Sabti?
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyebutkan bahwa ashabus sabti merupakan julukan bagi penduduk desa Ailah sebuah desa tepi pantai yang terletak antara Madyan dan Thur. Mereka adalah kaum Yahudi atau kaum dari keturunan bani Israil. Mereka diharamkan berburu ikan pada hari Sabtu dan hanya diperbolehkan berburu pada hari lainnya (Tafsir Ibnu Katsir, 1/288).
Diceritakan dalam tafsir Ibnu Katsir bahwasanya ashabus sabti merupakan kaum yahudi yang melanggar perjanjian dengan Allah. Isi perjanjian itu adalah mengagungkan hari sabtu dan tidak berburu ikan pada hari tersebut. Dengan kata lain, mereka harus fokus beribadah khusus pada hari sabtu.
Tetapi Allah menguji kaum tersebut, dengan memunculkan begitu banyak ikan di hari sabtu dan membiarkan ikan-ikan itu sukar ditemukan di hari-hari lainnya. Rupanya, mereka yang pada mulanya berkomitmen dengan janji menjadi tidak tahan dan melanggar perjanjian mereka dengan Allah. Mereka membuat tipu daya seolah Allah tidak mengetahui apa yang mereka lakukan. Strategi mereka adalah memasang jala di hari Jumat dan mengambilnya di hari Minggu, sedangkan pada hari Sabtu mereka tetap beribadah. Jelas saja, ikan yang mereka dapatkan sangat banyak. Apa yang mereka lakukan adalah bentuk mempermainkan Allah swt.
Hal itulah yang kemudian mendatangkan azab. Mereka melakukan hal tersebut dengan sembunyi-sembunyi dalam waktu cukup lama. Allah sengaja tidak menyegerakan siksaan-Nya terhadap mereka, sebelum mereka melakukan perburuan ikan secara terang-terangan dan menjualnya di pasar-pasar.
***
Segolongan orang dari kalangan mereka yang tidak ikut berburu berkata; “Celakalah kalian ini, bertakwalah kepada Allah.” Golongan ini melarang apa yang diperbuat oleh kaumnya itu. Sedangkan golongan lainnya yang tidak memakan ikan dan tidak pula melarang kaum dari perbuatan mereka berkata; “Apa gunanya kamu menasihati suatu kaum yang bakal diazab oleh Allah atau Allah akan mengazab mereka dengan azab yang keras.” Mereka yang memberi peringatan kepada kaumnya menjawab; “Sebagai permintaan maaf kepada Tuhan kalian, kami tidak menyukai perbuatan mereka, dan barangkali saja mereka mau bertakwa (kepada Allah).”
Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, “Ketika mereka dalam keadaan demikian, maka pada pagi harinya orang-orang yang tidak ikut berburu di tempat perkumpulan dan masjid-masjidnya merasa kehilangan orang-orang yang berburu, mereka tidak melihatnya. Kemudian sebagian dari kalangan mereka berkata kepada sebagian yang lain; ‘Orang-orang yang suka berburu di hari Sabtu sedang sibuk, marilah kita lihat apakah yang sedang mereka lakukan.’ Lalu mereka berangkat untuk melihat keadaan orang-orang yang berburu di rumah-rumah mereka, ternyata mereka menjumpai rumah-rumah tersebut dalam keadaan terkunci. Rupanya mereka memasuki rumahnya masing-masing di malam hari, lalu menguncinya dari dalam, seperti halnya orang yang mengurung diri. Ternyata pada pagi harinya mereka menjadi kera di dalam rumahnya masing-masing. Dan sesungguhnya orang-orang yang melihat keadaan mereka mengenal seseorang yang dikenalnya kini telah berubah bentuk menjadi kera. Para wanitanya menjadi kera betina, dan anak-anaknya menjadi kera kecil.”
Ibnu Abbas dikutip Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan, seandainya Allah tidak menyelamatkan orang-orang yang melarang mereka berbuat kejahatan itu, niscaya semuanya dibinasakan oleh Allah. Kampung tersebut adalah yang disebut oleh Allah Swt. dalam firman-Nya kepada Nabi Muhammad Saw., yaitu: ‘Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat laut. (QS. Al A’raf:163) hingga akhir ayat.
Hukuman Allah bagi Ashabus Sabti
Alquran menginformasikan bentuk hukuman mereka dengan redaksi “kunu qiradatan khasi-in, jadilah kalian kera yang hina”. Dalam hal ini para mufassir berbeda pendapat. Menurut tafsir lengkap Kemenag RI, para ulama terbagi dua pendapat.
Pendapat pertama, mendefinisikan kera di sana sebagai kiasan sifat. Misalnya pendapat Mujahid, mengutip riwayat Ibnu Jarir, “Fisik mereka tidak ditukar menjadi kera, tetapi hati, jiwa, dan sifat merekalah yang dijadikan seperti kera. Sehingga mereka tidak dapat menerima pengajaran dan tidak dapat memahami ancaman.” Pada ayat ini mereka diserupakan dengan kera dan pada ayat yang lain mereka diserupakan dengan keledai. Mereka mendasarinyadengan firman Alla; “Perumpamaan orang-orang yang diberi tugas membawa Taurat. Kemudian mereka tidak membawanya (tidak mengamalkannya) adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal.” (QS. al-Jumu’ah/62:5).
Pendapat kedua, jumhur ulama mengartikan hukuman menjadi kera pada ashabus sabti sebagai benar-benar wujud kera secara fisik. Di dalam riwayat lain disebutkan bahwa mereka yang diubah menjadi kera tidak beranak, tidak makan, tidak minum, dan tidak dapat hidup lebih dari tiga hari. Mereka mendasarinya dengan firman Allah swt berikut; “Dan di antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi dan (orang yang) menyembah Tagut.” (QS. al-Ma’idah/5:60).
Wallah a’lam
Editor: An-Najmi
Leave a Reply