Di dalam ‘ulumul qur’an, terdapat pembahasan mengenai tikrar, di antaranya mengenai tikrar kisah.Yang dimaksud tikrar adalah pengulangan. Kisah para nabi yang diulang misalnya; seperti kisah nabi Musa, nabi Adam, nabi Nuh, nabi Hud, nabi Saleh, nabi Ibrahim, nabi Luth, dan lain-lain.
Berbeda dengan nabi-nabi lain yang kisahnya diulang-ulang, muncul pertanyaan tentang mengapa kisah nabi Yusuf tidak diulang? Kisahnya yang sangat panjang diabadikan secara utuh hanya dalam satu surah saja dan tidak diulang.
Imam al-Qurthubi dalam tafsirnya mengatakan,
قال العلماء: وذكر الله أقاصيص الأنبياء في القرآن وكررها بمعنى واحد في وجوه مختلفة بألفاظ متباينة على درجات البلاغة، وقد ذكر قصة يوسف ولم يكررها فلم يقدر مخالف على معارضة ما تكرر ولا على معارضة غير المتكرر
“Para ulama mengatakan bahwa Allah menyebutkan kisah-kisah para nabi dalam Al-Quran dan mengulangnya dengan satu makna dalam berbagai bentuk dan kata-kata yang berbeda sesuai tingkatan bahasa. Kisah Yusuf pun disebutkan, tetapi tidak diulang, sehingga tidak ada yang mampu menyelisihi kisah yang diulang maupun kisah yang tidak diulang.“
***
Sederhananya, baik diulang maupun tidak diulang, sama-sama sebagai bagian dari kemahabijaksanaan Allah. Serta keindahan dan kemukjizatan al-Qur’an dalam menyampaikan kisah dengan cara yang berbeda dan maksud yang berbeda-beda pula. Dalam kisah yang diulang pun bisa jadi terdapat perbedaan maksud, sebagaimana diungkapkan Ibnu Juzayy dalam ath-Thasil; bahwa maksud dan tujuan dari penyampaian kisah-kisah para nabi beragam. Maka keberagaman penyebutannya di dalam Al-Qur’an disesuaikan dengan keberagaman tujuan tadi.
Adapun mengenai kisah yang tidak diulang, secara lebih spesifik, Ibnu Taimiyah berkomentar tentang mengapa kisah nabi Yusuf tidak diulang.
ولم يثن قصة يوسف؛ لأن الذين عادوا يوسف لم يعادوه على الدين، بل عادوه عداوة دنيوية
“Kisah Nabi Yusuf tidak diulang dalam Al-Quran karena orang-orang yang berlaku buruk terhadap Nabi Yusuf tidak melakukannya karena masalah agama, tetapi karena masalah dunia semata.” (Majmu’ al-Fatawa, 17/21).
Dilihat dari salah satu fungsinya, tikrar menunjukan taukid, penekanan yang bermakna amat sangat penting. Dengan kata lain, hikmah dari tidak diulangnya kisah nabi Yusuf mengisyaratkan bahwa kisah para nabi yang diulang seperti nabi Musa, itu mendapat perlakuan buruk umatnya dalam hal agama. Misalnya kisah nabi Musa dan Fir’aun yang sering diulang untuk menunjukkan sengitnya pergulatan antara kebenaran dan kebatilan.
***
Adapun kisah nabi Yusuf, permasalahan yang dihadapi bukan dalam hal yang memusuhi agama. Saudara-saudara nabi Yusuf adalah orang yang mengimani agama yang dianut ayahnya; tetapi sifat iri dengki yang mewarnai mereka menjadi sumbu permasalahan nabi Yusuf. Hal ini menjadi pelajaran penting, hendaknya untuk tidak terlalu menghiraukan mereka yang menampakan permusuhan dalam hal dunia, tetapi menjadi penting untuk disikapi jika ada yang memusuhi kita karena agama.
Imam Az-Zarkasyi dalam kitab al-Burhan juga memberikan tiga alasan tentang mengapa kisah nabi Yusuf tidak diulang. Pertama, kisah Nabi Yusuf menyertakan kisah tentang wanita dan godaannya. Oleh karena itu, kisah ini tidak diulang untuk menjaga kehormatan mereka. Kedua, kisah nabi Yusuf memiliki keunikan tersendiri, karena ending kisahnya berbeda dengan kisah nabi yang lain. Kisah nabi Yusuf yang melewati banyak cobaan berat namun berakhir dengan happy ending, Allah memberikan kebahagiaan sesudahnya. Hal ini berbeda dari kisah nabi yang lain yang umumnya berakhir dengan bencana atau musibah.
Dari pernyataan di atas, menunjukan betapa perkara dan permasalahan dunia, sesulit apapun akan selalu menemui kemudahan. Kemudian Imam Az-Zarkasyi menyebutkan alasan ketiganya. Beliau mengutip perkataan Abu Ishaq al-Isfara’ini; bahwa kisah nabi Yusuf disampaikan dan dipaparkan dengan cara yang unik sebagai pertanda bahwa orang Arab pada masa itu tidak mampu menyusun kisah semacam itu. Hal ini tentu berkenaan kemukjizatan al-Qur’an dengan keindahan susunan dan bahasanya.
***
Begitu indah Allah memaparkan kisah dalam firman-Nya. Bahkan sampai detail diulang dan tidak diulang pun tertata begitu indah. Sekaliber orang arab yang level sastranya paling tinggi sekalipun, tak ada yang mampu menyaingi keindahan sastra dalam al-Qur’an. Belajar dari pendapat para ulama di atas tentang dua tipe permasalahan; mengisyaratkan agar kita tidak terlalu disibukan dengan permusuhan duniawi yang tidak esensial. Lain halnya dengan perlakuan buruk karena agama. Kebatilan, sikap bertentangan dengan kebenaran, permasalahan inilah yang seharusnya patut kita sikapi dengan lebih hati-hati sebagaimana Allah memberikan warning dengan diulangnya kisah-kisah yang terkait kejahatan yang menyalahi agama tersebut.
Penyunting: Ahmed Zaranggi
Kanal Tafsir Mencerahkan
Sebuah media Islam yang mempromosikan tafsir yang progresif dan kontekstual. Hadir sebagai respon atas maraknya tafsir-tafsir keagamaan yang kaku dan konservatif.