Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Kiat-Kiat Islam Mengentaskan Kemiskinan

Sistem Islam dalam Mengentaskan Kemiskinan
Sumber: https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Ffeb.umsu.ac.id

Kemiskinan merupakan permasalahan ekonomi yang menghambat terciptanya kehidupan sejahtera dan menjadi masalah terhadap pembangunan ekonomi.[1] Kemiskinan menjadi masalah yang sulit teratasi bagi sebagian besar negara.

Program-program negara dalam upaya menurunkan angka kemiskinan belum bisa memberikan solusi yang maksimal. Kebanyakan negara-negara mayoritas muslim juga masih berada di bawah garis kemiskinan. Hanya sebagian kecil saja negara mayoritas muslim dengan perekonomian dan industri yang makmur dan cukup maju.

Kemiskinan dalam Pandangan Dunia

Menurut Yusuf al-Qardhawi dalam buku berjudul “Zakat dalam Perekonomian Modern”, harta (al-amwal) adalah sesuatu yang sangat manusia inginkan untuk menyimpan dan memilikinya. Ulama lain juga menyatakan bahwa harta adalah segala hal yang manusia inginkan untuk menyimpannya dan dapat mereka jual belikan untuk mereka ambil manfaatnya.[2]

Namun, terkadang manusia berada dalam keadaan kekurangan, tidak dapat menyimpan harta untuk diambil manfaatnya dalam memenuhi kebutuhan. Definisi kemiskinan memiliki banyak ragam, mulai dari sekedar tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok, memperbaiki keadaan, kurang kesempatan dalam berusaha. Bahkan, ia dapat didefinisikan secara luas dengan memasukkan aspek sosial dan moral. Kemiskinan dalam artian luas merupakan suatu fenomena multiface atau multidimensional, yaitu apabila pendapatan suatu komunitas berada di bawah satu garis kemiskinan tertentu.

Kemiskinan juga dapat berarti kekurangan kebutuhan sosial, termasuk diskriminasi sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat yang layak.[3]

Kemiskinan dalam Al-Qur’an

Mengenai kemiskinan, Al-Qur’an menyebut dengan lafaz faqiir, miskiin, al-sa’iil, dan al-mahruum. Penyebutan dengan berbagai derivasinya berulang beberapa kali di dalam Al-Qur’an. Lafaz fakir terulang sebanyak 6 kali, lafaz miskin dan derivasinya tersebut sebanyak 38 kali.

Secara terminologis, definisi kemiskinan terdapat pada QS. Al-Taubah: 60:

Baca Juga  Kemiskinan dan Semangat Berderma dalam Islam

اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلۡفُقَرَآءِ وَالۡمَسٰكِيۡنِ وَالۡعٰمِلِيۡنَ عَلَيۡهَا وَالۡمُؤَلَّـفَةِ قُلُوۡبُهُمۡ وَفِى الرِّقَابِ وَالۡغٰرِمِيۡنَ وَفِىۡ سَبِيۡلِ اللّٰهِ وَابۡنِ السَّبِيۡلِ‌ فَرِيۡضَةً مِّنَ اللّٰهِ‌ وَاللّٰهُ عَلِيۡمٌ حَكِيۡمٌ

“Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.” (QS. Al-Taubah:60)

Abdurrahman al-Sa’di dalam Tafsir Taisir al-Karim al-Rahman menjelaskan bahwa orang-orang yang berhak mendapatkan zakat dan sedekah. Dalam retribusi zakat, al-Sa’di membatasinya kepada delapan jenis, yaitu: fakir, miskin, para petugas penyaluran zakat, mualaf, para budak, orang yang memiliki hutang, orang yang berperang di jalan Allah, dan para musafir.

Kedelapan golongan tersebut mendapat bagian zakat karena kebutuhan dan kemaslahatannya, juga termasuk orang yang bermanfaat bagi Islam. Jika saja orang-orang kaya mengeluarkan zakat hartanya secara halal, niscaya tidak akan ada orang miskin di kalangan umat muslim.

Abdurrahman al-Sa’di dalam tafsirnya menjelaskan bahwa orang fakir dan miskin merupakan dua kelompok yang berbeda. Orang fakir lebih membutuhkan daripada orang miskin. Orang fakir adalah mereka yang tidak mempunyai apapun.[4] Pendapat di kalangan ulama antara fakir dan miskin mempunyai persamaan dan perbedaan. Keduanya sama-sama merupakan pihak yang memerlukan bantuan untuk mengentaskan kemiskinan.

Jaminan Kesejahteraan Allah kepada Khalifah di Muka Bumi

Kesejahteraan dan penghapusan berbagai kesulitan dalam kehidupan manusia merupakan tujuan utama syariah. Dalam merealisasikan kesejahteraan ekonomi, dapat dilakukan dengan memenuhi semua kebutuhan pokok manusia dan meningkatkan kualitas hidupnya, baik moral maupun material.

Penggunaan sumber daya manusia menjadi sasaran yang tak terpisah dari sistem Islam. Hal ini akan membantu merealisasikan kesejahteraan ekonomi dengan cakupan luas. Selain itu, sistem ini juga dapat menanamkan martabat dalam diri manusia yang menuntut dirinya menjadi khalifah di bumi.[5]

Baca Juga  Umer Chapra: Inflasi yang Tinggi Di Tengah Pandemi

Allah telah menyiapkan bumi untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan mencari rezeki Allah. Sebagai khalifah di muka bumi, manusia memiliki tugas untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan dalam hidup dan kehidupan.[6] Sebagaimana firman Allah yang menjelaskan bahwa bumi ini tercipta untuk manusia, yang terdapat dalam QS. Al-Mulk: 15.

هُوَ الَّذِىۡ جَعَلَ لَـكُمُ الۡاَرۡضَ ذَلُوۡلًا فَامۡشُوۡا فِىۡ مَنَاكِبِهَا وَكُلُوۡا مِنۡ رِّزۡقِه وَاِلَيۡهِ النُّشُوۡرُ

“Dialah yang menjadikan bumi untuk kamu yang mudah dijelajahi, maka jelajahilah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nyalah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (QS. Al-Mulk: 15)

Al-Sa’di dalam tafsirnya menjelaskan bahwa Allah adalah Zat yang menciptakan bumi agar mudah bagi manusia. Karenanya, manusia tidak perlu khawatir dengan segala situasi. Manusia hendaknya menikmati segala rizki yang Allah berikan. Dan kepada Allah manusia kembali.[7]

Cara Islam Mengentaskan Kemiskinan

Islam memiliki sistem ekonomi yang secara mendasar berbeda dengan sistem-sistem yang sedang berjalan. Sistem ekonomi Islam memiliki akar syariat yang membentuk pandangan dunia sekaligus sasaran dan strategi (maqashid syari’ah) yang berbeda dari sistem-sistem sekuler yang berjalan di dunia saat ini. Sasaran Islam secara mendasar bukan sekedar materil, melainkan berdasarkan pada konsep Islam mengenai kebahagiaan manusia dan kehidupan yang baik.[8]

Berikut beberapa cara Islam dalam mengentaskan kemiskinan: Pertama, Islam mendorong pertumbuhan ekonomi yang dapat memberikan manfaat luas bagi masyarakat (pro-poor growth growth). Kedua,Islam mendorong penciptaan anggaran Negara yang memihak kepada masyarakat luas (pro-poor budgeting).

Ketiga, Islam mendorong pembangunan infrastruktur yang memberi manfaat kepada masyarakat luas (pro-poor infrastructure). Keempat, Islam mendorong penyediaan pelayanan public dasar yang berpihak kepada masyarakat luas (pro-poor public services). Kelima, Islam mendorong kebijakan pemerataan yang memihak kepada rakyat miskin (pro-poor income distribution).[9]

Baca Juga  Intropeksi Diri dengan Selalu Mengingat Allah

Referensi

[1] Muhammad Amri Rabbani, “Kajian Pemikiran Yusuf Qardhawi tentang Pengentasan Kemiskinan”, IEFF, No 1, Vol 2, (2023), h. 81.

[2] Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, (Jakarta: Gema Insani, 2008), h. 16.

[3] Ali Khomsan, Indikator Kemiskinan dan Misklasifikasi orang miskin, (Jakarta: Fakultas Ekologi Manusia IPB, 2015), h. 2.

[4] Abdu Al Rahman, Tafsir Taisir al-Karim al-Rahman,(Lebanon: Dar Ibnu Hazm, 2019), h. 318.

[5] Umer Chapra, Sistem Moneter Islam, (Jakarta: Gema Isnaini Press, 2000), h. 3.

[6] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Paraktik, (Jakarta: Gema Insani, 2007), h. 7.

[7] Abdu Al Rahman, Tafsir Taysir al-Karm al-Rahman…, h. 838.

[8] Umer Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi, (Jakarta: Gema Isnaini, 2006), h. 7.

[9] Sri Budi Cantika Yuli, “Strategi Pengentasan Kemiskinan dalam Perspektif Islam”, Jurnal Ekonomika-Bisnis, No 2, Vol 4, (Juli 2013), h. 110.

Editor: Dzaki Kusumaning SM