Perkembangan Islam di jawa dan Nusantara tidak bisa dilepaskan dari peran para ulama. Keberadaan ulama bisa disebut paling berjasa dalam perkembangan Islam di wilayah tersebut. Pemikiran kritis para ulama telah melahirkan kebudayaan yang dinamis dan membentuk warna kehidupan keagamaan dalam masyarakat.
Ulama di Jawa juga termasuk dalam jaringan ulama intelektual muslim internasional dengan beragam karya yang dihasilkannya. Pada umumnya para ulama Jawa lebih suka menulis dalam bahasa Arab yang ditandai dengan kemunculan berbagai macam kitab tafsir Al-Qur’an.
Di antara ulama abad ke-19 yang produktif dalam menghasilkan karya tulis salah satunya adalah Muhammad Shalih bin Umar as-Samarani atau biasa dikenal dengan Kiai Shaleh Darat. Di antara karya tulis beliau, karya utamanya dalam bidang tafsir adalah kitab Tafsir Faidh ar-Rahman Fi Tarjamat Tafsir Malik ad-Dayyan. Sebuah kitab tafsir yang ditulis dengan menggunakan tulisan pegon (bahasa Jawa-aksara arab).
Alasan beliau menuliskan kitab tafsir menggunakan tulisan pegon adalah sebagai jawaban atas kegelisahan R.A Kartini khususnya dan masyarakat pada umumnya. Karena mereka merasa kesulitan memahami al-Qur’an yang berbahasa Arab.
Biografi Kiai Sholeh Darat
Nama lengkapnya adalah Muhammad Shalih bin Umar as-Samarani. Beliau dilahirkan di desa Kedung Jumbleng, kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah pada tahun 1820 M. Ayahnya bernama Kiai Umar, seorang pejuang dalam perang Jawa bersama Pangeran Diponegoro melawan kolonial Belanda. Beliau wafat di Semarang pada hari Jum’at legi tanggal 28 Ramadhan 1321 H atau 18 Desember 1903 M dan dimakamkan di pemakaman umum bergota Semarang.
Di kalangan para kiai Jawa maupun Semarang dan sekitarnya, beliau lebih dikenal dengan sebutan “Kiai Sholeh darat” atau “Mbah Sholeh Darat”. Sebutan itu diakui sendiri oleh beliau yang tertera pada sampul karya tulisannya Syarah Barzanji. Penisbatan nama Darat disebabkan tempat tinggal beliau yang dekat pantai utara Semarang, tempat mendarat orang-orang dari luar Jawa. Selain tempat tinggal beliau, Semarang juga menjadi tempat perjalanan karir intelektual dan perjuangan beliau.
Latar Belakang Pendidikan
Lahir dari seorang pejuang perlawanan dan keluarga yang concern terhadap pendidikan, Kiai Sholeh Darat mewarisi semangat anti kolonialisme dan mendapat asuhan serta bimbingan sejak umur 6 tahun dari ayahnya sendiri dengan ilmu-ilmu agama khususnya ilmu al-Qur’an. Selanjutnya beliau menimba ilmu kepada beberapa orang kiai di beberapa pesantren di Jawa.
Di antara kiai itu antara lain: Pertama, K.H M. Syahid, merupakan pemilik pesantren di Waturoyo, Margoyoso, Kajen, dan pati sekaligus cucu Kiai Mutamakkin. Kepadanya beliau belajar beberapa kitab seperti: Fath al-Qarib, Fath al-Amin, Minhaj al-Qawim, Sharh al-Khatib, dan Fath al-Wahhab. Kedua, K.H R. Muhammad Salih bin Asnawi, salah seorang tokoh sufi di Kudus. Kepadanya beliau belajar kitab tafsir al-Jalalyn karya al-Suyuti dan al-Mahali.
Ketiga, Kiai Ishaq Damaran Semarang. Kepadanya beliau belajar ilmu nahwu shorof serta Fath al-Wahhab. Keempat, K.H. Abd ‘Abdullah Muhammad al-Hadi ibn Ba’uni, mufti Semarang yang menjadi guru ilmu falak. Kelima, Sayyid Syaikh Ibn Ahmad Bafaqih Ba’lani di Semarang. Kepadanya beliau belajar Jauhari al-Tauhid karya Ibrahim al-Liqani dan Minhaj al-‘Abidin karya Al-Ghazali. Keenam, Syaikh ‘Abd Gani Bima semarang. Kepadanya beliau belajar Sittin Mus’ilah.
Belajar ke Mekkah
Selain di Jawa, beliau juga mengenyam pendidikan di Mekkah. Beliau pergi menuaikan ibadah haji dengan ayahnya. Sebelum sampai di Mekkah, mereka sempat singgah di Singapura untuk mendapatkan izin resmi sekaligus belajar dan mengajar. Dari sini popularitas beliau meningkat khususnya di kalangan santri etnis Melayu dan Jawa. Setelah sampai di Mekkah dan menyelesaikan ibadah hajinya, ayah beliau wafat dan dimakamkan di sana. Sedangkan beliau menetap untuk belajar.
Di antara guru-gurunya ketika beliau belajar di Mekkah antara lain: Pertama, Syaikh Muhammad al-Misri al-Makki. Kepadanya beliau belajar ilmu ‘aqoid dengan kitab Umm al-Barahin karya al-Sanusi. Kedua, Syaikh Muhammad Ibn Sulayman Hasballah, pengajar di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Kepadanya beliau belajar fikih dengan kitab Fath al-Wahhab dan Syarh al-Khatib, ilmu nahwu dengankitab Alfiyah Ibn Malik.
Ketiga, al-‘Allamah Sayyid Muhammad Ibn Zayn Dahlan, Mufti al-Syafi’i di Mekkah. Kepadanya beliau belajar Ihya’ Ulum al-din. Keempat, al-‘Allamah Ahmad al-Nahrawi al-Misri al-Makki. Kepadanya beliau belajar al-Hikam karya Ibn ‘Atha’illah. Kelima, Syaikh Jamal, Mufti al-Hanafi di Mekkah. Kepadanya beliau belajar Tafsir Al-Qur’an.
Dengan latar pendidikan agama yang kuat, baik di lingkungan keluarga maupun di pesantren, telah membentuk jiwanya dengan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari. Dan menjadikannya seorang pemuka agama dengan mendirikan pesantren, mengajar murid-murid dan produktif menulis guna menghasilkan karya tulis dengan berbagai disiplin ilmu pengetahuan agama Islam.
Karya-Karya Kiai Sholeh Darat
Sebagai ulama yang produktif menulis, banyak sekali tulisan-tulisan beliau dalam bentuk kitab. Ada yang mengatakan lebih dari 90 kitab telah ditulis oleh Kiai Sholeh Darat. Ada juga yang mengatakan 40 kitab. Terlepas dari perbedaan tersebut, saat ini kitab-kitab tersebut masih dalam proses pencarian dan diduga sulit dilacak sehingga yang berhasil dilacak dan diketahui hanya beberapa kitab saja.
Adapun kitab-kitab yang telah dilacak dan diketahui penulis antara lain: Pertama, kitabMunjiyat Methik saking Ihya’ Ulum al-Din al-Ghazali; kedua, Matn Al-Hikmah; ketiga, Majmu’at al-Shari’at al-Kafyat Fi al-Awam; keempat, Lataif al-Thaharah wa Asrar al-Salah Fi Kaifiyat salat al-‘Abidin wa al-‘Arifin; kelima, Manasik al-Hajj wa al-Umrah; keenam, Kitab Fasalatan.
Ketujuh, Sabil al-‘Abid ‘ala Jauharat al-Tauhid; kedelapan, Al-Mursyad al-Wajiz Fi ilm Al-Qur’an al-‘Aziz; kesembilan, Hadits al-Mi’raj; kesepuluh, Kitab al-Mahabbah wa al-Mawaddah Fi Tarjamat Qaul al-Burdah Fi Mahabbah wa al-Madhu ‘ala Sayyid al-Mursalin; kesebelas, Manhaj al-Atqiya’ Fi Sharh Ma’rifat al-Azkiya ila Tariq al-Auliya’; kedua belas, Tafsir Faidh al-Rahman Fi Tarjamat Tafsir Kalam Malik al-Dayyan; ketiga belas, Syarh Barzanji.
Penyunting: M. Bukhari Muslim
Leave a Reply