Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Khazanah Ilmu Matematika dalam Islam: Keemasan hingga Dikotomi

matematika
Sumber: https://themuslimvibe.com/

Perkembangan peradaban dunia sekarang, tidak lepas dari turut berkembangnya ilmu pengetahuan. Kemajuan suatu bangsa juga dapat diukur dengan aset ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Bersamaan dengan itu, berkembangnya ilmu pengetahuan turut mempengaruhi proses perkembangan hidup manusia sampai detik ini. Salah satu ilmu pengetahuan yang berkembang dan banyak berperan dalam kehidupan manusia adalah matematika.

Sadar atau tidak sadar dan diakui atau tidak, ilmu ini berkembang berkat para ilmuan muslim terdahulu yang mulai mengembangkannya. Mark zuckerberg pendiri platform media sosial facebook, sangat menganggumi al-khawarizmi yang menemukan logaritma dan al-jabar. Mark berujar, tanpa peranan al-khawarizmi yang mengembangkan ilmu dalam matematika, maka jangan berharap ada facebook, whatsapp, bahkan sekalipun komputer.

Sejarah Emas yang Terlupakan

Sejarah peradaban masa lalu mencatat bahwa, penggunaan huruf abjad sesuai dengan nilai angkanya telah digunakan pada masa awal Islam. Pada abad pertama Hijriyah para ilmuan muslim menggunakan huruf-huruf abdjad dalam menuliskan karangan-karangan mereka. Setiap huruf mempunyai angka khusus untuk menunjukannya. Angka-angka tersebut disebut Hisab al-Jumal.

Ali ‘Abdullah Ad-Difa dalam tulisannya mengakatan, penggunaan huruf abjad sesuai dengan nilai angkanya digunakan oleh bangsa Arab dalam masa yang panjang. Tidak hanya itu, angka-angka ini sudah digunakan dalam urusan perdagangan dan berbagai ilmu pada tabel astronomi. Bangsa Arab pada masa lalu, juga telah mengenal angka kosong (nol).  Hal ini dibuktikan dengan dugaan penyebutan kosong (nol)  yang disebutkan dalam hadist Rasulullah Saw:

                                إِنَّ رَبَّكُمْ تَبَارَكَ وَتَعَالَى حَيِيٌّ كَرِيمٌ يَسْتَحْيِى مِنْ عَبْدِهِ إِذَا رَفَعَ يَدَيْهِ إِلَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرًا

“Sesungguhnya Robba kalian adalah Maha Malu lagi Maha Pemberi, Ia malu dari hambaNya apa bila mengangkat dua tangannya kepadaNya, ia kembalikan dalam keadaan kosong” [HR. Abu Daud no (1490) dan Tirmizy no (3556)].

Perkembangan angka juga digunakan ilmuwan-ilmuwan muslim untuk mengembangkan ilmu penghitungan. Misalnya seorang ilmwuan muslim yaitu al-kashi telah menemukan bilangan dalam bentuk pecahan desimal. Dia melambangkan nilai  ط= 6,283185071795865, dan belum ada pada saat itu ilmuwan sebelum al-kasyi yang membuat nilai ” ط” dengan angka pecahan desimal tadi.

Baca Juga  Analisis Makna Kontekstual Kata Motivasi Dalam QS. Al- Nisa’ Ayat 84

Nama lain yang kondang sebagai penemu al-Jabar adalah al-Khawarizmi. Beliau menulis buku berjudul al-Jabr wal Muqabalah, yang sampai saat ini tetap menjadi sumber terpenting dalam ilmu matematika. Selain itu juga ada nama-nama seperti Ibnu Yunus ash-Shadafi, Sinan al-Hasib, dan Ibnu Hamzah al-Maghrabi yang telah meletakkan dasar-dasar ilmu algoritma. Setelah itu penemuan-penemuan ilmuan muslim ahli matematika tadi, mulai banyak dipelajari dan dikembangkan oleh ilmuwan barat.

Keajaiban Al-Qur’an dalam Rahasia Angka

Al-Qur’an sebagai mukjizat terbesar Nabi Muhammad Saw, menyimpan kemukjizatan-kemukjizatan tersendiri di dalamnya. Salah satu kemukjizatan atau keajaiban yang ada di dalam al-Qur’an adalah rahasia angka-angka atau yang disebut i’jaz adadi. Mungkin ada yang mengatakan kecocokan antara kata-kata dalam al-Qur’an, dengan sejumlah pengulangannya merupakan hal yang kebetulan dan karena faktor cocokologi. Namun, ada pula yang mempercayai bahwa kemukjizatan al-Qur’an tidak hanya terletak pada kata-katanya yang mulia dan memuat petunjuk, melainkan kemukjizatannya juga termasuk jumlah-jumlah yang ada dalam al-Qur’an.

Adalah Abu Zahra’ An-Najdi salah seorang yang mendalami i’jaz adadi di dalam al-Qur’an. Ia meneliti kemukjizatan al-Qur’an dalam segi angka atau bilangan tertentu yang menyusunnya. Salah satunya ia menganalisis kata al-barr (darat) yang disebut sebanyak 12 kali, sedangkan kata al-bahr (laut) yang disebut sebanyak 40 kali. Perbandingan tersebut sesuai dengan perbandingan antara daratan dan lautan yang didominasi 71% daerah perairan dan 29% sisanya daratan.

Para pengkaji lain yang konsen pada kajian i’jaz adadi adalah Abdul Razaq Naufal. Beliau adalah orang yang mengilhami seorang Abu Zahra’ An-Najdi yang meneliti i’jaz adadi. Dalam karyanya Al-I’jaz Al-Adadiy fi al-Qur’an, beliau menemukan keharmonisan dan kesesuaian yang terjadi di antara jumlah kata-kata al-Qur’an. Contohnya kata al-dunya dan al-akhirah yang disebutkan sama sebanyak 115 kali.

Baca Juga  Ketika Tuhan Menurunkan dan Membuktikan Surat Cinta-Nya

Walaupun terdapat pro-kontra tersendiri pada kajian i’jaz adadi ini, dengan alasan al-Qur’an bukanlah kitab angka-angka seperti matermatika dan tidak memberikan faedah pada umat Islam sendiri. Terlepas dari itu semua terhadap pandangan positif dan negatif dari kajian i’jaz adadi ini, betapa al-Qur’an tak akan habis-habisnya dikaji dan didalami dalam sisi ilmu manapun. Al-Qur’an tidak akan habis-habisnya membuat para pengkajinya terkagum-kagum atas kitab yang diturunkan 14 abad yang lalu, yang tak seorang pun dapat membuat hal yang serupa dengan kitab al-Qur’an.

Kemunduran Umat Islam dalam Ilmu Matematika

Pandangan dan anggapan terhadap kajian negatif terhadap ilmu matematika adalah hal yang wajar, dan sudah lama sejak zaman Imam al-Ghazali. Berawal dari al-Ghazali yang dituding sebagai biang keladi kemunduran gairah umat Islam terhadap sains khususnya ilmu matematika, sampai dalam karangannya Al Mungqidzu Min Adh Dholal mengenai matematika bahwa: “matematika tidak ada relevansinya dengan agama”. Maka hal ini seperti menunjukan kepada kita bahwa tidak perlu atau keharaman untuk belajar matematika.

Akan tetapi Prof. Achmad Baequni dalam tulisannya, menepis kesalahpahaman penafsiran terhadap pernyataan al-Ghazali tersebut untuk larangan mempelajari ilmu matematika. Sebab dia mengatakan ilmu matematika sangat diperlukan bagi umat Islam, karena ia tidak bisa dilepaskan dalam kehidupan keseharian manusia. Serta ilmu ini sangat dibutuhkan dalam perkembangan ilmu astronomi untuk menghitung awal bulan dalam kalender umat Islam.

Padahal kenyataan yang terjadi imam al-Ghazali menginginkan agar tidak memberikan persoalan agama kepada ahli matematika. Karena pada saat itu, tidak semua pengajar  di lembaga pendidikan Islam di sana beragama Islam dan adapula dari mereka yang beragama non-Muslim. Bersama itu juga al-Ghazali mengatakan dalam buku yang sama: “kejahatan yang menyedihkan telah dilakukan terhadap agama oleh orang-orang yang berkhayal, bahwa Islam dapat dibela dengan mengingkari kebenaran matematika”.

Baca Juga  Keutuhan Jasad Fir'aun yang Tenggelam dan Hikmah Di Baliknya

Lebih lanjut Prof. Achmad Baequni menjelaskan bahwa terjadi dikotomi yang timbul di lingkungan umat yang memisahkan ilmu kauniah dengan ilmu diniah. Salah satunya disebabkan terjadi karena kegagalan umat memahami pesan al-Ghazali; yang diperparah dengan pengulangan peringatannya, yang tak dipahami itu secara bertubi-tubi. Maka jangan heran umat Islam sekarang telah banyak yang amnesia terhadap era keemasan ilmu matematikanya. Umat islam sekarang ini sangat perlu menonjolkan kembali pengkajian terhadap ilmu matematika, yang telah habis dirampas oleh ilmuwan-ilmuwuan barat.