Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Khaulah binti Tsa’labah: Perempuan yang Menjadi Sebab Turunnya Ayat

Sumber: istockphoto.com

Kisah Khaulah ini banyak ditulis dalam kitab-kitab tafsir, contohnya dalam kitab al-Munir li Ma’alim at-Tanzil. Beliau adalah perempuan istimewa yang pengaduannya didengar Allah sampai turunnya wahyu. Wanita istimewa ini merupakan istri dari Aus bin Shamit. Suatu ketika, terjadi perdebatan sengit antara Khaulah dengan suaminya, hingga pada puncaknya sang suami jengkel dan lalu menzihar-nya.

Zihar pada masa itu semacam menyamakan istri dengan ibu. Zihar pada masa itu sudah mentradisi di kalangan bangsa Arab sebagai bentuk menceraikan istri. Seseorang yang melakukan zihar kepada istrinya, maka istrinya menjadi haram baginya selamanya. Keduanya tidak boleh melakukan rujuk.

Pada saat keadaan membaik, suaminya menyesal dan meminta rujuk, sesungguhnya Khaulah menginginkannya mengingat anak-anaknya masih kecil, namun di sisi lain ia menyadari konsekuensi zihar dari suaminya yang tidak memungkinkan rujuk. Sampailah ia menghadap Rasulullah saw mengadukan keluh kesahnya. Rasul mengharamkan Khaulah untuk rujuk. Merasa tidak terima, Khaulah terus mendebat dan berargumen, meski pada akhirnya jawaban Rasulullah tetap sama.

Jawaban Rasul tidak lantas membuatnya putus asa. Ia lalu mengadukan konflik rumah tangganya kepada Allah. “Ya Allah, aku mengadu kepada-Mu. Turunkanlah solusi bagi masalahku ini melalui lisan Nabi-Mu!”

Turunnya Q.S Al-Mujadilah Ayat 1-4

Tidak berselang lama, Allah menurunkan wahyu kepada nabi Muhammad saw dalam surah al-Mujadilah ayat 1-4 yang menjelaskan bahwa permasalahan Khaulah bukan tentang talak melainkan zihar. Berikut ayat yang dumaksud.

قَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّتِي تُجَادِلُكَ فِي زَوْجِهَا وَتَشْتَكِي إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَا إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ (١) الَّذِينَ يُظَاهِرُونَ مِنْكُمْ مِنْ نِسَائِهِمْ مَا هُنَّ أُمَّهَاتِهِمْ إِنْ أُمَّهَاتُهُمْ إِلَّا اللَّائِي وَلَدْنَهُمْ وَإِنَّهُمْ لَيَقُولُونَ مُنْكَرًا مِنَ الْقَوْلِ وَزُورًا وَإِنَّ اللَّهَ لَعَفُوٌّ غَفُورٌ (٢) وَالَّذِينَ يُظَاهِرُونَ مِنْ نِسَائِهِمْ ثُمَّ يَعُودُونَ لِمَا قَالُوا فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا ذَلِكُمْ تُوعَظُونَ بِهِ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ (٣) فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا فَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَإِطْعَامُ سِتِّينَ مِسْكِينًا ذَلِكَ لِتُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ أَلِيمٌ (٤)

Baca Juga  Membincang Citra Perempuan dalam Ruang Media

“Sungguh, Allah telah mendengar ucapan perempuan yang mengajukan gugatan kepadamu (Muhammad) tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah, dan Allah mendengar percakapan antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Maha Melihat. Orang-orang di antara kamu yang menzihar istrinya, (menganggap istrinya sebagai ibunya, padahal) istri mereka itu bukanlah ibunya. Ibu-ibu mereka hanyalah perempuan yang melahirkannya. Dan sesungguhnya mereka benar-benar telah mengucapkan suatu perkataan yang mungkar dan dusta

Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf, Maha Pengampun. Mereka yang menzihar istrinya, kemudian menarik kembali apa yang telah mereka ucapkan, maka (mereka diwajibkan) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami istri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepadamu, dan Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan. Maka barangsiapa tidak dapat (memerdekakan hamba sahaya), maka (dia wajib) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Tetapi barangsiapa tidak mampu, maka (wajib) memberi makan enam puluh orang miskin. Demikianlah agar kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang-orang yang mengingkarinya akan mendapat azab yang sangat pedih.”

Perempuan yang Do’anya Dikabulkan

Al-Qurthubi di dalam tafsirnya menceritakan bahwa suatu ketika Umar bin Khathab ra. bersama rombongannya menunggangi keledai. Perjalanannya terhenti ketika seorang wanita menasihatinya,

 “Wahai Umar, engkau dahulu dipanggil dengan Umair, lalu kau dipanggil Umar, dan kini engkau dipanggil dengan sebutan Amirul Mukminin. Takutlah engkau kepada Allah, wahai Umar! “Wahai Umar, engkau dulu dipanggil Umair (Umar kecil), kemudian berubah menjadi Umar, lalu sekarang engkau dipanggil dengan julukan “Amirul Mukminin”. (Pesan saya) : ‘Takutlah engkau, wahai Umar kepada Allah, karena barangsiapa meyakini adanya kematian, ia pasti  khawatir akan hilangnya kesempatan, dan barangsiapa yang  meyakini adanya hisab, ia pasti takut menghadapi adzab.”

Baca Juga  Tafsir Metafisika Sufisme tentang Penciptaan Perempuan

Begitu seksama Umar mendengar nasihatnya, hingga terdengar celetukan seseorang yang keheranan tentang mengapa ia harus menghentikan perjalanannya hanya untuk mendengarkan wanita itu. Umar menjawab,

Demi Allah, seandainya perempuan ini menahanku dari awal hingga akhir siang, aku tak akan berhenti mendengarkannya kecuali untuk melakukan shalat maktubah. Tidakkah kalian mengenal siapa perempuan ini? Dia adalah Khaulah binti Tsa’labah. Allah telah mendengarkan ucapannya dari atas tujuh langit. Bila Tuhan semesta alam mau mendengarkan ucapannya, pantaskah bila Umar tak mau mendengarnya?” (Al-Jȃmi’ li Ahkȃmil Qur’ȃn, XVII/223).

Wallah a’lam.

Editor: An-Najmi