Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Khalifah Terakhir di Dunia Islam

khalifah terakhir sultan abdul hamid

Lebih dari 96 tahun yang lalu, Khalifah Utsmani resmi dibubarkan, alias runtuh. Kekuasaan atau kekhalifahan Islam yang pernah menguasai dua per tiga dunia, dihapus dalam tata dunia tanggal 3 Maret 1924.Kemudian, Islam sudah tidak lagi bernaung dalam satu sistem khilafah. Kekhalifahan dihancurkan dengan sangat sistematis oleh Barat yang telah mengumpulkan dendam terhadap Khalifah Utsmani yang didirikan oleh Ertugrul Gazi.

Sebelum Khalifah Utsmani berubah menjadi Republik Turki, ada  seorang sultan yang rela mati demi negara, rakyat, dan pastinya agama Islam. Beliau adalah Sultan Abdul Hamid. Sultan yang selalu mencoba mempertahankan tegaknya Islam di wilayah-wilayah kekuasaannya yang mendapatkan ancaman dan bahaya setiap saat, khususnya ancaman dari Barat dan Yahudi. beliau berusaha menghidupkan adzan di segala penjuru, bagaimanapun caranya.

Dengan kharismanya, seluruh rakyat yang terdiri dari berbagai warga negara itu hidup aman damai, berdampingan dengan umat Muslim. Beliau dilahirkan di Topkapi, Istanbul, Turki pada 21 September 1842. Nama lengkap Sultan Abdul Hamid adalah Abdul Hamid bin Abdul Majid bin Mahmud bin Abdul Hamid bin Ahmad. Beliau lahir dari pasangan Abdul Majid dan Tirmujgan yang merupakan istri kedua Abdul Majid.

Ia menjadi pemimpin Khalifah Utsmani menggantikan pamannya yang cukup lama berkuasa. Namun sayang, harus diturunkan jabatannya pada tahun 1876 sebagai khalifah, lalu dibunuh secara misterius oleh musuh politik Khalifah Utsmaniyah. Tak lama kemudian, tahta diambil alih oleh Murad V yang hanya menjabat selama 3 bulan. Karena diketahui memiliki gangguan mental, Murad V kemudian digulingkan dan harus tiggal di Ciragan bersama keluarganya.

Abdul Hamid merupakan sultan ke 34, sekaligus sultan terkahir Kesultanan Utsmani. Selama memerintah, beliau mengalami periode disintegrasi Kesultanan Utsmaniyah dan Balkan. Mulai dari pemberontakn hingga kegagalan perang dengan Kekaisaran Rusia. Ketika menerima tahta, negara dalam keadaan carut-marut dan krisis besar. Banyaknya hutang luar negeri, pejabat-pejabat yang korupsi, adanya campur tangan negara asing di dalam pemerintahan, terdapat berbagai kepentingan, serta parlemen yang tidak teratur.

Baca Juga  Untuk Orang Yang Sering Berpuasa: Ada Dua Kebahagiaan

Pada masa itu juga kesultanan mengalami hari yang paling buruk, terjadi pemberontakan Herzegovina dan Bulgaria. Sementara saat masa Murad, terjadinya perang dengan Serbia dan Mentenegro telah mengubah Balkan menjadi medan perang. Ia dijuluki dengan sultan merah oleh musuh dan orang-orang yang tidak mengenalnya. Namun bagi rakyatnya, sultan tak ubahnya malaikat yang diutus untuk menjadi pemimpin mereka.

Ia sangat berani melawan musuh, gigih dalam mempertahankan Islam dan kebenaran, menumpas kedzhaliman, dan siapapun yang mengganggu ketenangan rakyatnya. Ia juga mendirikan berbagai sarana dan prasarana bagi rakyatnya. Bahkan ia rela menyerahkan tahtanya untuk siapapun yang bisa memimpin negara lebih baik darinya.

Ia dikenal dekat dengan ulama, meminta nasihat-nasihat mereka, dan mentaatinya. Baginya, semura rakyat adalah sama. Ia juga memberikan kebebasan pers, meski kenyataannya banyak pers yang menerima suap untuk menuliskan berita-berita bohong mengenainya. Beliau sangat berhati-hati dalam bertindak, tidak gegabah, dan sangat teliti, sehingga beliau tidak akan memecat hakim tanpa adanya bukti yang jelas. Beliau juga sangat sungguh-sungguh dalam menerapkan kehidupan yang sesuai dengan ajaran Rasulullah, terutama dalam memberantas korupsi dan suap menyuap.

Hal tersebut sebenarnya sangat membuat kagum para musuh, bahkan yang menggelarinya Sultan Merahpun tahu, bahwa beliau bahkan tidak membunuh siapapun tanpa alasan yang benar. Namun, karena mereka di jalan yang berbeda, kebenaran dan hati nurani mereka terpaksa mengatakan bahwa Sultan Merah adalah sultan yang kejam, yang akan membunuh siapapun yang menentangnya.

Saat menduduki tahta, ia melakukan pembangunan jalur rel kereta dari Damaskus menuju Madinah sepanjang 1.327 km. Pembangunan ini memakan waktu 7 tahun. Abdul hamid menajalankan roda pemerintahannya dengan kekuasan yang membentang di Timur dan Barat. Selama 33 tahun tersebut, beliau selalu mendapatkan fitnah, intrik, dan konspirasi dari berbagai negara.

Baca Juga  Hakikat Pendidikan Islam: Orang Tua sebagai Pendidik

Karena kegigihannya mempertahankan kebenaran, musuh-musuh terus berupaya melengserkan Abdul Hamid. Pada tahun 1909 terjadi pengkudetaan terhadap sultan yang harus diterimanya. Dengan bantuan Syaikhul Islam, para musuh  membujuk para syaikh untuk menurunkan sultan dari tahta. Usai turun tahta, ia beserta seluruh keluarganya diasingkan ke Salonika, Yunani.

Pada tahun 1912, ia dipulangkan ke Istanbul, kemudian diasingkan lagi di Beylerbeyi, sebuah penjara tua. Beliau dan anak-anaknya dipisahkan, hingga mereka tercerai berai. Bahkan ada yang dibuang ke Prancis, hidup terlunta-lunta dan menjadi pengemis. Kondisi di Selonika dan penjara tua sama saja, bahkan lebih parah, hingga akhirnya beliau wafat di penjara pada 10 Februari 1918.

Begitulah nasib seseorang yang mengabdikan hidupnya demi agama dan negaranya. Ia tidak memiliki tidur yang cukup demi rakyatnya. Namun, bukankah sebaik-baiknya kebahagiaan adalah di akhirat? Dan bukankah jalan menuju surga memang berliku?

Meski tercatat sebagai seorang khalifah yang wafat di penjara dan berhasil di kudeta, namun beliau tetaplah pemimpin sesungguhnya rakyat Turki saat itu. Pengabdiannya sebagai sultan menjadi sejarah indah, apalagi keberanian beliau dalam melawan banyak negara meski ia harus berdiri sendirian. Semoga Allah menempatkannya di tempat terbaik.

Editor: Rubyanto