Ketika para malaikat mengajukan sebuah pertanyaan, sebagaimana yang tercantum dalam Q.S. al-Baqarah (2) ayat 30: “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?”. Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.“
Maka siapakah yang dimaksud dengan orang yang merusak dan menumpahkan darah itu? Apakah bangsa manusia sekarang (jenis Adam)? Dari manakah malaikat tahu, atau pernahkah mereka melihat manusia saling bunuh dan merusak bumi, sedang makhluk yang dimaksud belum diciptakan?
Kita juga tentu tidak ingin terburu-buru menganggap bahwa dialog antara Tuhan dan malaikat di ayat tersebut sekadar perumpamaan. Bahwa ia bukan dialog yang sebenarnya, melainkan hanya agar manusia memperoleh kesan tegas sekaligus peringatan akan tugas kekhalifahan.
Catatan atas Buku Mukti Ali
Buku yang ditulis oleh Mukti Ali–seorang peneliti manuskrip kuno, bukan Mukti Ali mantan Menteri Agama RI–berjudul “Para Penghuni Bumi Sebelum Manusia”, memberi jawaban mengenai siapa yang dimaksud. Yaitu pada halaman 75 tentang makhluk yang menghuni bumi sebelum manusia. Hal itu sebagaimana digambarkan dalam Q.S. al-Hijr (15) ayat 27:
“Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas.”
Diperkuat dengan keterangan Ibnu Abbas (hal. 12):
“Setelah Allah menciptakan langit dan bumi dengan segala sifatnya, gunung-gunung telah ditancapkan. Angin telah dilepaskan, di bumi telah ada binatang-binatang liar dan bermacam-macam burung. Maka buah-buahan mengering dan berjatuhan ke bumi, lalu di bumi tumbuh rerumputan yang satu sama lain saling tumpang tindih. Pada saat itu, bumi mengadukan persoalan tersebut kepada Tuhannya. Atas pengaduan itu, Allah menciptakan umat yang beraneka ragam dan berlainan jenis, yang diberi nama jin.”
Ya, bangsa jin adalah penghuni bumi sebelum manusia. Buku itu bukan buku fiksi, juga tak dapat disebut sebagai buku ilmiah yang standar. Maka di dalamnya menceritakan kisah-kisah makhluk tak kasat mata juga tanpa dilekati referensi yang memadai. Catatan kakinya amat jarang. Biasanya di penghujung bab terdapat sumber kutipan yang berasal dari alamat website. Pengisahan di dalamnya mirip dongeng.
Namun setidaknya informasi yang dimuat di dalam buku itu memberi kita semacam gambaran, pantikan. Atau bahan renungan jika seandainya ingin melanjutkan kepada bangunan narasi yang lebih serius dan ketat sesuai dengan standar-standar ilmiah.
Bagian awal buku itu mengisahkan 4 jenis makhluk penghuni bumi pra-manusia: jin (Abul Jan dan Banul Jan), bin, jan, dan iblis. Keempat jenis makhluk ini secara berurutan menggantikan yang sebelumnya. Iblis adalah jenis terakhir dari bangsa jin. Proses penggantian itu oleh karena mereka saling berperang satu sama lain. Puncaknya, iblis menjadi raja langit dan bumi memberangus makhluk jenis lain yang gemar berperang menumpahkan darah.
Khalifah Pra-Manusia: Dari Jin Hingga Bangsa Nisnas
Makhluk-makhluk itulah yang disaksikan oleh para malaikat. Sehingga ketika Allah berkeinginan untuk menurunkan khalifah dari jenis manusia Adam, mereka menduga bahwa manusia akan saling menumpahkan darah dan melakukan kerusakan (meski dugaan para malaikat mengandung sedikit kebenaran, tetapi Allah memiliki maksud lain, maka jawab Allah: ‘Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui’) sebagaimana Banul Jan.
Selanjutnya, selain keempat makhluk tak kasat mata itu, ternyata ada manusia pra-Adam dari bangsa Nisnas. Mereka adalah makhluk berdaging, umumnya mereka memiliki tubuh setengah manusia dan setengah binatang. Makhluk ini hidup sezaman dengan bangsa jin, mereka termasuk yang ditumpas oleh Iblis karena telah melakukan kerusakan. Sisa mereka bersembunyi di gunung-gunung, di pantai, bahkan di dalam laut.
Kedua bangsa ini, yaitu bangsa jin dan bangsa Nisnas memiliki kecerdasan yang tidak biasa. Mereka memiliki jejak peradaban yang mencengangkan. Hingga para peneliti, demikian Mukti Ali, tak jarang yang ragu untuk meneruskan penelitiannya. Sebab bukti-bukti berupa ukiran di dinding goa maupun artefak-artefak, terlampau sulit untuk dipikirkan secara logis.
Sebagai contoh, Jared Diamond dalam bukunya “Collapse: Runtuhnya Peradaban-Peradaban Dunia”, yang pada akhirnya lebih memilih mendeskripsikan secara menduga-duga, mencoba rasional, namun tetap menyimpan keresahan, dalam mencari gambaran yang pas tentang: mengapa patung-patung seberat puluhan hingga ratusan ton bisa dibuat di Pulau Paskah, yang secara teknologi dan hitung-hitungan sulit dibayangkan?
Dari jejak-jejak peninggalan lukisan dan artefak, para ilmuan menyimpulkan bahwa makhluk-makhluk itu hadir di era sebelum Adam. Tetapi mereka sudah mengembangkan semacam teknologi yang canggih melampaui manusia kini. Piramid adalah salah satu bukti betapa pikiran mereka sudah maju. Juga adanya penemuan kota bawah laut, ataupun kota tenggelam di dalam bumi, membuktikan bahwa makhluk-makhluk itu sedemikian cerdasnya.
Bedanya mereka dengan manusia Adam, ukuran otak mereka lebih kecil. Namun tenaganya luar biasa besarnya. Seperti Neanderthal, yang juga adalah adalah makhluk mirip manusia, yang punah bersamaan dengan hadirnya Homo Sapiens, manusia Adam.
Keberadaan Bangsa Nisnas
Terutama bangsa Nisnas, ada banyak bukti yang menerangkan keberadaan mereka dalam sejarah. Ciri umum bangsa Nisnas adalah wujud manusia setengah binatang, atau binatang setengah manusia. Misalnya gambar manusia berkepala burung yang berasal dari Mesir Kuno. Juga di Indonesia adanya ukiran-ukiran manusia berkepala garuda, dan manusia-manusia bersayap. Termasuk manusia setengah ikan yang sering kita sebut dengan putri duyung itu–mengingatkan kita akan film komedi fantasi asal Hongkong, “The Mermaid”, yang disutradarai dan diproduksi olen Stephen Chow pada tahun 2016 silam.
Bangsa Nisnas pula yang membangun peradaban Atlantik, yang telah lama didongengkan oleh Plato. Tetapi kemudian Alysio Santos muncul di tahun 2005 menerbitkan buku “Atlantis: The Lost Continent Finally Found”, hadir untuk membenarkan bahwa itu bukan dongeng. Hanya saja letak Atlantis dalam bayangan Plato meleset dari posisi yang ditemukan oleh Alysio Santos.
Atlantis tepatnya berada di Indonesia, demikian Alysio, dari segala hal mendukung untuk disimpulkan demikian: Manusia Garuda; manusia bersayap; sistem persawahan yang terasering; Candi Borobudur; iklim tropis, gunung api yang banyak, dll. Hal itu menjadikan Indonesia dianggap sebagai nenek moyang peradaban dunia, dengan Sunda Land sebagai pusatnya (wallahu a’lam).
Namun kemudian Atlantis itu tenggelam, makhluk seakan manusia itu turut menghilang, menyisakan sedikit sekali yang ditemukan di kemudian hari, misalnya penemuan makhluk-makhluk aneh, juga ikan duyung yang berkepala manusia, dan lain sebagainya.
Keberadaan Alien, dengan pesawat UFO nya patut diduga adalah sebangsa dari mereka. Yaitu makhluk pra-manusia yang karena kecerdasannya sudah bisa membuat kendaraan terbang (pesawat) yang tak kalah canggihnya dari manusia.
Mengapa mereka bisa tumpas? Sebab bangsa jin hawa nafsunya lebih tinggi ketimbang akalnya. Sedang bangsa Nisnas, kecerdasannya yang lebih berupa gerak hati dan kemudian diikuti oleh raga, tak dapat mencegah mereka dari perbuatan curang dan tamak. Sebelum Adam hadir di bumi, mereka semua dibinasakan oleh Iblis, demikian keterangan Mukti Ali.
Manusia Tidak Berasal dari Kera
Lalu, dari manakah manusia Adam, Homo Sapiens itu? Mukti Ali sependapat dengan Yuval Noah Harari bahwa Sapiens adalah spesies tersendiri. Ia bukan merupakan evolusi dari Erectus ataukah Neanderthal. Melainkan dari jenisnya sendiri, yaitu Adam, yang dalam bahasa al-Qur’an dikenal dengan al-Basyar, al-Insan, al-Nas.
Namun sayang, di akhir bukunya, Mukti Ali tidak mengembalikan pembicaraan pada makhluk-makhluk pra-manusia. Melainkan terus melangkah jauh menjelaskan proses penciptaan alam semesta dan usia alam semesta. Suatu pembahasan yang bisa disempurnakan di kesempatan lain.
Akan tetapi, walau terkesan mistik, setidaknya uraian Mukti Ali memberi bukti bahwa Homo Sapiens, manusia seperti kita sekarang ini tidak berasal dari makhluk mana saja, apalagi kera. Juga menjawab pertanyaan para malaikat, perihal siapa yang disaksikan oleh mereka melakukan pertumpahan darah dan kerusakan di bumi sebelum manusia diciptakan.
*
Judul buku: Para Penghuni Bumi Sebelum Manusia
Penulis: Mukti Ali
Penerbit: Zahira
Tahun terbit: 2014
Tebal: 168 halaman
ISBN: 978-602-1258-85-9
Penyunting: M. Bukhari Muslim
Leave a Reply