Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Keteguhan Ulama dalam Menuntut Ilmu

ilmu
Sumber: www.freepik.com

“Jadilah orang yang telapak kakinya mantap menapak di bumi, namun semangatnya menjulang tinggi di atas bintang. Janganlah engkau seperti seorang yang tubuhnya muda , namun semangatnya tua. Sungguh semangat orang yang bersungguh-sungguh itu tidak akan menua”. Syaikh al-Utsaimin

Kita tahu bahwasanya hukum menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim. Dan dengan ilmu Allah menunjukkan kemuliaan Adam ‘alaihissalam atas malaikat, dan Allah memerintahkan mereka untuk bersujud kepadanya.

Ilmu menjadi mulia karena ia merupakan perantara yang akan mengantarkan dan menunjukkan seseorang pada kebaikan dan ketakwaan, dan dengan ilmu itulah seorang hamba berhak mendapatkan kemuliaan dari Rabb-Nya. Sebagaimana  firman Allah ‘azza wa jalla: “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.”

Dari sahabat Umar ra berkata kami ingat bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:“Sesungguhnya Allah meninggikan derajat suatu kaum berkat kitab (al-Qur’an) ini dan merendahkan kaum lainnya karenanya.” Hal yang semisal telah diriwayatkan oleh Imam Muslim melalui berbagai jalur dari Az-Zuhri dengan sanad yang sama. Telah diriwayatkan pula melalui berbagai jalur dari Umar hal yang semisal.

Pandangan Ulama Tentang Masa Muda

Para ulama memulai perjalanannya dalam menuntut ilmu di masa muda mereka. Tidak sedikit pula dari mereka yang sudah menguasai berbagai macam keilmuan islam, sedangakan umur mereka masih sangat muda.

Imam ahmad rahimahullah berkata: “Masa muda itu mirip sesuatu yang kuletakkan di lengan baju, lalu tahu-tahu ia terjatuh. Maksud dari perkataan beliau adalah bahwasannya masa muda itu berjalan dengan sangat cepat kita tidak akan menyadari bahwa masa itu akan berlalu begitu saja maka hendaklah sebagai seorang pemuda untuk bias memanfaatkan masa mudanya dengan saebaik mungkin dan diisi dengan tholabul ilmi dan amalan-amalan sholih yang lain.

Tak jarang juga dari mereka yang sudah berumur, namun masih memiliki semangat yang sangat tinggi, sebagaimana Abu al-Wafa Ibnu ‘Aqil, seorang ahli fiqih madzhab hambali. Di usia delapan puluhan tahun, beliau bersenandung, :“Semangatku, keteguhanku, karakterku, tidaklah menua. Begitupula loyalitasku, agamaku dan kehormatanku. Hanya rambutku yang beruban dari warna aslinya. Rambut yang beruban itu berbeda dengan semangat yang beruban,”

Anak muda hendaknya menghabiskan waktunya untuk mendalami ilmu agamanya. Karena masa muda adalah masa mencari jati diri, masa membuktikan eksistensi, masa mencari perhatian dan masa penuh semangat dan bergairah. Dan masa muda akan ditanyakan dan diminta pertanggung jawaban ketika diakhirat kelak.

Baca Juga  Mengenal Kitab Raudhatu Al-’Irfan, Tafsir Berbahasa Sunda

Kegigihan Ibnu Abbas dalam Mencari Ilmu

Ibnu Abbas adalah Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib, putra paman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ibnu Abbas dikenal dengan gelar ‘turjuman al-Qur’an‘ (penafsir Al-Qur’an), habrul ummah (guru umat), dan ra’isul mufassirin (pemimpin para mufassir). Al-Baihaqi dalam Ad-Dala’il meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, “Penafsir Al-Qur’an terbaik adalah Ibnu Abbas.” Abu Nu’aim meriwayatkan keterangan dari Mujahid bahwa Ibnu Abbas dijuluki dengan Al-Bahr (lautan) karena keluasan ilmu yang dimilikinya. Dalam usia muda, Ibnu Abbas telah mendapat tempat yang istimewa di kalangan para sahabat senior mengingat ilmu dan ketajaman pemahamannya.”

Abdullah bin Abbas bercerita tentang perjalananya mempelajari agama:

Ketika Rasulullah wafat, aku berkata kepada seorang laki-laki anshor “Wahai fulan, marilah kita bertanya kepada sahabat-sahabat Nabi, selagi mereka masih banyak yang hidup sampai saat ini. Barangkali kelak ilmu mereka akan bermanfaat.” Namun ia justru berkata, “Mengherankan sekali kamu ini, wahai Ibnu Abbas. Apa kamu kira orang-orang butuh kepadamu sementara di dunia ini masih ada para sahabat Rasulullah Saw. sebagaimana kau yang lihat?”

Aku pun meninggalkannya. Aku menemui para sahabat Rasulullah dan bertanya kepada mereka. Suatu ketika aku mendatangi seorang sahabat untuk bertanya tentang satu hadits yang kudengar dia mendengarnya dari Rasulullah. Ternyata dia sedang tidur siang, lalu aku berbaring di depan pintunya dengan menjadikan selendangku sebagai bantal, dan angin menerbangkan debu ke wajahku. ketika dia keluar, dia terkejut dengan kehadiranku. Dia berkata, “Wahai putra paman rasulullah, mengapa engkau ini?” tanyanya. “Aku ingin mendapatkan hadits yang kudengar engkau menyapaikan hadits ini dari Rasulullah. Aku ingin mendengar hadits itu darimu,” jawabku.

Baca Juga  Otoritas Ulama dan Reformasi Hukum: Mungkinkah?

“Mengapa tidak engkau utus saja seseorang kepadaku agar nantinya aku yang mendatangimu?” katanya. “Aku lebih pantas datang sendiri,” jawabku. Ketika para sahabat telah banyak yang meninggal, orang tadi (dari kalangan anshor) melihatku sering didatangi oleh orang-orang yang membutuhkanku. Dia pun berkata kepadaku, “Engkau memang lebih cerdas dari aku.

***

Banyak ulama-ulama salaf baik dari kalangan sahabat tabi’in atau tabi’u at tabi’in yang telah memberikan contoh dan teladan yang mulia dalam semangat, kesungguhan dan kegigihan mereka dalam menuntut ilmu. Meskipun banyak terdapat kesulitan selama perjalanannya. Dan mereka telah banyak berkontribusi lewat karya-karya agung mereka dalam perkembangan ilmu yang sampai pada kita saat ini.

Editor: An-Najmi Fikri R