Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Keramahan al-Qur’an Dalam Penetapan Syari’at

Syari'at
Gambar: news.detik.com

Kitab suci al-Qur’an diturunkan untuk kemaslahatan umat manusia serta menjadi pedoman yang lurus untuk memperbaiki hal ihwal masyarakat Arab jahiliyah pada saat itu. Oleh karena itu, al-Qur’an merupakan pedoman yang berisi mengenai perintah-perintah dan larangan-larangan, sebagaimana yang disebutkan dalam Surah al-A’raf ayat 157.

Namun, meskipun al-Qur’an menjadi sumber pedoman manusia yang memuat mengenai berbagai perintah dan larangan dari Allah. Islam begitu ramah dalam menerapkan perintah dan larangan dalam syari’at. Ada tiga dasar/asas dalam penerapan syari’at Islam, yaitu tidak menyulitkan, menyedikitkan beban, dan berangsur-angsur dalam pembinaan hukum.

Nah, pada tulisan kali ini penulis ingin menjelaskan tiga asas maupun dasar dalam persyariatan hukum Islam. Dengan penerapan ajaran Islam yang begitu ramah, dapat membuat masyarakat jahiliah yang terkenal bar-bar dan jahil pada saat itu berhasil dilembutkan dan dicerahkan secara berangsur-angsur.

Dalam Penerapan Syari’at Tidak Pernah Menyulitkan

Syari’at Islam ditetapkan untuk memberikan kemudahan kepada pemeluknya dan tidak mempersulit dalam hal pelaksanaannya. Sebagaimana yang disebutkan dalam surah al-Hajj ayat 78:

“Dan dia tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama”.

Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW bukanlah agama yang sulit dan sempit seperti yang didakwahkan oleh kebanyakan orang saat ini. Melainkan agama yang begitu lapang dan tidak menimbulkan kesulitan yang berat kepada umat Islam yang melakukannya. 

Semua perintah dan larangan yang terdapat dalam agama Islam bertujuan untuk memperbaiki kondisi manusia yang jauh dari kebaikan. Dan dengan tujuan tersebut bisa menghantarkan manusia kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.

Mungkin ada yang sebagian dari umat Islam yang merasa berat dalam menjalankan setiap peraturan yang Allah tetapkan, namun yang berat bukanlah Islamnya melainkan hawa nafsunya yang mempengaruhi dan menimbulkan dalam pikiran mereka bahwa perintah dan larangan Allah itu begitu memberatkan.

Baca Juga  Tafsir Surat Az-Zumar ayat 53: Inilah Ayat yang Penuh Harapan

Menurut Ibnu Katsir, pada ayat 78 surah al-Hajj di atas yang mengatakan bahwa Allah tidak menjadikan kesukaran untuk membebani hambanya dengan sesuatu yang tidak mereka sanggupi. Nah, dalam hal itu mengandung pengertian bahwa Allah tidak mewajibkan kepada hambanya dengan sesuatu yang dapat menyengsarakan mereka melainkan Allah memberikan jalan keluar dan kemudahan. (Katsir, Jilid II, h. 106).

***

Seperti halnya shalat yang merupakan rukun Islam yang paling diutamakan setelah syahadat. Kita dapat melaksanakannya secara sempurna, dikerjakan sambil dalam perjalanan, sambil berdiri, sambil duduk, hingga berbaring pun boleh untuk dilaksanakan jika memang sekiranya sudah tidak sanggup.

Bahkan dalam hadis juga disebutkan bahwa Agama Islam itu mudah dan tidak memberatkan sama sekali.

“Sesungguhnya agama itu mudah dan sekali-kali tidak akan ada seorangpun yang memberatkan agama, kecuali agama itu akan mengalahkannya.Karena itu, kerjakanlah dengan benar, dekatkanlah dirimu, bergembiralah, dan mohonlah pertolongan di pagi dan petang hari serta waktu bepergian awal malam”. (Riwayat al-Bukhārī dari Abū Hurairah)

Dari hadis tersebut kita sudah memahami bahwa syari’at Islam begitu ramah dalam memudahkan, meringankan beban, dan tidak mempersulit. Jika seandainya ada amalan-amalan yang diajarkan oleh orang Islam, namun begitu memberatkan, picik, sempit, maka hal tersebut bukanlah berasal dari agama Islam tersendiri, namun berasal dari orang yang tidak mengetahui hakikat Islam itu sendiri.

Menyedikitkan Beban Dalam Penerapan Syari’at

Dalam surah al-Maidah ayat 101-102 disebutkan mengenai hal di atas.

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu (justru) menyusahkan kamu. Jika kamu menanyakannya ketika Al-Qur’an sedang diturunkan, (niscaya) akan diterangkan kepadamu. Allah telah memaafkan (kamu) tentang hal itu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyantun. Sesungguhnya sebelum kamu telah ada segolongan manusia yang menanyakan hal-hal serupa itu (kepada nabi mereka), kemudian mereka menjadi kafir”.

Dalam ayat 101, Allah memberikan bimbingan kepada hamba-Nya, agar menerima segala sesuatu yang telah diturunkan-Nya dan disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW. Agar mereka tidak mengajukan pertanyaan yang banyak. Karena jika semua pertanyaan mereka tersebut dijawab satu persatu, maka akan terasa memberatkan untuk mereka karena akan menambah beban dan kewajiban.

Baca Juga  Sukses Tapi Tidak Bahagia, Bagaimana Pandangan Al-Quran?

Kemudian pada ayat selanjutnya, Allah kembali mengingatkan kaum muslimin untuk tidak banyak tanya mengenai berbagai masalah-masalah hukum agama. Karena pada zaman umat yang sebelum Islam pernah ada kejadian; ketika mereka banyak bertanya dan diberikan jawaban dan penjelasan untuk mereka, setelah itu mereka malah tidak melaksanakannya karena dianggap terlalu berat. Hingga sampai pada kesimpulan dari benak mereka bahwa hukum tersebut tidak datang dari Allah.

***

Menurut Ibnu Katsir, kaum kaum terdahulu yang dimaksud itu malah menolak untuk beriman dan menjadi kafir setelah mendapati jawaban-jawaban dari pertanyaan yang mereka ajukan sendiri. Dan sebenarnya mereka itu tidak bertanya untuk mencari petunjuk, melainkan untuk mengolok-olok dan menantang (Katsir, Jilid II, h. 106).

Dan bukankah dalam hadis juga disebutkan bahwa Islam menyedikitkan beban. Misalnya dalam pelaksanaan haji. Ketika sahabat bertanya apakah haji itu wajib dilaksanakan satu tahun, Rasul menjawab Haji itu yang diwajibkan satu kali dan itupun juga bagi mereka yang mampu. Jika ada dari umatnya yang memiliki rezeki lebih maka diperbolehkan, dan haji yang lebih dari sekali adalah haji sunnah.

Contoh lain dalam perkara zakat, dalam mengeluarkan zakat hanya diwajibkan kepada orang-orang yang memiliki harta yang sudah mencapai nisab dan lain-lain.

Berangsur-angsur dalam Membina Hukum

Ketika Nabi SAW datang, bangsa Arab pada saat itu telah memiliki adat istiadat yang begitu kokoh. Ada sebagian kebiasaan mereka yang baik, namun ada juga yang buruk dan membahayakan; maka dari sanalah Allah hendak menjauhkan mereka dari kebiasaan yang buruk tersebut. 

Allah begitu bijaksana dalam menghadapi hal ini dengan cara berangsur-angsur dalam pembinaan dan penetapan hukum syari’at. Seperti perkara pengharaman khamr. Di dalam al-Qur’an terdapat empat ayat mengenai khamr yang turun dalam masa berbeda. Nah pada keempat ayat tersebut memberikan semacam petunjuk adanya tahapan dalam pengharaman khamr, tidak langsung disuruh berhenti.

Baca Juga  Melihat Kesusastraan Arab Masa Pra Islam

Kemudian dalam penghapusan perbudakan yang sudah menjadi kebiasaan masyarakat Arab saat itu. Penghapusan perbudakan secara bertahap juga untuk kemaslahatan budak yang akan dimerdekakan. Kita dapat mendapati bentuk penghapusan budak yang diterapkan Islam dengan memperbolehkan untuk menikahi seorang budak sehingga ia bisa merdeka. Dan adanya bentuk denda dengan memerdekakan budak juga sebagai langkah brilian yang diterapkan Islam.

Wallahu a’lam bis-sawab.

Editor: Ananul Nahari