Hadirnya manusia di muka bumi, telah menjalani proses yang begitu Panjang. Ada skenario yang amat rapi yang telah di buat oleh Allah Swt untuk manusia mampu menjalani kehidupan di Bumi. Karena pada dasarnya, ketika Adam dan Hawa tidak memakan buah khuldi, maka sampai saat ini, Adam dan hawa akan berada di surga dan umat manusia yang lainnya tidak akan hadir dalam kehidupan ini. Ada bait lagu yang sangat menarik dikatakan “dunia ini adalah panggung sandiwara”. Saya memahami bait tersebut, bukan hanya dalam konteks sosial politik saat itu, melainkan dalam menjalani kehidupan ini. Allah telah memperlihatkan hitam dan putih tinggal mahkluknya mau memilih warna apa. Tulisan ini akan membahas dari dua pandangan ulama yang berbicara tentang makna kehidupan manusia.
Memaknai Kehidupan Manusia
Sementara itu, kehidupan menurut Al-Ghazali memiliki makna tersendiri yang harus dimaknai oleh manusia. Dalam pemaknaan hidup terebut, manusia membutuhkan pondasi agar manusia mampu memaknai kehidupan yaitu.
Pertama yaitu berpegang pada aqidah yang benar. Kedua, memenuhi hak dan kewajiban Allah Swt. Ketiga, menebar kasih sayang sesama. Keempat mengenali diri dengan sebaik-baiknya. Kelima, ialah berpendirian kuat dan tidak mudah goyah atau istiqomah (Kitab Raudhtut Thalibin).
Sebaliknya, kalangan ateisme atau mereka yang tidak meyakini ada tujuan hidup memandang kehidupan sebagai tempat untuk menjalani kehidupan, mencari materi agar nantinya mati dalam keadaan tenang. Pandangan seperti ini, merupakan pandangan bagi mereka yang tidak meyakini adanya proses kehidupan setelah mati. Dalam pandangan kaum eksistensialisme kehidupan manusia terdapat pada kebebasan.
***
Pandangan di atas jauh berbeda dengan apa yang di ajarkan oleh Islam. kehidupan manusia tidaklah se bebas yang dimaksud, melainkan manusia akan di uji oleh Allah Swt sebagaimana firman Allah pada Al-Quran Surah Al-Baqarah ayat 155 “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”.
Melihat ayat di atas, jelas dikatakan manusia sejatinya akan menjalani ujian selama di muka bumi. Hanya mereka yang memiliki iman yang tinggi dan kesabaran yang besar akan mampu menjalani ujian tersebut. kehidupan manusia akan senantiasa dibaluti dengan kesukaran atau kesusahan.
Kita sangat menyadari kehidupan saat ini yang begitu kompleks persoalannya. Kehidupan manusia yang semakin terkikis dari aspek moralnya, etikanya dan perilaku yang menunjukkan keinginan untuk menguasai berbagai aspek kehidupan membuat manusia menjadi serakah. Hal demikianlah coba kita uraikan.
Pandangan Buya Hamka akan Kehidupan
Kehidupan manusia akan selalu berkelanjutan selama manusianya masih hidup. Begitupun dengan kesusahan, ujian dan sebagainya akan selalu ada untuk menguji tingkat keimanan manusia terhadap berbagai persoalan kehidupan.
Buya Hamka menyerukan kepada seluruh umat manusia, agar dalam kehidupan dunia, setiap manusia mengembirakan kehidupan, agar terwujud kehidupan yang damai dan harmonis. Selain itu, sesama manusia senantiasa saling menjaga jiwa yang lainnya. Karena siapa yang menjaga satu jiwa manusia, maka sesungguhnya ia seakan-akan telah menjaga beribu jiwa yang lainnya.
Buya Hamka dalam tafsir Al Azhar menekankan agar ayat Al-Quran menjadi sumber inspirasi kehidupan. Kehidupan manusia harus berani di adu dengan berbagai realitas kehidupan yang begitu sulit.
Setidaknya menurut Buya Hamka ada dua hal yang harus diyakini oleh setiap individu yaitu. Pertama, setiap manusia harus meyakini bahwa dalam kehidupan ini ada kesulitan hidup yang jadikan sebagai ujian untuk manusia. kedua, setiap insan manusia harus meyakini bahwa setelah kesusahan ada kemudahan yang dijanjikan oleh Allah Swt.
Hal demikian sebagaimana Allah menjelaskan di surah Al Insyirah
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan
إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
Sesungguhnya sesuad kesulitan itu ada kemudahan
***
Menurut pandangan Buya Hamka pada ayat merupakan sebuah sunatullah kehidupan manusia. manusia yang memikul berat beban tersebut (persoalan kehidupan) nantinya akan mendapatkan kebahagian yang hakiki. Sebagaimana Nabi Muhammad yang diberikan beban yang amat berat, sampai ia merasa bahwa tulang punggungnya akan patah memikulnya.
Sunatullah yang dimaksud oleh Buya Hamka merupakan, satu pengecualian bahwa, se berat apapun persoalan yang kamu hadapi, maka akan datang saatnya kemudahan tersebut. karena itulah sunatullah (ketetapan) dari Allah. Inilah yang dimaksud juga sebagai scenario Allah yang menajdikan tolak ukur Allah untuk melihat hambanya sejauh mana ia mampu istiqomah. Namun yang menjadi penting dalam persoalan kehidupan manusia ini ialah Ketika manusia telah sering merasakan kesukaran hidup, kesulitasn, kesempitan dan sebagainya akan membuat manusia menjadi bertambah cerdas dalam menghadapi kehidupan dan mnejadikan kehidupan manusia menjadi dinamis.
Buya Hamka kemudian memberikan penegasan kepada umat manusia khususnya kaum muslimin bahwa untuk menghadapi seluruh persoalan itu di butuhkan iman yang tinggi dipupuk di dalam jiwa manusia. justru lemah iman akan membuat kita terjadi ditengah jalan sebelum pada akhirya kita sampai di garis finis yang telah ditentukan.
Olehnya itu, setiap manusia harus memiliki kesadaran individu dan kolektif untuk dikembangkan. Kesadaran individu akan mengantarkan manusia kepada kesadaran akan rasa saling menyanyangi satu sama lain. Setelahnya akan timbul kesadaran kolektif untuk menumbuhkan kehidupan yang mengembirakan.
Editor: An-Najmi
Leave a Reply