Kiai Ahmad Dahlan adalah sosok seorang kiai karismatik sekaligus pemikir pembaharu Islam asal Indonesia. Sebagai seorang pemikir pembaharu Islam, dalam perjalanan hidupnya tidak ditemukan satu karya tulis pun yang dihasilkan oleh Kiai Dahlan. Kendati demikian, pemikiran pembaharuannya beliau dedikasikan kepada sebuah organisasi sosial-keagamaan yang didirikannya, yakni Muhammadiyah.
Corak Pembaharuan Islam Kiai Ahmad Dahlan
Corak pembaharuan Islam yang dilakukan Kiai Ahmad Dahlan melalui organisasi sosial-keagamaan ini, sekurang-kurangnya meliputi empat hal: Pertama, ia selalu menekankan perlunya penyatuan dimensi ajaran “kembali kepada Al-Quran dan Al-Sunnah” dengan dimensi ijtihad dan tajdid sosial-keagamaan. Kedua, dalam mengaktualisasikan cita-cita pembaharuannya, Kiai Dahlan menempuh sistem organisasi.
Ketiga, pemikiran Kiai Dahlan dengan Muhammadiyah-nya bercorak “anti-kemapanan” kelembagaan agama yang terlalu bersifat kaku. Keempat, gagasan pembaharuan Kiai Dahlan dengan Muhammadiyah-nya selalu bersikap responsif dan adaptif dalam menghadapi perkembangan zaman.
Selain itu yang tak kalah menariknya dari Kiai Dahlan, adalah ketika memberikan pelajaran atau pengajian kepada murid-muridnya. Misalnya, ketika beliau menjelaskan tentang ayat-ayat Al-Quran yang berkaitan dengan kemanusiaan. Beliau menuntut pada murid-muridnya untuk tidak berhenti pada hafalan dan pemahaman, tetapi juga harus mengamalkannya.
Pun juga, tatkala mengajarkan beberapa ayat tentang pentingnya ilmu pengetahuan serta penyantunan orang miskin dan yatim piatu, Kiai Dahlan menuntut murid-muridnya untuk mengamalkan isi kandungan ayat-ayat tersebut dalam kehidupan sehari-harinya.
Keajekan Kiai Dahlan dalam Mempelajari Sesuatu
Perihal model pembelajaran yang dilakukan Kiai Dahlan ini, ada cerita yang menarik dari Kiai Dahlan yang dikutip dalam buku Teologi Pembaharuan karya Fauzan Saleh. Dalam cerita itu, Kiai Dahlan begitu tekun memberikan pelajaran, berulang-ulang bahkan berbulan-bulan, kepada para murid tentang surat Al-Ma’un hingga muridnya merasa bosan.
Konon, yang dilakukan oleh Kiai Dahlan menjadi bahan “mainan” para santrinya. Sebelum Kiai Dahlan datang, para santri menebak apa yang akan diajarkan, yakni surat Al-Ma’un. Ternyata betul.
Diimpit oleh rasa bosan karena KH. Ahmad Dahlan terus-menerus mengajarkan surat Al-Ma’un, akhirnya salah seorang muridnya, H. Syuja’, bertanya mengapa Kiai Dahlan yang tidak mau beranjak ke pelajaran selanjutnya. Lantas, Kiai Dahlan balik bertanya, “Apakah kamu benar-benar memahami surat ini?” H. Syuja’ menjawab bahwa ia dan teman-temannya sudah paham betul arti surat tersebut dan hafal di luar kepala.
Kiai Dahlan bertanya lagi, “Apakah kamu sudah mengamalkannya?”. Jawab H. Syuja’, “Bukankah kami membaca surat ini berulang kali sewaktu Shalat?” Kiai Dahlan lalu menjelaskan bahwa maksud mengamalkan surat Al-Ma’un bukan menghafal atau membaca, melainkan lebih penting dari itu semua, yaitu melaksanakan pesan surat Al-Ma’un dalam bentuk amalan.
“Oleh karena itu”, lanjut Kiai Dahlan, “setiap orang harus keliling kota mencari anak-anak yatim, bawa mereka pulang ke rumah. Berikan mereka sabun untuk mandi, pakaian yang pantas, makan dan minum. Serta berikan mereka tempat tinggal yang layak. Untuk itu, pelajaran ini kita tutup, dan laksanakan apa yang telah saya perintahkan kepada kalian”.
Pentingnya Mengamalkan Ilmu
Menurut KH. Ahmad Dahlan, dalam mempelajari Al-Quran, umat Islam tidak boleh beranjak dari satu ayat ke ayat lainnya sampai benar-benar paham arti dan tafsirannya serta dapat mengimplementasikan pesan dari ayat tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Apa yang telah dilakukan Kiai Dahlan tersebut, patut kiranya dijadikan “cerminan” bagi seorang pendidik secara umum dan bagi para peserta didik secara khusus, untuk tetap “istiqomah” dalam mempelajari satu bidang ilmu hingga ia betul-betul memahami isi kandungan dari ilmu tersebut dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-harinya.
Artinya, beliau memberikan kiat pada kita untuk tidak bosan dalam mengkaji satu bidang ilmu tertentu sampai benar-benar memahaminya dan menerapkannya.
Hal ini berdasarkan pada tujuan dari sebuah pendidikan. Tujuan pendidikan menurut KH. Ahmad Dahlan, adalah untuk menciptakan manusia yang: baik budi (alim dalam bidang agama), luas pandangan (alim dalam ilmu-ilmu umum), dan bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakat. Ketiga hal inilah, yang bagi Kiai Ahmad Dahlan patut untuk diperjuangkan dalam dunia pendidikan, khususnya pendidikan Islam di era modern saat ini.
Penyunting: M. Bukhari Muslim
Leave a Reply