Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Kajian Semantik Kata Jihad dalam Al-Qur’an

semantik
Sumber: https://islam4u.pro

Al-Qur’an merupakan rujukan utama ajaran Islam yang menjadi objek kajian mendalam bagi para peneliti. Makna kata-kata yang terkandung di dalamnya adalah salah satu aspek yang membutuhkan pemahaman yang mendalam. Dalam hal ini, kajian semantik Al-Qur’an sangat dibutuhkan supaya bisa memahami makna yang terkandung di dalamnya secara lebih akurat. Salah satu kata yang sering menimbulkan perselisihan dan perbedaan pendapat adalah kata “jihad”, yang sering diartikan sebagai “perang”.

Definisi ini telah menimbulkan kesalahan persepsi di kalangan masyarakat non-muslim, akan tetapi dengan adanya kajian semantik yang memberikan pemahaman lebih mendalam tentang arti sebenarnya dari kata “jihad” dalam Al-Qur’an. Toshihiko Izutsu merupakan salah satu peneliti terkemuka di bidang semantik Al-Qur’an yang menawarkan pendekatan secara historis atau semantik historis untuk memahami makna “jihad” dalam Al-Qur’an.

Pendekatan semantik dapat menjelaskan kerumitan makna jihad dalam Al-Qur’an melalui analisis terhadap pendekatan historis, yang dilakukan dengan dua cara, yaitu analisis sinkronik dan diakronik. Penting untuk diingat bahwa kedua analisis ini akan menunjukkan perbedaan makna jihad dalam waktu yang berbeda. Dengan kata lain, antara masa jahiliyah sebelum turunnya al-Qur’an dan masa setelah wahyu tersebut diberikan kepada Nabi Muhammad SAW. Perbedaan makna ini akan dibahas lebih lanjut.

Kata jihad merupakan bentuk mashdar dari kata jahada yang berarti berusaha dengan sungguh-sungguh (Munawwir, 1997). Kata jihad sendiri terulang dalam Al-Qur’an sebanyak 41 kali dengan berbagai bentuk derivasinya (Baqi, 2007). Dalam Al-Mufradat fii Gharibil Qur’an, kata jihad dalam Al-Qur’an memiliki tiga makna, yakni; pertama, berjuang melawan musuh nyata, kedua, berjuang melawan (memusuhi) setan, dan yang ketiga, berjuang melawan hawa nafsu. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an Surah al-Haj ayat 78 dan al-Baqarah ayat 218.

Baca Juga  Strategi Dakwah Qur'ani: Menggunakan Cara Yang Terbaik

Analisis Sinkronik dan Diakronik

Sebelum kita membahas makna jihad dalam Al-Qur’an melalui analisis sinkronik dan diakronik, sebaiknya kita mengetahui pengertian dari kedua analisis tersebut. Aspek sinkronik merupakan aspek yang tidak berubah dari kata atau makna, dalam pengertian sistem kata bersifat statis. Sedangkan aspek diakronik adalah pandangan terhadap bahasa, yang pada prinsipnya memfokuskan pada unsur waktu. Dalam hal ini Toshihiko Izutsu membagi kedua aspek tersebut menjadi tiga periode, yakni pra Quranik, Quranik, dan pasca Quranik.

Pra Quranik

Pandangan masyarakat pra Quranik terhadap kata jihad dapat dilihat dari syair karya as-Syamakh yang merupakan penyair jahiliah terkemuka, syairnya yaitu:

تضح وقد ضمنت ضراتها غرقا # من طيب الطعم حلو غير مجهود

Engkau menyembelihnya (kambing) padahal pada kelenjar susunya hanya berisi sedikit susu yang enak dan manis rasanya dan tidak susah memerasnya.

Dari syair di atas, kata majhud berasal dari kata jahdu yang artinya kemampuan atau kekuatan. Hal tersebut menjelaskan bahwa adanya usaha atau kemampuan yang mudah dalam memeras kelenjar susu kambing yang enak dan manis rasanya. Dalam syairnya al-A’sya, penyair yang buta matanya, bearasal dari Qabilah Bakr bin Wail, ia berkata:

فجالت وجال لها أربع # جهدنا لها مع إجهادها

Maka kemudian wanita itu malu beserta keempat orang laki-laki juga malu karenanya. Sungguh kami terasa malu karenanya. Bersama sang wanita itu pun merasa demikian.

Syair di atas menerangkan bahwa kata jahada dan ajhada mempunyai makna yang sama yakni bersungguh-sungguh. Seorang wanita yang mempunyai rasa malu karena adanya adanya empat orang laki-laki, sang laki-laki pun merasa demikian.

Dari kedua syair di atas, kata jihad pada masa pra Quranik mempunyai makna thaaqah atau al-Wus’u (kekuatan atau kemampuan). Kata jihad diartikan sebagai usaha dalam mencurahkan segala kemampuan dan tenaga berupa kata dan perbuatan.

Baca Juga  Semantik dan Hermeneutik: Kajian tentang Makna

Quranik

Pada masa Quranik, kata jihad membawa makna dasar “bersungguh-sungguh”. Kata jihad dalam Al-Qur’an sangat berkaitan dengan perkembangan makna bahasa Arab yang berdampingan dengan kondisi sosial masyarakat. Hal ini terbukti dengan adanya perbedaan penggunaan makna kata jihad pada ayat-ayat Makkiyyah dan Madaniyyah. Pada periode Makkiyyah, kata jihad bermakna moral dan spiritual. Sedangkan pada periode Madaniyyah, kata jihad sudah dalam pengertian berperang demi melindungi diri dari siksaan orang-orang kafir.

Pasca Quranik

Pada masa ini, kosa kata Al-Qur’an banyak dipakai dalam sistem pemikir Islam yaitu teologi, hukum, teori politik, dan tasawuf, yang mana dari masing-masing sistem tersebut meningkatkan sistem konseptualnya sendiri. Sementara itu, penulis hanya memakai sistem tasawuf dalam menganalisis kata jihad. Pengertian jihad dalam sistem tasawuf mengarah pada perjuangan batin (mujahadah), mengendalikan diri dari hawa nafsu yang senantiasa mendorong untuk melakukan kejahatan dengan cara mendekatkan diri kepada Tuhan.

Penutup

Kata jihad pada masa pra Quranik diartikan sebagai usaha untuk mengerahkan seluruh kemampuan dan tenaga berupa perkataan dan perbuatan. Dalam masa Quranik kata jihad mengalami perkembangan makna. Pada periode Makkiyyah memiliki arti dakwah, dan pada periode Madaniyyah lebih banyak bermakna perang. Sedangkan pada masa pasca Quranik kata jihad dalam sistem tasawuf dikenal dengan perjuangan batin (mujahadah). Jadi kata jihad tidak selalu diartikan dengan perang. Pemaknaan jihad dalam Al-Qur’an bisa disesuaikan dengan konteks ayatnya.