“Jurnalisme menurut Mc. Nair, menjadi penghubung realitas-peristiwa dengan fakta tertentu. Jurnalisme menjadi agen manufaktur “sebuah kenyataan”, yang bukan “kenyataan” itu sendiri.”
Sepanjang perjalanan sejarah dan perkembangannya, jurnalisme menjadi diskursus utama dalam ilmu komunikasi. Jurnalistik merupakan pekerjaan yang tak asing lagi di dalam keseharian kita khususnya dalam hidup bermasyarakat. Kecukupan informasi yang menjadi kebutuhan masyarakat menuntut ketekunan dan ketelatenan para manusia media.
Di sisi lain perkembangan teknologi dan informasi yang sampai hari ini tiada henti-hentinya melahirkan segala bentuk sarana dan prasarana bagi manusia dalam berkomunikasi terkhusus dalam menerima informasi. Dalam dari itu, perlu diketahui bersama, kemudahan akses serta kebebasan dalam memperolehnya, informasi yang sampai kepada khalayak tidak selamanya memberi dampak baik dan tidak sepenuhnya membawa kebaikan.
Hal tersebut tak lain disebabkan pendekatan yang digunakan dalam berbagai pekerjaan jurnalistik tidak sesuai dan dapat informasi yang disampaikan belum mampu memberikan kebermanfaatan.
Jurnalistik bukanlah proses pekerjaan untuk menyajikan kenyataan saja, namun ia menjadi manufaktur dari kenyataan tersebut. Oleh sebab itu, setelah melakukan berbagai wawancara, liputan, dan observasi, data yang diperoleh tidak langsung didesiminasikan akan tetapi melalui tahap pengolahan dengan mem-perspektif-kan data tersebut dalam narasi yang akan diwartakan. Dan proses pengolahan data tersebut berdasar pada pendekatan jurnalisme yang dianut oleh platform media.
Beberapa pendekatan jurnalisme yang kerap dipakai oleh media-media mainstream saat ini antara lain; peace journalism, advocacy journalism, dan citizen journalism. Tak jarang kita dapati beberapa liputan terkait isu dan tragedy terkini dalam perspektif yang berbeda-beda dari media yang berbeda pula.
Jurnalisme Masa Kini
Sampai hari ini, selalu terdapat berbagai persoalan yang dialami para jurnalis dan media. Kita sering mendapati berita yang mem-perspektif-kan keyataan tidak sesuai dengan apa yang menjadi kebutuhan masyarakat terkait informasi. Memang benar dan tidak dapat kita pungkiri bahwa data yang disajikan serta dimediakan bukanlah Hoax, akan tetapi pada kenyataannya informasi yang diberikan terkesan memiliki berbagai kepentingan.
Big media, yang lahir dari nalar ekonomi dalam memandang media sehingga menjadi luas dan besar serta mengkorporasi. Big media menghasilkan berita semacam kuliah, ceramah, dan penuh petuah. Media menjadi penentu kejadian. Keperkasaan Big Media kerap menghanguskan kekerabatan khalayak. Khalayak ingin kekerabatannya “dikisahkan” atau “berkisah”. Big media menganggap khalayak menjadi penurut dan hanya menerima.
Masyarakat pun telah dikerangka pemberitaan yang tak bisa disentuh, diajak bicara. Masyarakat membutuhkan ruang conversation, suasana percakapan. Yang tidak dibatasi oleh tengat dan kerja liputan dan produksi pemberitaan. (Santana, 2017)
Sehingga media yang seharusnya menjadi wadah interaksi antar individu dalam bertukar informasi. Jika kita telusuri, keadaan tersebut bukan disebabkan oleh validitas dari data yang didapat, melainkan dari pengolahan dan narasi atas suatu realita. Inilah yang penulis sebut sebagai permasalahan dalam pendekatan journalism.
Dewasa kini, khalayak tidak lagi menjadi konsumen dari berita. Mereka dapat menjadi produser dalam pembuatan berita. Transformasi jurnalisme terjadi. Hal ini tak lain disebabkan perkembangan zaman yang akhirnya menghantarkan instrument dan alat pembuat berita sudah mampu didapat dalam satu genggaman gawai. Maka dari itu struktur media massa abad ke-20 berubah. Keorganisasiannya mencair, jadi bersifat grassroot dan demokratik.
Dedikasi dan prinsip yang dianut oleh para jurnalis dalam mewartakan merupakan landasan yang mempengaruhi kinerja jurnalis serta berita yang dihasilkan. Profetisme perlu untuk didekatkan dalam proses jurnalistik. Sehingga segala sifat kenabian; shidiq, amanah, tabligh, dan fathanah menjadi sifat yang melekat pada setiap wartawan dan para jurnalis. Pada akhirnya berita yang dihasilkan sesuai dengan tujuan diutusnya nabi sebagai sang pencerah.
Profetisme Jurnalis Muslim
Parni Hadi memaparkan dalam bukunya Jurnalisme Profetik bahwa Nabi Muhammad SAW adalah seorang wartawan pembawa berita terbesar, terpenting dan terabadi di dunia. Beliau membawa berita yang datang dari Allah SWT. Berita langit yang disampaikannya bukan hanya mencerdaskan otak. Tapi juga memperkuat otot-otot spiritual, sehingga pembaca bisa menghadapi hari dengan rasa optimisme dan percaya diri yang kuat.
Meskipun tidak menerima berita langsung dari Allah, para junalis muslim mestinya meniru jejak Rosulullah SAW sebagai pembawa berita yang baik dan benar. Wartawan pun tidak boleh cuma berorientasi mencari keuntungan tapi melupakan misi kemanusiaan, tugas membangun peradaban sebagaimana yang telah dibangun Nabi Muhammad.
Tugas nabi sebagai pembawa berita dapat dipahami dari kata nabi itu sendiri. Dalam bahasa Arab, kata Naby/naba’, menurut Maulana Muhammad Ali, berarti “Pemberitahuan yang besar faedahnya,” yang menyebabkan orang mengetahui sesuatu. Sedangkan dalam ensiklopedia karya Cyril Glasse, The Concise Encyclopedia of Islam (2008), dijelaskan bahwa makna nabi adalah seorang yang menjalankan tugas kenabiaannya dalam kerangka wahyu yang telah ada, berlawanan dengan rasul, yang membawa wahyu baru.
Dalam wacana profetik, selain dari sifat yang terdapat pada kenabian, maksud dan tujuan diutusnya nabi kepada manusia untuk memerdekakan masyarakat dari kebodohan, memberi nasihat, dan menjadi manfaat bagi masyarakat tak lain hal tersebut merupakan tujuan diutusnya seorang nabi oleh Tuhan. Begitupula para jurnalis yang pada dasarnya lahir dari rahim masyarakat untuk menjalaankan fungsi dan perannya dalam mencukupi informasi sehingga terbebas dari kebodohan akan pembacaan fenomena yang terjadi.
Problematika yang terjadi pada masyarakat hari ini bukan dikarenakan mis-informasi yang dihadirkannya, hal tersebut tak lain disebabkan oleh disorientasi oleh media yang akhirnya melahirkan informasi-informasi yang pada akhirnya bukan menjalankan peran melainkan bagaimana meraup keuntungan.
Penyunting: Bukhari
Leave a Reply