Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Jujur Hanya Karena Allah

jujur
Sumber: Freepik.com

“Senantiasa kalian jujur, karena sesungguhnya kejujuran itu membawa kepada kebajikan, dan kebajikan membawa keapada surga. Seseorang yang senantiasa jujur dan berusaha untuk selalu jujur, akhirnya ditulis di sisi Allah sebagai seorang  yang selalu jujur. Dan jauhilah kedustaan karena kedustaan itu membawa kepada kemaksiatan, dan kemaksiatan membawa ke neraka. Seseorang yang senantiasa berdusta dan selalu berdusta, hingga akhirnya ditulis di sisi Allah sebagai seorang pendusta.”

(HR. Bukhari dan Muslim)

“Berkatalah jujur walaupun pahit akibatnya.” Ungkapan ini seringkali kita dengar. Namun entah mengapa saat ini, ungkapan itu sepertinya hanya slogan formalitas saja.

Rasanya sangat miris apabila kita melihat pemberitaan di media. Di mana banyak di antara pemimpin kita  saling tuding dan saling menyelamatkan diri masing-masing dari berbagai kasus yang menimpanya. Begitupula dengan kita, yang apabila melakukan kesalahan rasanya sangat sulit sekali untuk berkata jujur. Banyak di antara kita  yang merasa takut apabila kesalahan yang kita lakukan diketahui oleh orang lain, sehingga berkata bohong/dusta adalah pilihan yang dianggap terbaik.

Ketidakjujuran Ada di Sekitar Kita

Banyak contoh ketidakjujuran yang kita jumpai dalam  keseharian, yang mungkin sudah dianggaop  lazim, misalnya seorang siswa yang berdusta kepada guru karena takut dihukum. “Maaf pak guru, sebenarnya saya sudah menyelesaikan tugas bapak, tapi tadi saya berburu-buru jadi tugas itu tertinggal di rumah.” Padahal ia katakan itu karena ia belum menyelesaikan tugasnya.

Atau karyawan yang berdusta kepada atasan demi jenjang karirnya, “Saya adalah orang pertama yang mendukung keputusan bapak, karena keputusan bapak sangat bijaksana”. Padahal atasannya mengambil keputusan yang tidak adil.

Atau juga pedagang yang tidak jujur demi keuntungannya; “Produk ini agak mahal harganya karena sejuta khasiatnya, dengan menggunakan produk ini, dijamin Anda bisa ini dan itu”. Padahal itu hanyalah produk biasa yang dilebih-lebihkan promosinya demi mendapatkan keuntungan yang besar.

Baca Juga  Ibnu Asyur: Penulis Kitab Tafsir At-Tahrir Wa At-Tanwir

Begitupula dalam hal kampanye pemilihan kepala desa, lurah, atau bahkan wakil rakyat, banyak sekali kita jumpai janji-janji yang berlebihan, yang apabila ia terpilih, belum tentu ia memenuhi janjinya.

Dalam keluarga juga sering dijumpai anak yang berdusta kepada orangtuanya, suami berdusta kepada istrinya atau sebaliknya. Bahkan ada yang sampai menjual kejujurannya, “Saya akan berkata jujur apabila Anda memberi imbalan sekian.” Naudzubillahi mindzalik. Jujur yang seperti ini adalah jujur yang hanya ditujukan untuk manusia, bukan karena Allah swt. Padahal, Islam menganjurkan untuk berkata jujur hanya karena Allah swt. Allah swt berfirman dalam surat Ali Imran ayat 94; “Maka barang siapa mengada-adakan dusta terhadap Allah sesudah itu, maka merekalah orang-orang yang zalim.”

Mengapa Manusia Berdusta?

Manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Adalah ungkapan yang sering kita dengar. Kesalahan yang dilakukan bisa menimbulkan dosa, dan untuk menutupi dosa, seringkali dengan cara berdusta. Padahal dusta yang kita lakukan justru akan menambah dosa. Untuk menutupi rasa malu atau ketakutan akan rugi dan susah juga seringkali dijadikan alasan mengapa manusia berdusta.

Jika kita terlanjur  lalai, sebaiknya segeralah untuk memohon ampun dan petunjuk kepada Allah swt, karena sesungguhnya Allah-lah yang mengatur rezeki dan yang dapat membukakan jalan keluar dari berbagai masalah.

“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.” (QS. ath-Thalaq: 2)

Namun jika kita menutupi kelalaian tersebut dengan berdusta, berarti kita menjerumuskan diri ke dalam jurang yang dalam yang ditempati oleh syaitan yang selalu mendorong kita dalam kesesatan.

“Mereka itulah orang-orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk dan siksa dengan ampunan. Maka alangkah beraninya mereka menentang api neraka!” (QS. al-Baqarah: 175)

Baca Juga  Anak Disabilitas dan Pelajaran dalam Surah 'Abasa

Dusta adalah ciri orang munafik:  Rasulullah saw bersabda, “Tanda orang-orang munafik itu ada tiga keadaan, Pertama, apabila berkata-kata ia berdusta. Kedua, apabila berjanji ia mengingkari. Ketiga, apabila diberikan amanah (kepercayaan) ia mengkhianati.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Jadi, hindarilah berkata tidak jujur/dusta agar kita tidak termasuk orang-orang yang munafik, karena orang-orang munafik itu kelak akan mendapatkan siksaan dari Allah swt, seperti firman-Nya dalam surat An-Nisa ayat 138; “Kabarkanlah kepada orang-orang  munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih.”

Jujur membuat hati jadi tenang

Seberapapun kesalahan/kelalaian seseorang, apabila ia berkata jujur, maka hatinya menjadi tenang, terhindar dari perasaan bersalah dan gelisah. Namun, apabila ia berdusta, maka akan timbul perasaan ragu, cemas dan gelisah, karena sekali berdusta, maka akan ditutupi dengan dusta-dusta yang lain. Rasulullah saw. Bersabda, “Tinggalkan apa yang meragukanmu kepada yang tidak meragukanmu, sesungguhnya kejujuran, (mendatangkan) ketenangan dan kebohongan, mendatangkan keraguan.”

Saat dusta boleh dilakukan

Walaupun berdusta itu dilarang oleh Allah swt, namun ada ketidakjujuran yang boleh dilakukan. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Muslim disebutkan; Ummi kultum berkata; “Saya tidak pernah mendengarkan Rasulullah shallallahu’alahi wasallam meringankan dalam segala sesuatu yang diucapkan oleh para manusia itu, melainkan dalam tiga keadaan, yaitu; dalam peperangan, dalam mengadakan hubungan baik antara manusia yang sedang berselisih, dan ucapan seseorang suami terhadap istrinya atau seorang istri terhadap suaminya”. Jadi tidak jujur karena ingin mendamaikan perselisihan itu dibenarkan dalam Islam.

Editor: Ananul

Peraih Award lomba menulis Kemenag Kabupaten Lamongan, Peraih juara lomba Hari Pers Nasional, dan kader IMM Lamongan.