Saat bercengkrama dengan anak-anak adalah saat santai melupakan hiruk pikuk kepenatan dunia luar. Tapi adakalanya muncul pertanyaan dari mereka yang terkadang perlu ekstra berfikir untuk mencernanya, atau perlu ragam metode untuk menjelaskannya. Terlebih jika mewujud pertanyaan-pertanyaan nakal tentang tuhan dan lainnya. Bahkan yang lebih rumit dari pertanyaan penguji skripsi, bahkan disertasi.
Tuhan serius banget ya pak?
Sore itu suasana agak santai, tak ada pembicaraan serius sampai puteri terbesar kami yang beranjak gadis ini meletupkan satu pertanyaan.
“Pak, masih ingat gak?” tanya putriku. Belum sempat saya menjawabnya, Ia kembali berujar, “setiap ganti tahun banyak yang bercanda mau nyari kalender yang banyak tanggal merahnya!” katanya melanjutkan. “Terus?” Saya masih bertanya-tanya. “Allah kabulkan sekarang!” timpalnya. “Ya, kamu benar banget!” Saya mengiyakan, kini memang lebih banyak hari libur (di rumah) dibandingkan di sekolah atau tempat kerja.
“Sesaat setelah Mas Nadiem ditunjuk jadi menteri banyak yang bercanda: ‘jangan-jangan nanti belajarnya on line!’ pekik putriku kian semangat. “Bayar SPP, terima rapot gak usah repot ke sekolah, cukup pakai go-send, hehe..!” cetusnya sambil cengengesan. “Jadi kenyataan sekarang!” lanjutnya.
“Terus Mas Menteri buat konsep; ‘merdeka belajar’, banyak yang bercanda ‘dosen nggak perlu ke kampus, mahasiswa bisa belajar dimana saja, kampus-kampus bakal sepi!“ Ia terus ngoceh dan Saya tak bisa membantah. Faktanya, Saya yang guru kecil di kampus kecil ini juga sekarang mengajar daring.
“Orang-orang bilang, apa lagi sama ibu-ibu, ‘Gak usah lah bersusah kerja di luaran, cukup dari rumah saja”, Kini, Allah dengarkan harapan-keinginan itu!” tegasnya.
“Terus apa lagi?” pancingku bangga punya puteri yang bisa menganalisis setajam Dahlan Iskan.
“Pemerintah pusing bagaimana mengurai kemacetan, Allah berikan solusi sekarang!” ujarnya yakin. “Para aktivis khawatir dengan isu pemanasan global, ‘Bagaimana caranya agar polusi berkurang?’ Allah pun berikan jawaban sekarang!” tambahnya sambil melotot.
Tak lama kemudian Ia menepuk jidat, “Terus ini yang salah apanya? Doanya?” Nampak muka keheranan di wajahnya.
“Doa salah gitu?” tanya Saya.
Panduan Islam dalam bermohon
Saya coba untuk menjelaskan bahwa Allah swt. adalah Tuhan yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui, Allah swt. jugalah Tuhan Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Segala pujian bagi Allah swt., yang menggenggam semesta Alam, menguasai segala sesuatu baik yang terucap maupun yang hanya terlintas dalam benak.
Seloroh dan tanya anak saya itu mengingatkan Saya akan sebuah hadis yang melarang kita sebarang berbicara, karena boleh jadi itu adalah saat di mana doa dikabulkan.
سِرْنَا مع رَسولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ في غَزْوَةِ بَطْنِ بُوَاطٍ، وَهو يَطْلُبُ المَجْدِيَّ بنَ عَمْرٍو الجُهَنِيَّ، وَكانَ النَّاضِحُ يَعْتَقِبُهُ مِنَّا الخَمْسَةُ وَالسِّتَّةُ وَالسَّبْعَةُ، فَدَارَتْ عُقْبَةُ رَجُلٍ مِنَ الأنْصَارِ علَى نَاضِحٍ له، فأنَاخَهُ فَرَكِبَهُ، ثُمَّ بَعَثَهُ فَتَلَدَّنَ عليه بَعْضَ التَّلَدُّنِ، فَقالَ له: شَأْ، لَعَنَكَ اللَّهُ، فَقالَ رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ: مَن هذا اللَّاعِنُ بَعِيرَهُ؟ قالَ: أَنَا، يا رَسولَ اللهِ، قالَ: انْزِلْ عنْه، فلا تَصْحَبْنَا بمَلْعُونٍ، لا تَدْعُوا علَى أَنْفُسِكُمْ، وَلَا تَدْعُوا علَى أَوْلَادِكُمْ، وَلَا تَدْعُوا علَى أَمْوَالِكُمْ، لا تُوَافِقُوا مِنَ اللهِ سَاعَةً يُسْأَلُ فِيهَا عَطَاءٌ، فَيَسْتَجِيبُ لَكُمْ
“Ada seorang lelaki yang berucap kepada untanya, ‘hush! (kalimat hardikan kepada unta agar jalannya cepat -pen), semoga Allah melaknatmu!’ Rasulullah saw berkata, “ Siapa yang melaknat untanya itu?” Lelaki itu menjawab, “ Aku, wahai Rasulullah!” Lalu Rasulullah saw pun bersabda, ‘Turun lah (dan turunkanlah barang-barangmu darinya, janganlah Engkau menyertai sesuatu yang terlaknat, janganlah engkau mendoakan keburukan untuk dirimu sendiri, janganlah Engkau mendoakan keburukan kepada anak-anakmu, janganlah engkau mendoakan keburukan pada harta-hartamu, agar (doa tersebut) tidak bertepatan dengan saat-saat di mana Allah memberikan dan mengabulkan doa dan permintaan kalian!” (HR. Muslim no. 3009).
Terbaca jelas dalam hadits di atas agar kita berhati-hati dalam berucap. Terlebih jangan salah melafalkan sesuatu terlebih doa. Boleh jadi harapan-harapan yang terucap dari bibir tidak sesuai dengan kebutuhan dan kebaikan kita di masa depan. Karena itu para ulama pun memberikan panduan agar berdoa dengan lafal-lafal yang dicontohkan nabi atau para sahabat, minimal redaksi doa itu dari para ulama. Jangan berdoa dengan kata-kata sendiri bisa salah doa, dikira baik, tapi ternyata tidak.
*Kisah diadaptasi dari berbagai sumber.
Penasaran dengan Diskusi seperti ini, saksikan dalam bentuk motion animasi yang cukup apik di kanal pointdakwah.
Leave a Reply