Banyak ragam berfikir yang digunakan oleh manusia. Ketika memperhitungkan sesuatu, biasanya digunakan berfikir logis. Untuk mempertimbangkan sesuatu apakah mungkin atau tidak mungkin terjadi dalam rasio, digunakan berfikir rasional. Atau terkadang ketika melihat warna, bentuk, corak, beberapa orang biasa mengasumsikan sesuatu pada hal tersebut. Apa yang ia lihat misalnya dalam bentuk simbol, tak semata-mata ada bayangan simbol dalam benak tersebut, namun ia menetap dalam benak sehingga bisa menunjukkan bahwa simbol itu adalah A dan B, atau yang lainnya. Ragam ini termasuk dalam dimensi berfikir yang akibat pengalaman empirik, seseorang dapat menyebutkan apa makna simbolik yang ia alami.
Apa itu Berfikir Simbolik?
Corak berfikir seperti ini banyak dibahas oleh psikologi. Seseorang dapat mendefinisikan pemikiran simbolis sebagai kemampuan untuk berpikir tentang situasi saat ini. Dengan kata lain, ini adalah jenis pemikiran yang memungkinkan untuk memvisualisasikan realitas lingkungan tertentu sesuai dengan pengalaman pribadi.
Psikolog Swiss, Jean Piaget (1896-1980), menyumbangkan banyak informasi mengenai pemikiran simbolis. Dia mendedikasikan dirinya untuk mendefinisikan dan menjelaskan berbagai tahap perkembangan kognitif yang dilalui seorang anak. Menurutnya, pemikiran simbolis menyiratkan bahwa seorang anak mampu menggunakan penanda untuk merujuk pada makna.
Pemikiran simbolis adalah representasi realitas melalui penggunaan konsep-konsep abstrak seperti kata-kata, gerak tubuh, dan angka. Bukti pemikiran simbolis umumnya muncul pada sebagian besar anak pada usia delapan belas bulan, ketika tanda dan simbol (penanda) digunakan secara andal untuk merujuk pada objek, peristiwa, dan perilaku konkret (petanda). Ciri khas dari pemikiran simbolis adalah bahasa yang menggunakan kata-kata atau simbol untuk mengekspresikan konsep (ibu, keluarga), referensi abstrak untuk melampaui realitas konkret (kenyamanan, masa depan), dan memungkinkan hal-hal yang tidak berwujud untuk dimanipulasi (simbol-simbol matematika).
Menurut Jean Piaget dalam Psychology of Intelligence, peniruan memainkan peran penting dalam perkembangan pemikiran simbolis karena anak mampu membayangkan perilaku yang diamati di masa lalu dan menciptakannya kembali sebagai perilaku yang ditiru. Dengan demikian, sebuah penanda dibangun menjadi terhubung dengan petanda lain melalui asimilasi peristiwa dan tindakan terhadap penanda tersebut. Perkembangan bahasa muncul dari fungsi-fungsi simbolis, yang pada gilirannya memfasilitasi perkembangan pemikiran simbolis.
Isyarat al-Qur’an tentang Berfikir Simbolik
Al-Qur’an mendorong manusia untuk berfikir. Sebab, manusia diberi akal dan salah satu fungsinya adalah berfikir. Dalam konteks simbolik, simbolisme qurani adalah penggunaan al-Qur’an terhadap simbol-simbol dan tanda-tanda yang menunjukkan dan menginstruksikan kita tentang fakta-fakta agama karena terkadang kata-kata tidak dapat mengatakan fakta. Simbol menjadi yang terbaik. Simbolisme qurani merupakan keindahan yang sangat spesifik.
Hadayat Rashidi dalam The Quranic Symbolisme (2011) menyebutkan aspek-aspek umum dari bahasa Al-Quran, yaitu: 1) Struktur, 2) makna, 3) pemahaman makna, dan 4) simbol. Karakteristik ini didasarkan pada fakta bahwa manusia menggunakan simbol-simbol untuk berkomunikasi dengan orang lain. Simbol-simbol ini sebagian bersifat konvensional dan berbeda dari satu budaya ke budaya lainnya. Kata-kata dan tanda-tanda ini disebut simbol, karena kata-kata ini sendiri memiliki kebermaknaan dan menyampaikan makna khusus. Pada kenyataannya simbol-simbol tersebut mencerminkan konsep-konsep bawaan manusia yang digunakan dalam komunikasi dan interaksi.
Masih menurut Rashidi, terdapat beberapa karakteristik penting dari simbol-simbol yang ada dalam al-Qur’an, yaitu:
- Sebagian simbol-simbol Qur’ani telah digunakan dalam kitab-kitab suci sebelum Islam, bahkan oleh para nabi sebelum Nabi Muhammad Saw, seperti konsep-konsep seperti arsy, tahta di langit (kursy), kerajaan surga (malakut), roh suci (ruh al-qudus), dan lain sebagainya.
- Beberapa simbol-simbol tersebut merupakan simbol-simbol yang khusus bagi Al-Quran. Sejumlah simbol hanya digunakan di dalam al-Quran. Simbol ini belum pernah digunakan dalam kitab-kitab samawi lainnya dan beberapa dari simbol-simbol ini hanya digunakan sekali dalam al-Qur’an, seperti umm al-kitab dan al-kitab al-mubin
***
Dalam beberapa kesempatan, simbol-simbol telah digunakan dalam Al-Quran yang dapat diperoleh dengan merujuk pada tafsir al-Quran. Kata-kata simbolik ini misalnya cahaya (nur), tempat cahaya (misykah), lampu (mishbah), kaca induk (al-zujajah), bintang yang bersinar (al- kawkab al-durri), pohon zaitun yang diberkati (al- syajarah al-zaytunah al-mubarakah), dan simbol-simbol lain dari ayat cahaya yang menurut Ath-Thabathaba’i telah dijelaskan dan ditafsirkan dalam ayat-ayat sebelumnya atau sesudahnya.
Sebagai contoh, tempat cahaya disebutkan dalam QS an-Nur: 36-38. “(Cahaya itu ada) di rumah-rumah yang telah Allah perintahkan untuk dimuliakan dan disebut di dalamnya nama-Nya. Di dalamnya senantiasa bertasbih kepada-Nya pada waktu pagi dan petang. Orang-orang yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan jual beli dari mengingat Allah, melaksanakan salat, dan menunaikan zakat. Mereka takut kepada hari ketika hati dan penglihatan menjadi guncang (hari Kiamat). (Mereka melakukan itu) agar Allah memberi balasan kepada mereka yang lebih baik daripada apa yang telah mereka kerjakan dan agar Dia menambah karunia-Nya kepada mereka. Allah menganugerahkan rezeki kepada siapa saja yang Dia kehendaki tanpa batas.
Wallahu A’lam.
Editor: An-Najmi
Leave a Reply