Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Istilah Orang Buta pada Kata Al-A’ma dalam Al-Qur’an

Portrait of sick blind bearded businessman walking with eyes closed and holding out his hands to find road, wearing official style suit. Indoor studio shot isolated on gray background.

Al-quran selalu diposisikan sebagai sumber utama etika sosial dalam islam. Problemnya ada beberapa ayat alquran yang menggambarkan orang tidak beriman dengan sebutan orang buta (difabel netra). Cara demikian soelah-olah alquran memarginalkan mereka. Maka bagaimana sebenernya eksistensi difabel netra dalam bingkai kesatuan wawasan alquran. Istilah orang buta ini salah satunya disebut dalam al-Qur’an dengan kata al-a’ma

Makna Kata Al-A’ma

Kata a’ma secara keseluruhan dan berbagai derivasi dari verba a’-m-y disebutkan dalam 33 ayat alquran. Kata ini berasal dari kata al a’ma yang  berarti hilangnya penglihatan secara total atau jika kita mengutip definisi dari al azhariyyi, hilangnya penglihatan kedua mata sekaligus. Kata ini juga bisa diartikan ketidak mampuan untuk melihat kebenaran seperti dalam ungkapan imra’atun ‘amiyatun ‘an al-ṣawāb” (perempuan yang buta dari kebenaran). Selain itu juga kata al a’ma bisa juga di artikan sebagai bentuk pengingkaran atas nikmat tuhan didunia, sebagaimana dalam quran surat al isra ayat 72. Makna lain dari kata al a’ma juga ialah hilangnya pandangan hati. Dalam alquran hal ini dapat kita temui ketika allah memberikan perumpamaan orang mukmin dan kafir dengan perumpamaan buta dari kebenaran dan orang mukmin yang melihat petunjuk.

Munculnya kata-kata al a’ma dalam beberapa ayat dengan makna yang sama menunjukan makna-makna tersebut menjadi bagian penting dalam membentuk wawasan alquran terhadap kata kunci al a’ma Seperti, ayat-ayat  yang  mengandung  kata al-a‘mā dengan makna tidak melihat secara fisik (Q.S. Al Fath 48:17) al a’ma yang berarti kegelapan di hari akhir (Q.S. Al Qasas 28:66), al a’ma yang berarti kebutaan dari petunjuk kebenaran (Q.s. Al hajj 22:46), dan apresiasi alquran terhadap orang buta secara fisik  (Q.S. Al. Nur 24:61).

Baca Juga  Mengurai Otentisitas Al-Quran: Sebuah Bantahan Terhadap Orientalis

Kata Kunci Al-A’ma dalam Wawasan Alquran

Setelah mengetahui makna kata al a’ma, maka kita pun juga harus perlu tahu bahwasanya kata al a’ma ini memiliki kata kunci sendiri agar kata tersebut memiliki hubungan untuk S\saling menguatkan makna satu kata dengan kata lainya. Adapun kata kunci tersebut ialah,

  1. kata al-baṣīr. Sebab,  kata  ini apabila disandingkan  bisa  digunakan  untuk  menunjuk  kepada kondisi  seseorang  yang  keluar  dari  kekafiran  menuju  keimanan  seperti dalam ungkapan abṣara al-rajulu.
  2. Lalu yang kedua ialah kata  dalal, hal ini karena apabila Alquran menggunakan  kata  al-a‘mā dalam  pengertian konotatif,  maka di situ  ḍalāl  muncul  beberapa  kali.  Kajian  Fawaid  menunjukkan  bahwa makna ḍalāl sendiri mengalami perkembangan makna.  Ḍalāl pada periode Makkah,  menunjuk  pada  aspek  kesalahan  bersifat  manusiawi,  bimbang, sirna dan hilang. Di periode Madinah, maknanya menjadi signifikan, yaitu sesat karena hatinya keras tidak menerima kebenaran, mencela ayat-ayat, mendustai Allah dan rasul-Nya, menyekutukan Allah,  menghalang-halangi orang  yang  mau  masuk  Islam,  terlalu  cinta  dunia  dan  rela menukarnya dengan agama, tidak mengerjakan perintah Allah, dan menjadi penentangnya
  3. Kata selanjutnya ialah ‘araj. Kata ‘araj dalam Alquran menunjukkan pada kondisi fisik. Misal kata ‘araj yang bersanding dengan kata a‘mā pada Q.S. al-Fatḥ (48): 17. Ayat ini sedang mengapresiasi kepada orang yang memiliki keterbatasan fisik untuk tidak perlu ikut berperang. Hubungan ‘araj dan a‘mā menguatkan makna bahwa  kebutaan  fisik  atau  difabel  netra  mendapat  apreasiasi  dalam Alquran  dengan memperlakukannya  secara  proporsional  sebagai keragaman fisik dan sesuai kondisi.
  4. Bukm Kata bukm berarti seseorang yang dilahirkan dalam keadaan bisu. Dalam tradisi Arab, derivasi dari kata  bukm  bisa  juga  digunakan  untuk  orang  yang  lemah  perkataannya disebabkan lemah akalnya. Seperti dalam ungkapan “bakama ‘an al-kalām”. Dalam Alquran,  kata  bukm muncul  bersamaan dengan kata ‘umyun dalam tiga ayat (Q.S. al-Baqarah (2): 18, 171 dan Q.S. al-Isrā’ (17): 97) dan  juga selalu disertai  dengan kata summ. Tiga kata ini pada ayat tersebut menunjukan makna konotatif bukan denotatif.
  5. Kafarū  Frase  kafarū   (verba  dan  subjeknya)  memiliki  hubungan  relasional dengan kata  al-a‘mā.  Alquran  menggunakan perumpamaan  mereka yang buta  hati  untuk  merujuk  kepada  kondisi  kafarū.  Alquran  mempertegas bahwa kebutaan dimana alquran berpolemik denganya adalah kebutaan yang disebabkan kafaru.
  6. Kata-kata kunci di atas  membentuk jaringan medan semantik  kata al-a‘mā.
Baca Juga  Pengaruh Peradaban Islam di Eropa terhadap Renaissance

Sejatinya kata-kata kunci inilah yang membentuk jaringan medan semantik kata al a’ma. Dengan hal ini juga maka kata  al a’ma dengan basir, dalal, dan kafaru dapat membentuk jaringan konotatif bagi kata al a’ma.  Adapun dengan kata ‘araj  dapat membentuk jaringan denotatif bagi kata al a’ma. Dan munculnya kata bukm  membantu  alquran dalam membangun argumen kritik terhadap sikap para penentang kebenaran  yang dihadapi oleh Nabi kala itu.

Editor: An-Najmi