Setiap menjelang momen Idul Adha, muncul sebuah perdebatan di kalangan ulama Islam. Apakah yang disembelih pada Idul Adha itu Ismail atau Ishak? Ulama berbeda pendapat tentang hal ini. Mayoritas menganggap Ismail, sedangkan yang lainnya menganggap Ishak. Salah satu di antara faktor perdebatannya ialah karena dalam QS. AS-Saffat ayat 102 tidak dijelaskan sama sekali perihal siapa yang sebenarnya disembelih.
Hal ini disampaikan oleh Syahrullah Iskandar, M.A. dalam kegiatan Bincang FMTM (Forum Mahasiswa Tafsir Muhammadiyah) yang mengangkat tema “Antara Ismail dan Ishak: Siapa Sebenarnya yang Disembelih?”. Diskusi diadakan melalui Zoom Cloud Meeting dan diikuti oleh puluhan peserta.
Dosen Tafsir UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tersebut mengatakan bahwa pendapat mayoritas yang mengatakan bahwa sosok yang disembelih adalah Ismail sebenarnya hanyalah tafsir. Sebab teks atau nash Al-Quran sama sekali tidak ada menyebutkan perihal siapa yang disembelih.
“Kalau di dalam kitab Barzanji itu sebenarnya ila az-dzabihi Ismail. Itu memang Ismail (disebut). Tapi itu di lain aliran. Ini aliran yang mainstream. Yang lain mengatakan nggak, bukan itu. Itu kan tafsiran. Yang jelas nashnya tidak menyebutkan seperti itu.”, ujarnya.
Ia juga menambahkan bahwa hal yang membuat perdebatan ini menjadi besar adalah karena berkaitan dengan kepentingan siapa yang menjadi pewaris sah tradisi spiritual Nabi Ibrahim. Apakah Ishak atau Ismail? Dalam Perjanjian Lama misalnya. Di sana disebutkan bukan Ismail yang disembelih, melainkan Ishak.
Sedangkan dalam tafsir umat Islam Syiah dikatakan kalau yang sebenarnya disembelih di situ adalah Nabi Ismail, bukan Ishak. Menurut Peneliti The Nusa Institute tersebut, hal itu tidak terlepas dari kepentingan kalangan Syiah sebagai bagian dari Ahlul Bait. Mereka adalah keturunan Nabi Muhammad melalui jalur Fatimah yang secara silsilah tersambung pada Nabi Ismail.
Berbeda halnya dengan kalangan Sunni. Di kalangan Sunni, terjadi perbedaan pandangan tentang siapa yang sebenarnya disembelih. Ada yang berpendapat Ismail, ada pula yang berpendapat Ishak. Mufasir dari Ibnu Katsir ke bawah rata-rata beranggapan bahwa yang dimaksud di situ adalah Ismail. Akan tetapi mufasir-mufasir sebelum Ibnu Katsir banyak yang beranggapan bahwa itu Ishak. Di antara mufasir yang mengatakan kalau yang disembelih adalah Ishak ialah Muqatil bin Sulaiman. Pendapat Muqatil ini diperkuat oleh tujuh sahabat Nabi.
“Ini mungkin Al-Qurthubi juga lebih dulu daripada Ibnu Katsir. Ini juga memaparkan lebih rinci lagi. Dia memaparkan dua pendapat di dalamnya antara Ishak dan Ismail. Pendapat yang pertama dia berpendapat itu Ishak dan ada tujuh sahabat yang meriwayatkan hadis yang menguatkan bahwa yang dimaksud dalam ayat itu, yang dimaksud dengan az-dzabih adalah Ishak. Dia paparkan satu per satu. Tapi dia paparkan juga bahwa yang dimaksud adalah Ismail dengan berbagai argumentasi.”, imbuhnya.
Namun begitu, kata alumni DDI Mangkoso ini, ada pula ulama tafsir yang tidak ingin terlibat dalam perdebatan ini. Kalangan mufasir ini mengatakan bahwa yang dimaksud dengan AS-Saffat ayat 102 itu bisa Ismail dan bisa juga Ishak. Karena yang pokok menurutnya dalam ayat itu bukanlah Ishak atau Ismail, melainkan sosok Nabi Ibrahim. Olehnya tidak ada pengaruh apakah yang disembelih adalah Ishak atau Ismail. Allah melalui ayat itu hanya ingin menunjukkan keunggulan, keagungan dan kehormatan Ibrahim sebagai abul anbiya’.
“Yang pokok atau maqashidnya adalah memang mengangkat kehormatan, keunggulan dan keagungan Ibrahim sebagai abul anbiya’. Karena nama Ibrahim juga berulang beberapa kali dalam al-Quran kisahnya. Nabi Ibrahim perjuangannya juga besar. Dan makanya mungkin muncul itu Abrahamik Faith. Karena diaggap perbedaan yang ada sekarang, perbedaan ideologi, perbedaan agama, itu kan setelahnya. Makanya ada yang mengatakan kita kembali ke Nabi Ibrahim.”, tutupnya.
Reporter: M. Bukhari Muslim
Leave a Reply