Islam adalah agama yang memberikan kebebasan bagi siapapun yang ingin memeluknya. Dalam ajarannya sangat menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia dengan memberikan kebebasan bagi setiap orang untuk memeluk agama sesuai dengan keyakinannya masing-masing.
Kita tidak bisa memaksakan kehendak untuk meng-Islamkan semua orang hanya dengan mengedepankan egoisme masing-masing. Sebenarnya, dalam hal keyakinan untuk memeluk suatu agama itu telah diterangkan didalam al-Qur’an.
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas jalan mana yang benar daripada jalan yang salah. Karena itu, barang siapa yang ingkar kepada tagut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
QS. Al-Baqarah [2]: 256
*
Ayat diatas menjelaskan bahwa tidak ada paksaan untuk menganut agama Islam. Sayyid Qutb dalam kitab Tafsir Fi Zhilalil Qur’an mengatakan,
“Akidah adalah masalah kerelaan hati setelah mendapat keterangan dan penjelasan, bukan pemaksaan dan tekanan. Islam datang kepada manusia melalui kemampuan akalnya yang berbicara, intuisi yang berpikir, dan perasaan yang sensitif, serta berbicara kepada fitrah yang tenang. Dengan kata lain, Islam menekankan kepada bukti dan penjelasan yang terang benderang sehingga jelas sudah mana jalan yang benar dan mana yang salah. Karena bukti sudah sedemikian jelas, manusia tidak perlu lagi dipaksa, ditekan, diteror untuk memeluk agama Islam”.
Gus Nadirsyah Hosen dalam bukunya Tafsir al-Quran di Era Medsos mempertegas bahwa,
“Kepercayaan diri bahwa Islam membawa kepada jalan yang lurus seharusnya menjadi pegangan semua dai. Cukup kita menjelaskan keindahan Islam lewat bukti-bukti yang telah jelas, dan tidak perlu lagi kita menjelek-jelekkan agama orang lain, mengolok-olok sesembahan mereka, ataupun menunjukkan kekeliruan kitab suci mereka. Mereka yang menjelekkan agama orang lain itu seolah tidak cukup percaya diri dengan kebenaran agamanya.”
Biar bagaimanapun ketika seseorang itu dibujuk dengan berbagai iming-iming ataupun dipaksa untuk memeluk agama Islam, jika Allah belum berkehendak dan memberikan hidayah kepadanya maka orang tersebut tidak akan memeluk agama Islam.
Justru tindakan yang demikian tidaklah mencerminkan nilai-nilai ke-Islaman yang terkandung didalam al-Qur’an.
Asbabun Nuzul
Meskipun keluarga atau saudara kita belum memeluk agama Islam. Tidak masalah dan tidak perlu kita memaksanya mati-matian untuk masuk agama Islam. Ada beberapa riwayat mengenai turunnya ayat diatas yang menunjukkan pesan yang amat jelas bahwa tidak perlu memaksa siapaun untuk masuk Islam.
Imam ath-Thabari dalam kitab Tafsir Ath-Thabari menceritakan, ketika kelompok Yahudi yang menyalahi perjanjian diusir dari Madinah, ada anak-anak kaum Ansar di antara mereka.
Kaum Yahudi mengatakan bahwa mereka tidak akan menyeru anak-anak mereka untuk masuk Islam. Maka turunlah ayat di atas. Dikatakan kepada mereka, “Yang mau tinggal menetap di Madinah (artinya memeluk Islam), tinggal-lah di sini, dan yang mau pergi (gabung dengan Yahudi), pergilah!”
Sayyid Thanthawi dalam kitab Tafsir Al-Wasith mengutip riwayat lain dari Ibnu Abbas yang menceritakan, ayat ini diturunkan berkenaan dengan seorang lelaki Ansar dari kalangan Bani Salim Ibnu Auf yang dikenal dengan panggilan Al-Hushain.
Dia mempunyai dua orang anak lelaki yang memeluk agama Nasrani, sedangkan dia sendiri adalah seorang Muslim. Maka, ia bertanya kepada Nabi Saw., “Bolehkah aku memaksa keduanya (untuk masuk Islam)? Karena, sesungguhnya keduanya telah membangkang dan tidak mau, kecuali hanya agama Nasrani.”
Maka, Allah menurunkan ayat ini berkenaan dengan peristiwa tersebut yang melarang pemaksaan itu.
Syekh Wahbah Al-Zuhaili dalam kitab Tafsir Al-Wasith ketika beliau menjelaskan makna ayat ini beliau memberi judul “Al-Hurriyah Al-Diniyah fi Al-Islam” (Kebebasan Beragama dalam Islam). Dengan tegas beliau mengatakan pemaksaan untuk memeluk Islam itu dilarang.
Bagi beliau, ayat ini sekaligus memberi bukti bahwa tuduhan sementara bagi pihak diluar Islam, kalau Islam itu disebarkan dengan dengan pedang jelas keliru. Perang dalam Islam dilakukan untuk defensif mempertahankan diri dari serbuan kaum Musyrikin.
Islam Adalah Agama Yang Toleransi
M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa, Islam mengajarkan untuk memberi kebebasan beragama kepada setiap anggota masyarakatnya, setiap umat Islam wajib ikut memelihara kebebasan dan ketenangan umat lain dalam melaksanakan ajaran agamanya.
Umat Islam tidak boleh mengganggu mereka, sebagaimana umat Islam wajar untuk menuntut bahkan mengambil langkah agar mereka tidak diganggu oleh siapa pun.
Memang betul, Islam mengajak manusia seluruhnya untuk beriman dan memeluk agama Islam, tapi cara yang dibenarkannya untuk itu tidak lain kecuali ajakan yang simpatik disertai argumentasi yang kukuh.
Kalau diterima maka bersyukur dan kalau tidak maka masing-masing dapat mengarah ke arah yang dipilih. Tanpa diganggu sedikit pun. QS. At-Taubah (9): 6 memerintahkan kepada Nabi Muhammad Saw. dan umatnya:
“Jika seorang diantara orang-orang musyrikin meminta perlindungan kepada-mu, maka lindungilah ia supaya ia dapat mendengar firman Allah, kemudian antarlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan merkea kaum yang tidak mengetahui.”
Inilah salah satu bentuk toleransi dalam agama Islam. Sungguh akan hidup rukun, tenang, dan damai kalau setiap muslim menerapkan nilai-nilai toleransi beragama yang sebenarnya. Beda agama tidak perlu dipermasalahkan apalagi sampai mendiskriminasi. Islam tidaklah mengajarkan yang demikian.
Ayat tadi juga menjadi bukti bahwa meskipun seorang itu musyrik, selama ia tidak bermaksud jahat dan menyakiti kaum muslim, ia pun berhak memperoleh perlindungan nyawanya dan harta bendanya, tetapi juga dalam kepercayaan dan keyakinannya.
Tuntunan Al-Qur’an Untuk Menjaga Kerukunan Antarumat Beragama
Menyikapi perbedaan dalam beragama tentunya harus memiliki pedoman agar dapat menjalin hubungan dengan baik antar umat beragama. Al-Qur’an memberikan tuntunan terhadap kemaslahatan tersebut.
Pertama, Allah Swt tidak membutuhkan keberagamaan seseorang. “Kalau Allah menghendaki niscaya Dia menjadikan kamu semua satu umat/agama saja” (QS. Al-Maidah [5]: 48).
Yakni kalau Allah menghendaki Dia akan menjadikan kamu makhluk yang tidak mampu memilih dan memilah sehingga kamu suka atau tidak akan tunduk seperti halnya benda-benda tak bernyawa.
Kedua, melaksanakan ajaran agama haruslah dengan tulus dan atas kehendak sendiri. Agama adalah “ketulusan” sehingga tidak boleh dipaksakan. Allah sendiri tak memaksakannya. Sebagaimana yang termaktub dalam QS. Al-Kahfi [18]: 29.
Ketiga, Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad Saw. untuk menyampaikan bahwa silakan masing-masing individu melaksanakan tuntunan agamanya: Bagi kalian agama kalian dan bagiku agamaku (QS. Al-Kafirun [109]: 3).
Editor: Ananul Nahari Hayunah
Kanal Tafsir Mencerahkan
Sebuah media Islam yang mempromosikan tafsir yang progresif dan kontekstual. Hadir sebagai respon atas maraknya tafsir-tafsir keagamaan yang kaku dan konservatif.