Webinar Tafsir Milad Satu Tahun Tanwir
Tulisan ini berawal dari sesi diskusi pada agenda kajian ilmiah, yaitu milad yang ke satu tahun Tanwir.ID pada tanggal 25 september 2021. Pembicara pada momen milad Tanwir.ID adalah Prof. Dr. M. Amin Abdullah yang merupakan Guru Besar UIN SUKA Yogyakarta sekaligus Ketua Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam 1995-2000, dan dimoderatori oleh M. Bukhari Muslim selaku Pimpinan Redaksi Tanwir.ID. Diselenggarakan via daring melalui kanal ZOOM.
Pada kesempatan diskusi tersebut, pemateri Prof. Dr. M. Amin Abdullah menyitir perkataan Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah dalam I’lamul Muwaqqi’in yaitu تَتَغَيَّرُ الأَحْكَامُ بِتَغَيُّرِ الأَحْوَالِ وَالأَزْمَانِ (hukum-hukum agama dapat berubah sesuai dengan perubahan keadaan dan zaman), atau dalam qaaidah fiqhiyyah nya لاَيُنْكَرُ تَغَيُّرُ الأَحْكَامِ بِتَغَيُّرِ الأَزْمَانِ (tidak bisa menolak perubahan hukum-hukum agama sebab perubahan zaman).
Dalam sela sesi kajian diskusi yang diikuti penulis, dan ditutup dengan sesi tanya-jawab, penulis dalam hal ini, diberikan kesempatan menjadi penanya yang pertama. Penulis menanyakan perihal masalah ta’ashub (fanatik) terhadap satu pendapat. Sehingga mengakibatkan tersendaknya problema pluralitas (keberagaman) antar sesama ummat Islam sendiri. Penulis contohkan dalam sesi tanya-jawab tersebut, yaitu dari sosok Tengku Muhammad Hasby Asshidiqieqy terkait gagasan fikih berkepribadian Indonesia yang digawanginya. Terutama perihal tradisi keislaman yang ada di Indonesia. Akibat dari rangkaian diskusi tersebut, terngianglah dalam fikiran penulis untuk membahas al-Quran surah Al-A’raf ayat 199
Islam dan Tradisi dalam Surah Al-A’raf Ayat 199
Seorang ulama bernama Al-Imam al-Sya’rani mengatakan sebagai berikut:
وَمِنْ أَخْلاَ قِهِمْ أيْ السَّلَفِ الصَّالِحِ تَوَقُّفُهُمْ عَنْ كُلِّ فِعْلٍ أَوْ قَوْلٍ حَتَّى يَعْرِفُوْا مِيْزَانَهُ عَلَى الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ أَوِ الْعُرْفِ , لِأَنَّ الْعُرْفَ مِنْ جُمْلَةِ الشَّرِيْعَةِ , قَالَ اللهُ تَعَلىَ : خُذِالعَفْوَوَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَاَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِيْنَ
Di antara budi pekerti serta akhlakul karimah kaum salaf yang sholeh , yaitu berhentinya mereka dari segala perbuatan ataupun ucapan, sampai sekiranya mengetahui pertimbanganya menurut Al-Qur’an dan hadis, ataupun tradisi, dikarenakan tradisi termasuk bagian dari syari’ah. Allah SWT berfirman: ‘’Ambillah sifat pemaaf, suruhlah orang-orang melakukan yang ma’ruf (tradisi yang baik), dan berpalinglah dari orang-orang yang bodoh’’ QS. Al-A’raf; [7]:199. (Sya’rani, p. 22)
Untuk lebih memperkaya kajian surah Al-A’raf ayat 199, penulis dalam hal ini mengutip interpretasi penafsiran mufassir modern Indonesia, yaitu Tengku Muhammad Hasby Asshidiqieqy dalam Tafsir al-Qur’anul Majid an-Nur, berkaitan dengan ayat ini mufassir asal bumi Aceh ini menuturkan bahwasanya: adat-adat agama dan kaidah-kaidahnya berlaku mudah serta lapang, dan sekeligus menjauhkan dari hal-hal yang mempersulit diri. Dalam ayat ini Allah SWT menyuruh Rasulullah SAW untuk menegakkan dua sendi umum mengenai peradaban dan hukum, yaitu:
Dua Sendi Umum Mengenai Hukum
Pertama, menerima sekedar yang mudah dilakukan orang. Serta jangan meminta sesuatu yang mempersulit diri sendiri.
Kedua, menyuruh yang berbau ma’ruf, yaitu mengerjakan segala hal yang diperintahkan syara. (Ashiddieqy, 2000, p. 1535). Menurut hemat penulis, penafsiran Tengku Muhammad Hasby Ashidiqie, pada point kedua selaras dan seirama dengan Abu al-Muzaffar Al-Sam’ani. Beliau mengatakan: وَالْعُرْفُ مَا يَعْرِفُهُ النّاَسُ وَيَتَعَارَفُوْنَهُ فِيْمَا بَيْنَهُ (urf yaitu sesuatu yang dikenal oleh masyarakat dan mereka jadikan tradisi dalam interaksi di antara mereka. (Al-Sam’ani, p. 29)
Lebih dari itu, anasir-nasir ulama bumi Aceh ini perihal kalimat ma’ruf, cukup energik. Karena mengaitkanya dengan humanisme, yaitu perbuatan-perbuatan yang bersifat ketaatan, mendekatkan diri pada Allah SWT, serta berbuat kebajikan kepada manusia (bersifat kemanusiaan). Oleh karenanya tidak heran, berkaitan dengan ayat ini Ja’far ash-Shodiq mengatakan, sebagaimana dikutip oleh Hasby Ashidiqie dalam tafsirnya:
لَيْسَ فى الْقُرْآنِ آيَةٌ أَجْمَعَ لِمَكَارِمِ الأخْلاَقِ مِنْهأ
“Dalam Al-Qur’an tidak terdapat sesuatu yang lebih mencakup dasar-dasar perangai (karakter) yang mulia selain daripada ayat ini’’ (Ashiddieqy, 2000, p. 1535)
Tradisi Islam Indonesia Saat Hari Raya Idul Fitri
قال محمد بن رافع : كنت مع أحمد بن حنبل وإسحاق عند عبد الرزق فجاء نا يوم الفطر , فخرجنا مع عبد الرزاق إلى المصلى ومعنا ناس كثير, فلما رجعنا من المصلى دعانا عبد الرزق إلى الغداء, فقال عبد الرزق لأحمد وإسحاق : رأيت اليوم منكما عجباً , لم تكبّرا قال أحمد وإسحاق : ياأبا بكر, نحن كنا ننظر إليك : هل تكبّر فنكبّر ؟ فلما رأيناك لم تكبّر أمسكنا. قال : أنا كنت أنظر إليكما : هل تكبران فأكبّر
Muhammad bin Rafi berkata:’’aku bersama Ahmad bin Hanbal dan Ishaq di tempat Abdurrazzaq. Kemudian kami memasuki hari Raya Idul Fitri, olehkarena itu kami beranjak berangakat menuju mushalla bersama Abdurrazzaq dan banyak orang. Pasca kami pulang dari mushalla, Abdurrazzaq mengajak kami untuk sarapan. Kemudian itu Abdurrazzaq berkata kepada Ahamd bin Hanbal dan Ishaq:’’Hari ini saya melihat sebuah keanehan pada kalian berdua. Mengapa kalian berdua tidak melafalkan takbir? ‘’Ahmad dan Ishaq menjawab: ‘’Wahai Abu Bakar, kami melihat engkau, apakah engkau melafalkan Takbir, sehingga kami juga bertakbir. Setelah kami melihat engkau tidak bertakbir, maka kami pun diam’’, Abdurrazzaq pun berkata: ‘’justru aku melihat kalian berdua, apakah kalian berdua bertakbir, sehingga akupun akan bertakbir juga’’. (Asakir, p. 175) lihat juga Az-Dzahabi, Siyar A’lam al-Nubala, Juz 9, hlm. 566)
Kesimpulan
Dalam untaian jahitan tulisan ini, penulis ingin berterima kasih banyak kepada jajaran redaksi Tanwir.ID yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menjadi salah satu penanya dalam Webinar Tafsir Milad Satu Tahun Tanwir.ID. Penulis dalam hali ini, ingin menutup untaian jahitan tulisan ini, dengan mengutip perkataan dari apa yang telah diwasiatkan oleh al-Imam asy-Syahid Hasan al-Banna:
نعمل فيما اتفقنا ونعتذر فيما اختلفنا
‘’Mari beramal pada perkara yang kita sepakati, dan mari berlapang dada menyikapi perkara yang kita ikhtilaf di dalamnya’’.Wallahua’lam
Penyunting: M. Bukhari Muslim
Leave a Reply