Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Islam Bersama Nikita Mirzani: Kritik Terhadap Maher At-Thuwailibi

Maher
Sumber: tempo.co

Pergeseran Fungsi Mimbar Agama

Mimbar agama tidak lagi jadi tempat untuk menebar ketenangan dan ketenteraman. Yang ada adalah mimbar malah menjelma tempat untuk mengumbar umpatan dan cacian yang jauh dari nilai-nilai budi pekerti luhur. Padahal agama sejak awal telah memberi tahu kita bahwa kehadirannya adalah untuk membawa kabar gembira (basyiran). Dengan tugas itu, sejatinya dakwah ialah menggembirakan. Bukan menyeramkan dan menakuti-nakuti.

Sore kemarin saya cukup tercengang ketika berkeliling di instagram. Lewat pada beranda instagram suatu video yang membuat saya sebagai muslim malu melihatnya. Bagaimana tidak, dalam video itu terlihat seorang yang konon disebut sebagai “ustaz” memberikan kecaman kepada salah satu artis tanah air dengan kata-kata yang Islam sendiri tidak pernah mengajarkan demikian.

Sosok yang disebut “ustaz” tersebut adalah Maher At-Thuwailibi. Ia mengecam Nikita Mirzani, artis yang tentu tidak asing lagi di telinga kita. Ia mengecam Nikita karena pernyataannya yang dianggap menghina dan menistakan Habib Rizieq. Atas itu, Maher lantas menyebut Nikita sebagai “babi betina, lonte oplosan, penjual selangkangan”.

Kalimat itulah yang jadi titik resah sekaligus miris saya dan mungkin kita semua. Bagaimana mungkin ada orang yang disebut sebagai “ustaz” mengeluarkan kata-kata yang demikian nista seperti itu? Saya rasa akan lebih baik -demi kemuliaan Islam dan Nabi Muhammad- gelar “ustaz” dibuang dan dilepas saja dari nama Maher At-Thuwailibi.

Anehnya juga, umat malah ikut terprovokasi dan meng-iya-kan ceramah dari Maher. Garis batas antara agama dan nafsu sudah tidak ada lagi. Agama dikotori dengan nafsu dan nafsu dibungkusi dengan dalil-dalil agama. Fenomena yang cukup memilukan dan menyanyat perasaan. Hal ini perlu diingatkan kepada umat. Agar kemudian hari kita bisa lebih cermat dan selektif memilih rujukan da’i dalam hal masalah-masalah agama.

Baca Juga  Peran Dzikir dalam Menjaga Kesehatan Mental dan Kebahagiaan Hidup

Mengingatkan Maher At-Thuwailibi

Hal yang terus membuat saya tidak habis pikir, dari awal melihat video itu sampai detik ini adalah sosok Maher yang digadang-gadang sebagai “ustaz”. Harusnya kalau beliau ustaz, beliau sudah selesai terkait persoalan etika dan akhlak berkata-kata dalam Islam. Baiklah. Mungkin saja ia lupa karena sudah dikuasai gejolak amarah. Maka lewat tulisan ini, kita akan coba ingatkan tentang aneka tuntunan Islam perihal bagaimana seharusnya berkata-kata.

Pertama, harus saya sampaikan lebih dulu bahwa bentuk perkataan itu menentukan kualitas pribadi yang mengucapkan. Jika yang keluar dari lisannya adalah yang baik-baik, maka pribadinya tidak jauh dari itu. Begitu pun sebaliknya. Jika yang terlontar adalah kata-kata kasar, maka itu jelas sangat menggambarkan keburukan sosok yang mengucapkan. Sekarang adalah, umpatan kata-kata seperti “babi betina, lonte oplosan, penjual selangkangan” itu masuk kata-kata kasar atau baik? Saya kira pembaca pasti tahu jawabannya.

Di dalam al-Qur’an terhampar banyak sekali anjuran untuk berkata yang baik-baik. Dalam Q. S al-Baqarah ayat 83 misalnya Allah memerintahkan:

Dan ingatlah ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil, “Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin. Dan bertuturkatalah yang baik kepada manusia, tegakkanlah shalat dan tunaikanlah zakat.”

Lihatlah. Pada ayat itu, perintah berkata baik ditaruh setelah perintah bertauhid, berbakti pada orang tua, membantu orang lain. Hal ini, sebagaimana yang terus disuarakan oleh para ulama, menandakan bahwa berkata baik merupakan hal yang sangat utama dalam ajaran agama ini. Jadi bagaimana mungkin seorang yang mengaku “ustaz”, yang harusnya menjadikan al-Qur’an sebagai nafas pergerakan dan perbuatannya, malah mengeluarkan kata-kata yang tak senonoh?

Baca Juga  Puasa Sebagai Momentum Menjaga Diri dari Bahaya Lisan

Tuntunan Al-Qur’an

Bukan hanya ayat itu sebenarnya. Di sana juga ada lagi perintah untuk berkata yang baik-baik. Seperti Q.S an-Nisa ayat 9:

Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka, yang mereka merasa khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh karena itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.

Pada di sini, Allah melayangkan perintah takwa dengan diiringi perintah untuk bertutur kata yang benar. Jadi, takwa tidak boleh hanya sekedar takwa. Ia dalam hal yang lebih jauh harus melahirkan sikap yang baik, dan dalam skup yang lebih kecil dibuktikan dengan berkata-kata baik.

Selain al-Quran, di sana juga terdapat banyak sekali hadis yang memerintahkan kita untuk berkata baik. Di antaranya:

Seorang mukmin bukanlah pengumpat dan yang suka mengutuk, yang keji dan yang kotor ucapannya. (HR. Bukhari).

Lewat hadisnya ini, Rasulullah mengajarkan kepada umat Islam untuk senantiasa menjaga lisan dari berkata-kata buruk dan kasar. Kita dilarang untuk menggunakan kata-kata yang mengolok-ngolok dan menyakiti perasaan orang lain. Pertanyaannya kemudian, apakah hadis ini lewat dari pembacaan Maher At-Thuwailibi? Saya tidak yakin.

Di lain hal Rasul juga berulang-ulang kali menandaskan bahwa:

Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaknya ia berkata yang baik atau diam. (HR. Bukhari dan Muslim).

Syarat keimanan adalah berkata baik. Jika tidak mampu berkata baik, setidaknya jangan juga berkata buruk. Makanya memilih diam adalah hal yang tepat dan begitu dianjurkan.

Islam Bersama Nikita Mirzani

Itulah segelintir ayat-ayat al-Quran dan hadis-hadis Nabi yang menganjurkan dan mengharapkan agar umat Islam dalam setiap kesehariannya senantiasa bertutur kata yang baik dan sopan. Dan sebenarnya masih banyak lagi. Tapi kita cukupkan di sini. Karena Maher At-Thuwailibi pasti lebih mengenai itu.

Baca Juga  Dawkins dan IMM yang Gagal Dewasa

Satu hal yang saya kagumi dari Nikita Mirzani, yakni ketika dia mendapat umpatan dari Maher. Ia sama sekali tidak membalasnya dengan hal yang setimpal, yakni umpatan juga. Tidak. Nikita paling jauh hanya mengingatkan kepada para pengikut instagramnya agar tidak ada yang merasa paling suci.

Hal itu sejalan dengan al-Quran yang selalu memerintahkan kepada umat Islam untuk tidak menganggap diri suci (wa la tuzakku anfusakum). Suci atau tidaknya seseorang tidaklah ditentukan oleh status sosialnya. Di mana yang dipandang ustaz akan lebih suci daripada mereka yang non-ustaz. Jadi, atas dua hal di atas: tidak membalas umpatan dengan umpatan dan mengingatkan agar orang tidak merasa suci, saya berani mengatakan bahwa Islam bersama Nikita Mirzani, bukan Maher At-Thuwailibi.

Muhamad Bukhari Muslim
Mahasiswa Ilmu Al-Quran dan Tafsir UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kabid RPK PC IMM Ciputat. Banyak menulis tentang tafsir, isu keislaman aktual dan pemikiran-pemikiran intelektual muslim kontemporer.