Memaafkan bukanlah tindakan melegalkan kesalahan seseorang, bukan pula menunjukkan kelemahan pemberi maaf. Memberi maaf kepada siapapun yang meninggalkan jejak rasa sakit di hati, tidak harus dilakukan setelah mendapatkan permohonan maaf. Akan tetapi, memaafkan dapat dilakukan atas dasar inisiatif diri sendiri sebagai upaya melapangkan dan membesarkan hati. Begini impak memaafkan bagi kesehatan diri manusia.
Perintah Memaafkan dalam Al-Qur’an
Sebagai salah satu tindakan terpuji yang diteladankan oleh Rasulullah. Allah juga memuat banyak sekali perintah memaafkan dalam al-Qur’an. Salah satunya disebutkan dalam surah al-A’raf ayat 199 berikut.
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَاَعْرِضْ عَنِ الْجٰهِلِيْنَ
Jadilah pemaaf, perintahlah (orang-orang) pada yang makruf, dan berpalinglah dari orang-orang bodoh.
Ketika Allah menurunkan ayat ini kepada Rasulullah ﷺ melalui Malaikat Jibril, beliau bertanya, “Apa itu, wahai Jibril?” Lalu Jibril menjawab, “Sesungguhnya Allah telah memerintahkanmu untuk memaafkan orang yang menganiaya kamu, memberi kepada orang yang enggan memberimu, dan menyambung tali persaudaraan dengan orang yang memutuskan hubungan denganmu.” Hadis ini diriwayatkan oelh Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim. [Mukhtaṣar Tafsīr Ibnu Kaṡīr, 2/76]
Khuż al-‘afwa, merupakan perintah memaafkan dari akhlak manusia (min akhlāq al-nās). Ini adalah pendapat yang paling masyhur yang dikutip oleh al-Shabuni dalam Mukhtaṣar Tafsīr Ibnu Kaṡīr (2/76). Al-Qurthubi dalam tafsirnya, lafaz khuż al-‘afwa diantaranya menyambung silaturahmi, memaafkan mereka yang berbuat dosa sosial kepada diri sendiri, dan menunjukkan belas kasihan kepada orang-orang beriman. [Al-Jāmi’ li Aḥkām al-Qur’ān, 7/344]
Islam sebagai agama raḥmatan lil ‘ālamīn sebegitu perhatiannya terhadap hubungan antar sesama. Keburukan tingkah atau akhlak manusia yang membuat kesal, Allah tidak menganjurkan untuk membalas perbuatannya. Sebaliknya, justru dianjurkan membalas dengan balasan yang baik, sebagaimana apa yang diteladankan Rasulullah dalam kisah-kisah yang sering didengar. Itulah hakikat impak memaafkan yang sesungguhnya.
Impak Memaafkan Kepada Kesehatan
Sejak awal 1990-an, muncul beragam penelitian yang mengkaji tentang hubungan memaafkan dan kesehatan jiwa dan fisik. Orang yang tidak memaafkan menyimpan luapan emosi dan dendam. Dari sinilah, ditemukan oleh para peneliti bahwa tindakan tidak memaafkan memberi impak pada menegangnya otot; ketidakseimbangan di tulang belakang; sakit leher, punggung, dan paha.
Ketegangan otot leher dan pangkal kepala ini menyebabkan sakit kepala. Kemudian jaringan otot yang tegang di berbagai titik tubuh menyebabkan aliran darah sedikit terhambat. Ini berimbas terhambatnya pengangkutan sisa metabolisme oleh darah, dan pasokan oksigen serta nutrisi kepada sel-sel yang memerlukannya berpotensi menurun jumlahnya. Akibatnya, perbaikan jaringan otot yang terluka itu tidak dapat segera dilakukan.
***
Peneliti juga menemukan bahwa perasaan dan aliran listrik serta kimia tubuh memiliki hubungan yang sangat erat. Emosi yang dihasilkan tubuh, baik positif maupun negatif, ternyata memberikan pengaruh terhadap frekuensi gelombang listrik elektromagnetik dan aliran bahan kimia yang terjadi di otak, jantung, sistem saraf, kelenjar, dan organ saluran pencernaan makanan.
Bilamana seseorang mengalami mood buruk, pola listrik elektromagnetik di otaknya akan berubah. Perubahan ini berefek pada ketidakmampuan seseorang dalam berpikir jernih untuk menyelesaikan permasalahan. Selain terjadinya gangguan pada otak, juga berefek pada terganggunya saluran pencernaan makanan, perubahan pernapasan akibat kondisi paru-paru, bahkan menurunkan imunitas tubuh yang kemudian akan rentan terinfeksi berbagai macam penyakit. [Tafsir Ilmi: Fenomena Kejiwaan Manusia, 131-132]
Sebaliknya, seseorang yang memiliki kelapangan dan kebesaran hati untuk mudah memaafkan akan berefek pada kesehatan. Jaringan otot rileks, ritme pernapasan teratur, saluran pencernaan sehat, dan sistem imunitas tubuh terjaga dengan baik.
Penutup
Memang bukanlah perkara mudah memaafkan sesama, lebih-lebih kesalahan yang diperbuat bukan perkara remeh. Sebagai manusia biasa, sejatinya masih memerlukan waktu untuk membebaskan dirinya dari kebencian. Meski telah mengaku telah memaafkan kesalahan orang lain. Untuk itu, perlu membiasakan diri untuk memaafkan secara tulus, sebagaimana Allah perintahkan dalam al-Qur’an.
Perlu dipahami, bahwasanya memaafkan adalah salah satu tindakan untuk menggapai ridha Allah. Perilaku ini dinilai bermoral tinggi, karena diperlukan kebesaran dan kelapangan hati dalam meredam amarah terhadap perilaku manusia yang menimbulkan kecewa dan sakit hati. Hubungan sosial yang baik, tidak hanya menyehatkan kehidupan bersosial, namun juga jiwa dan raga masing-masing individu.
Wallāhu A’lamu.
Kanal Tafsir Mencerahkan
Sebuah media Islam yang mempromosikan tafsir yang progresif dan kontekstual. Hadir sebagai respon atas maraknya tafsir-tafsir keagamaan yang kaku dan konservatif.