Dzulhijjah merupakan bulan yang dikategorikan bulan harām atau hurum. Mengapa bisa dinamakan bulan haram? Karena pada bulan-bulan tersebut Allah swt.melarang seluruh hamba-hamba-Nya untuk berbuat dosa atau melakukan hal-hal yang dianggap haram secara syariat Islam. Ini menjadi asas dari sebuah kebangkitan.
Allah swt. berfirman, yang artinya, “Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah itu ada dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu dia menciptakan langit dan bumi. Di antaranya terdapat empat bulan haram. Itulah ketetapan agama yang lurus…” (At-Taubah: 36)
Dalam tafsir yang ditulis oleh Al-Imam Ibnu Katsir, memberikan rincian dalam menafsirkan firman tersebut. Beliau menjelaskan bahwa, “Di antara empat bulan haraam berturut-turut yaitu adalah, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan terakhir adalah bulan Rajab.”
Ibnu Abbas ra. menjelaskan bahwa, Allah swt. mengkhususkan empat bulan sebagai bulan haraam yaitu bulan yang dimuliakan. Manusia yang berbuat dosa pada bulan-bulan tersebut maka perbuatannya tersebut akan dilipatgandakan. Begitu juga sebaliknya, jika manusia berbuat kebaikan, menyampaikan kebenaran maka akan dilipatgandakan pula pahala tersebut.
Meningkatkan amal saleh pada bulan-bulan haraam ini adalah momentum untuk meningkatkan kualitas kita. Sebagai seorang hamba yang taat dan tunduk terhadap perintah Allah swt.kebaikan adalah sebuah keniscayaan. Yaitu dengan melakukan amalan sebanyak-banyaknya agar mendapat keridhaan dan keberkahan dari Allah.
Bulan Dzulhijjah memiliki banyak sekali peristiwa dan sejarah yang bisa kita ambil pelajaran dan semangatnya. Khususnya, bagi kebangkitan umat Muslim. Di antaranya adalah menggali dan menelisik perjuangan Nabi Ibrahim as.dalam berdakwah mensyiarkan agama Islam dan sejarah penyembelihan kurban, serta kebangkitan.
Meneladani Kisah Nabi Ibrahim as.
Berbicara sejarah penyembelihan kurban, maka tidak akan lepas dari kisah Nabi Ibrahim as. dan putra beliau Nabi Ismail as. Banyak sekali pelajaran yang bisa kita ambil dari kisah mereka. Seperti keteladanan dan keikhlasan yang besar yang dimiliki mereka.
Allah mengabadikan nama beliau dalam firman-Nya yang artinya,
“Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam (yang dapat dijadikan teladan), Qaanitan (patuh kepada Allah), dan hanif, dan dia bukanlah termasuk orang musyrik (yang menyekutukan Allah).” (An-Nahl: 120)
Dalam tafsir As-Sa’di yang ditulis oleh Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di ra. beliau menjelaskan bahwa Allah memberitahukan tentang hal-hal yang membuat Allah mengutamakan kekasih-Nya. Ibrahim as. dimuliakan dan Allah mengistimewakan beliau dengannya. Seperti keutamaan yang luhur dan kebaikan-kebaikan yang sempurna.
Allah swt berfirman, “Sesunggguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan,” maksudnya imam panutan dalam hal ini adalah yang menghimpun sifat-sifat kebaikan dan akhlak mulia. Hal ini memberi sebuah petunjuk penuh dengan hidayah “lagi patuh kepada Allah,” maksudnya selalu sibuk dalam keatatan kepada Allah. Mengikhlaskan agama bagi-Nya “dan hanif,” selalu menghadap kepada Allah dengan mahabbah (rasa cinta dan kasih sayang). Serta, ubudiyah (kehambaan diri).
Sungguh ayat tersebut menunjukkan keteladanan seorang Rasul. Sebagai umat Muslim yang mengaku beriman, maka hendaknya menjadikan beliau sebagai suri tauladan. Bahkan, sebagai penyemangat bagi kehidupan kita. Jika kita hendak dicintai oleh Allah, maka kita harus meneladani Nabi Ibrahim sebagai Rasul.
Idul Adha Sebagai Momentum Kebangkitan Umat
Masuknya kita dalam bulan Dzulhijjah ini, juga tidak lepas dari hari raya besar umat Muslim. Yaitu hari raya Idul Adha atau biasa disebut dengan Idul Kurban. Tentu saja hari raya Idul Adha kali ini mungkin akan terasa berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Karena pada masa ini sebagai umat Muslim merayakan pada masa pandemi yang kurang stabil.
Momentum hari raya Idul Adha di tahun 2021 ini harus bisa menjadi pendorong kita untuk memajukan umat Muslim dan menyatukan persaudaraan antar sesama. Hari dimana umat Muslim saling tolong-menolong, bergotong-royong dan saling membantu satu sama lain. Hal ini menjadi penting, khususnya di masa pandemi.
Dengan demikian, momentum peringatan hari raya Idul Adha 1442 H ini harus kita maksimalkan. Sehingga, segala permasalahan umat Muslim dan antar sesama manusia bisa diatasi bersama. Keteladanan dan keikhlasan Nabi Ibrahim bisa menjadi semangat kita. Semangat saling membantu di masa-masa pandemi seperti ini. Semoga momen ini menjadi titik berangkat untuk memajukan umat dan saling membantu antar sesama manusia.
Penyunting: Ahmed Zaranggi Ar Ridho
Kanal Tafsir Mencerahkan
Sebuah media Islam yang mempromosikan tafsir yang progresif dan kontekstual. Hadir sebagai respon atas maraknya tafsir-tafsir keagamaan yang kaku dan konservatif.