Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Ibn Taymiyyah dan Skripturalisme Pembaharuan Islam

Skripturalisme
Gambar: Alif.id

Risalah ini menegaskan posisi intelektual Ibn Taymiyyah sebagai ikon penting dalam gerakan pembaruan Islam berbasis skripturalisme (scripturalism-based Islamic reform). Dengan merujuk pada otoritas Kitab Suci (scripture) sebagai rujukan pertama dan utama dalam pembaruan Islam, Ibn Taymiyyah mengikat umat Islam pada tradisi skripturalis yang berpegang teguh pada menara wahyu kembar dalam Islam-AI-Qur’an dan as-Sunnah sebagai sumber otoritas dalam penafsiran, legislasi hukum dan petunjuk kehidupan.

Secara spesifik, skripturalisme Ibn Taymiyyah ini diperkuat dengan sejumlah argumen yang menjadi basis gerakan pembaruan Islam.

Pertama, Ibn Taymiyyah menekankan pada otoritas Kitab Suci Al-Our’an untuk menafsirkan dirinva sendiri (tafsir Al-Qur’an bi Al-Quran). Makna Al-Qur’an yang ambigu di satu bagian diuraikan secara jelas di bagian lain. Sehingga ayat satu menjelaskan ayat lain dalam Al-Qur’an. Dengan metode penafsiran ini, Al-Qur’an menjadi penafsir terbaik tentang dirinya sendiri.

Dengan berpegang teguh pada metode “penafsiran Al-Qur’an dengan Al-Qur’an,” Ibn Taymiyyah mengajarkan kepada umat Islam bahwa Al-Qur’an adalah Kitab Suci yang berfungsi untuk menafsirkan satu ayat dengan ayat lain dan satu bagian dengan bagian lain. Sehingga makna Al-Qur’an menjadi jelas dan tidak berwajah ambigu.

Bahkan, jika penjelasan dan klarifikasi atas suatu wahyu tidak ditemukan dalam Al-Qur’än sendiri. Ibn Taymiyyah menawarkan metode penafsiran Al-Qur’an dengan sunnah Nabi Muhammad (tafsir-Al-Qur’an bi as-Sunnah). Sebagai penerima, pembawa dan penafsir wahyu, Nabi Muhammad menjadi figur yang otoritatif dalam menafsirkan Al-Qur’an.

***

Penafsiran Muhammad terhadap wahyu Al-Qur’an telah dirawat dalam memori kolektif ‘ulama’, terutama ahl al-hadis melalui koleksi hadis. Karena itu, temuan metodologis Ibn Taymiyyah dalam menafsirkan Al-Qur’an melalui as-Sunnah, yang tersimpan dalam koleksi hadis, telah membentuk genre penafsiran yang dikenang dalam tradisi Islam sebagai tafsir Al-Qur’an bi as-Sunnah.

Baca Juga  Tanwir dan Intelektualisme Tafsir Kaum Muda

Al-Qur’an dan as-Sunnah adalah dua tipe Kitab Suci yang bisa dibedakan. Tetapi tak terpisahkan dalam tradisi penafsiran dan legislasi hukum Islam. Itulah menara wahyu kembar. Ibn Taymiyyah meletakkan wahyu kembar ini begitu sentral dalam tradisi penafsiran Al-Qur’an. Sehingga tak berlebihan sama sekali untuk menegaskan In Taymiyyah sebagai skripturalis dengan pembaruan Islam berbasis pada skripturalisme.

Kedua, proses skripturalisme pembaruan Islam itu sebenarnya dimulai sejak Muhammad b. Idris as-Shafi’i (w. 204/820) yang menjadi figur terpenting dalam membela sunnah Nabi dalam polemiknya dengan interlokutor anonim dan meletakkan sunnah Nabi dalam derajat yang sama dan setara dengan Al-Qur’an. Sebagai dua tipe wahyu kembar yang menjadi otoritas pertama dan utama dalam penafsiran dan legislasi hukum Islam.

Kekaguman Ibn Taymiyyah pada As-Shafi’i terekam jelas dalam Muqaddimah fi Usul al-Tafsir (1972). Kitab yang dipakai sebagai satu-satunya rujukan dalam penulisan risalah ini. Lebih dari itu, Ibn Taymiyyah jelas menjadikan as-Shafi’i dan ide briliannya tentang dua wahyu kembar itu sebagai fondasi utama tentang pentingnya skripturalisme dalam gerakan pembaruan Islam. Artinya, bentuk pembaruan Islam harus kembali dengan merujuk pada dua wahyu kembar yang otoritatif itu.

***

Pembaruan Islam yang dinahkodai oleh Ibn Taymiyyah dengan merujuk pada dua wahyu kembar yang otoritatif itu, yang karenanya disebut sebagai skripturalisme, terefleksikan pada testimoni Nurcholish Madjid. Seorang pengagum Ibn Taymiyyah dan pembaharu Islam termasyhur dalam sejarah Indonesia modern pernah menulis:

“Ibn Taymiyyah was particularly struck by the prevalence of superstitions and fatalism which were the corollaries of popular Sufism, justified by the ‘ulama’ on the basis of ijma’. First he had to launch a program stressing that the religion is only what God and his prophet have prescribed in the Holy Book (al-Kitab) and the Tradition (as-Sunnah) and condemning whatever beliefs and practices existed outside the scriptural framework as illigimate innovations (Nurcholish Madjid, “Ibn Taymiyyah on Kaläm and Falsafah: A Problem of Reason and Revelation in Islam.” Chicago: The University of Chicago, 1984:53).

Baca Juga  Kondisi Sosial Politik: Unsur Penting Memahami Ayat Al-Quran

Testimoni penting itu menjadi bukti tekstual tentang peran pembaharuan Islam Nurcholish yang diletakkan sebagai kelanjutan sejarah dari skriptualisme pembaharuan Islam yang sejak awal dirintis dan digelorakan oleh Ibn Taymiyyah.

Hal ini juga diperkuat oleh suatu fakta bahwa Nurcholish Madild bukan sekadar pengagum utama Ibn Taymiyyah dan ide-ide pembaruan Islamnya. Tetapi juga juru bicara paling fasih tentang pemikiran Ibn Taymiyyah ke dalam dunia modern Islam Indonesia. Karena itu, risalah ini berhasil dalam menemukan dan menghadirkan wajah skripturalisme pembaruan Islam antara Ibn Taymiyyah dan Nurcholish Madjid.

Sumber: Suara Muhammadiyah -01/108-1-15 Januari 2023

Penyunting: Bukhari

Sukidi
Cendekiawan Muhammadiyah. Doktor Studi Islam Lulusan Harvard University