Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Humanisme Islam Perspektif Ali Syariati

Awal Kemunculan Humanisme


Ide humanisme muncul bersamaaan dengan terlepasnya masyarakat Eropa dari kungkungan agama dan agamawan gereja sekitar abad pertengahan. Mereka menyebut era keterlepasan ini sebagai zaman renaissance atau zaman pencerahan. Kalangan terdidik dan terpelajar Eropa saat itu menganggap gereja beserta pejabat-pejabatnya telah mengebiri potensi dan kehendak manusia.

Gereja memangkas kebebasan manusia untuk melakukan apa-apa yang ingin dilakukannya. Dan parahnya lagi, mereka melakukan semua itu atas nama agama. Mereka ‘membajak’ kitab suci untuk melegitimasi pandangan-pandangan mereka. Maka tidak heran jika kemudian humanisme tampil dengan diiringi spirit anti agama. Agama dianggap hanya akan menghambat kemajuan. Agama hanya akan menggunting kreativitas manusia.

Humanisme tampil sebagai ‘pahlawan’ bagi manusia-manusia Eropa saat itu. Pasalnya ia menjadikan manusia sebagai mahluk yang begitu spesial dan istimewa. Humanisme mengangakat harkat dan martabat manusia. Humanisme mengakui dan menghargai manusia dengan selebih-lebihnya penghargaaan. Penghargaaan yang kemudian mengantarkan humanisme menempatkan manusia sebagai mahluk yang unik. Karena ia memiliki akal. Dan keberadaan akal tersebut mengharuskan kita untuk menyerahkan segala persoalan kepada manusia. Bukan pada agama.

Berkenaaan dengan itu, hadirlah seorang pemikir dari Iran yang menjelaskan bagaimana Islam sebagai agama memandang dan mengangkat harkat serta martabat manusia. Pemikir itu bernama Ali Syariati. Tokoh sekaligus arsitektur revolusi Islam Iran.

Humanisme Islam

Ali Syariati tentunya bukanlah nama yang asing bagi kita. Khususnya aktivis dan penggiat kajian Islam. Bukunya yang berjudul ‘Tugas Cendekiawan Muslim’ yang diterjemahkan Amien Rais adalah buku yang paling fenomenal sebelum era kejatuhan Orde Baru. Bahkan hingga hari ini. Gagasan-gasasannya menyuntikkan semangat melawan ketidakadilan bagi para aktivis Islam saat itu.

Namun pada kali ini, bukan bukunya itu yang hendak kita bahas. Melainkan bukunya yang lain. Buku yang di dalamnya terdapat pembahasan spesifik mengenai bagaimana Islam mengangkat derajat dan harkat manusia. Hal ini dijelaskan Ali Syariati untuk memberikan kita perbandingan antara gagasan Islam dan Barat.

Baca Juga  Minuman Keras di Malam Lebaran dan Pudarnya Makna Takbiran

Ali Syariati menuliskan pandangannya tersebut dalam bukunya yang berjudul ‘Paradigma Kaum Tertindas’. Di buku itu Syariati sebenarnya tidak terang-terangan menyebutnya sebagai humanisme Islam. Ia sebatas menjelaskan bahwa dalam Islam juga terdapat ajaran yang tidak kalah mengangkat martabat manusia sebagaimana yang dilakukan oleh humanisme Barat.

Ide-Ide Barat

Pemunculan konsep humanisme ala Islam ini, kendatipun sudah diberikan label ‘Islam’, tetap tak dapat dipungkiri bersumber atau terinspirasi dari konsep-konsep humanisme Barat. Ini sama halnya dengan apa yang pernah dilakukan oleh HOS. Cokroaminoto. Ketika ia menggagas ide sosialisme Islam, ia sebenarnya menjadikan sosialisme Barat sebagai pijakan atau inspirasi awal bagi kelahiran idenya.

Kelahiran ide-ide yang bermuasal dari Barat itu dapat kita baca dalam dua hal. Pertama, umat Islam sengaja melahirkannya supaya menjadi tandingan atas ide-ide Barat. Kedua, kemunculan ide-ide yang kemudian ditambahkan label ‘Islam’ itu berawal dari kegelisahan umat Islam yang merasa bahwa konsep-konsep Barat nilai-nilainya banyak bertentangan dan tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam. Karenanya mereka perlu menghadirkan ide-ide yang senafas dengan Islam.

Terlepas apapun motifnya, kita patut memberikan apresiasi terhadap kerja-kerja intelektual tersebut. Merumuskan konsep yang secara khusus merujuk pada ajaran-ajaran Alquran dan hadis bukanlah hal mudah. Dibutuhkan kerja ekstra untuk melakukannya. Apalagi terhadap ide yang sebelumnya asing bagi tradisi Islam.

Perumus terlebih dahulu harus menelusuri bilik-bilik Alquran dan kitab-kitab hadis untuk menemukan ayat-ayat atau sabda Nabi yang sesuai dengan ide yang hendak digagas. Dan inilah yang saya kira juga dilakukan Ali Syariati dalam merumuskan ide humanisme Islam-nya.

Alquran dan Manusia

Di dalam merumuskan pandangan humanisme Islam-nya, Ali Syariati menunjuk pada beberapa ayat dalam Alquran.

Baca Juga  Tafsir Q.S Al-Kahfi Ayat 13-14: Pemuda yang Dirindukan Surga

Pertama, Alquran mengangkat derajat manusia dengan mula-mula mempercayakannya sebagai khalifah, wakil dan mandataris Tuhan di muka bumi. Inilah kemuliaan pertama yang dimiliki manusia dalam Islam. Dan humanisme Barat pasca Renaissance, kata Syariati, tidak pernah membayangkan akan posisi manusia yang sedemikian mulia itu.

Kedua, penghargaan Islam terhadap manusia dapat dilihat pada ayat Alquran yang memperlihatkan bagaimana para malaikat bersujud kepada Adam AS. atas perintah Tuhan. Perintah ini dapat kita maknai sebagai bentuk keharusan kepada seluruh mahluk Tuhan untuk mengakui keistimewaan dan keunikan mahluk bernama manusia.

Ketiga, Tuhan memberikan keistimewaan kepada manusia dengan menganugrahinya pengetahuan dan wawasan yang tidak dimiliki oleh mahluk lain. Tatkala Allah menguji malaikat dengan menyuruhnya menyebutkan nama-nama sesuatu, mereka tidak bisa. Hanya Adam AS. yang mampu menyebutkan nama-nama benda yang ada. Adam AS. keluar sebagai pemenang dalam ujian tersebut.

Keempat, keunggulan manusia dalam Alquran dapat dilihat ketika Tuhan mengamanahkan kepada seluruh mahluknya seperti gunung, laut, bintang dan hewan untuk mengurusi isi bumi, mereka semua menolak. Mereka mengatakan kepada Tuhan bahwa mereka tidak mampu. Satu-satunya mahluk yang berani mengemban amanah itu adalah manusia. Di saat mahluk lain menyatakan ketidaksanggupan, manusia dengan gagahnya mengatakan kepada Tuhan: saya siap!

Atas semua kemuliaan manusia yang diterangkan di atas, Ali Syariati menandaskan bahwa humanisme sejati hanya dapat kita temukan di dalam Islam. Karena manusia, meskipun diciptakan dari tanah yang dianggap manusia sebagai simbol kerendahan, mendapatkan posisi yang begitu agung dan mulia di sisi Tuhan.

Muhamad Bukhari Muslim
Mahasiswa Ilmu Al-Quran dan Tafsir UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kabid RPK PC IMM Ciputat. Banyak menulis tentang tafsir, isu keislaman aktual dan pemikiran-pemikiran intelektual muslim kontemporer.